KESAN tentang profesi notaris selama ini, sebagai "pabrik akta" tanpa ada yang mengawasi praktek mereka, agaknya akan berakhir - setidaknya di Jakarta Pusat. Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Soedijono, sepanjang tahun lalu diam diam memelopori pelaksanaan wewenang ketua pengadilan untuk mengawasi notaris notaris di wilayahnya. Hasilnya, "kebanyakan, pelanggaran jabatan justru dilakukan oleh notaris-notaris senior," ujar Soedijono kepada TEMPO, pekan lalu. Menurut Soedijono, gagasan untuk melaksanakan wewenang itu muncul karena ada kecenderungan banyak notaris mcngabaikan kewajibannya. Lagi pula, katanya, ada surat dari Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-undangan, tahun lalu, yang mengingakkan para ketua pengadilan agar tidak melupakan tugas-tugas non peradilan, di antaranya mengawasi notaris itu. Sebab itu, sejak Mei lalu, Soedijono membentuk tim pengawas notaris, yang dikoor-dinasikan Hakim Nyonya M.B. Sri Ati Santoso, dengan lima hakim anggota. Sampai akhir tahun lalu, 59 dari sekitar 70 notaris selesai diperiksa. Dan, ternyata, "dua pertiga dari notaris yang selesai diperiksa tersebut melakukan pelanggaran administratif," tutur Sri Ati. Segi administratif, yang merupakan wewenang pengadilan untuk mengawasinya, berupa kewajiban membuat buku repertorium. Setiap halaman buku catatan itu, yang berisi nomor urut akta-akta yang dibuat, harus diparaf hakim. Dan setiap akhir tahun, duplikatnya diserahkan ke pengadilan. Pelanggarannya, disebutkan Soedijono, banyak nomor akta yang dibuat tidak berurutan. "Cara seperti itu memungkinkan terjadinya manipulasi," kata Soedijono. Maksudnya, si notaris bisa saja memakai nomor yang hosong untuk membuat akta palsu, guna tujuan tercela. Untuk kesalahan administrasi semacam itu, menurut Soedijono, pada tahun pertama ini pengadilan baru melakukan peneguran. Pada tahun-tahun mendatang, bila pelanggaran semacam itu terjadi lagi, akan dilakukan tindakan yang lebih keras. Menurut Nyonya Sri Ati, tindakan dari pengadilan terhadap notaris bisa bersifat pemecatan sementara, bisa pula berupa usui pemecatan selama-lamanya kepada menteri kehakiman. Ketua Komisariat Daerah Ikatan Notaris Indonesia (INI) Jakarta, Ali Harsoyo, membenarkan bahwa pengawasan yang dilakukan pengadilan itu adalah "hal baru". "Bertahun-tahun sebelumnya, tidak pernah ada pengawasan," ujar Ali. Hanya saja, Ali mengingatkan, pengawasan pengadilan terhadap notaris tidak berupa pengawasan atasan kepada bawahan. Sanksi untuk notaris pun, menurut Ali, tidak bisa langsung dijatuhkan pengadilan kepada notaris tanpa melalui Mahkamah Agung dan Departemen Kehaklman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini