Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Menggugat Jalan Bersertifikat

Gang Sima -- sebuah jalan umum di medan -- ditutup dan akan dibangun toko, oleh pemiliknya, Ny Asmoraida Siregar yang memiliki sertifikat HGB. Para pedagang di kiri-kanan jalan itu memprotes.

9 Desember 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GANG Sima, ruas jalan jalan penghubung utama antara Jalan Sutomo dan Pusat Pasar Medan, yang sehari-hari sibuk oleh pedagang, mungkin tak ada duanya di Indonesia. Jalan sepanjang 150 m dan lebar 12 m itu, tanpa diketahui pedagang di kiri kanan jalan itu, ternyata telah bersertifikat HGB atas nama Nyonya Asmoraida Siregar. Ketegangan tentu saja muncul ketika Asmoraida memagar jalan itu sehingga 58 pemilik toko kelontong dan sembilan bahan pokok di kiri-kanan gang tersebut "terkurung". Padahal, para pedagang itu mengaku telah berusaha dan tinggal di tempat itu sejak 1950-an. "Bagaimana bisa jalan umum ada pemiliknya?" ujar salah seorang pemilik toko itu, H. Nurhan Lubis. Pekan-pekan lalu, beberapa utusan para pemilik toko menghubungi Pengacara Amir Syamsuddin di Jakarta, untuk menangani kasus itu. Sebelumnya, salah seorang dari mereka, Ebi Jeni, telah mencoba berperkara ke pengadilan. Tapi sampai Pengadilan Tinggi Sumatera Utara gugatannya melawan Asmoraida dan Pemda Kodya Medan ditolak hakim. Kini gugatan Ebi masih diproses Mahkamah Agung. Pada malam 8 Juli 1988, para pemilik di gang itu kaget menyaksikan sekelompok orang memagar Gang Sima -- persis di depan toko-toko mereka. Orang-orang itu mengaku melaksanakan perintah Asmoraida, yang memiliki sertifikat HGB, tertanggal 9 Oktober 1980 atas tanah tersebut. Asmoraida, konon, berniat membangun pertokoan di atas tanah itu. Tentu saja tindakan itu diprotes Ebi dan kawan-kawan. Tapi para pekerja tadi memukul Ebi, 46 tahun, dengan alu besi. Akibatnya, ibu tujuh anak itu terpaksa dirawat di RS Deli. Sejak itulah, para pemilik toko menjadi resah. Tapi, dari 58 pemilik toko tersebut, cuma Ebi yang menggugat ke pengadilan. Pemilik toko kelontong dan loket SDSB itu menuntut agar pengadilan membatalkan sertifikat Asmoraida. "Seharusnya pemberian hak kepemilikan tanah memperhatikan aspek sosial dan manfaat gang itu," kata Ebi. Tapi, Asmoraida, 40 tahun, menyatakan bahwa perolehan sertifikatnya sudah sesuai dengan prosedur. Karena itu, ia menganggap gugatan Ebi -- juga protes 57 pemilik toko lainnya -- terlalu mengada-ada. "Mereka itu asal bunyi saja, supaya diperhatikan," ujarnya. Menurut Asmoraida, tanah Gang Sima semula berstatus eigendom (beralaskan hak Barat). Kemudian dikuasai negara dan terdaftar atas nama Dinas Pasar Medan. Pada tahun 1953, Pemda mengaspal tanah itu untuk dijadikan gang kebakaran (brandgang). Di jalan itu juga dibangun gorong-gorong, saluran pipa gas, dan kabel telepon induk. Bersamaan itu pula, di sepanjang Gang Sima berdiri toko-toko, milik Ebi dan kawan-kawan. Setelah Pusat Pasar Medan terbakar, 1970, Pemda kemudian membangun tembok pembatas antara gang itu dan Pusat Pasar. Berdasarkan itu -- dan sesuai rekomendasi DPRD Kodya Medan -- Pemda mengabulkan permohonan HGB Asmoraida. Majelis hakim yang diketuai Titi Nurmala Siagian, pada 8 Maret lalu, ternyata menolak gugatan Ebi. Sebab, "Gang tersebut memang bukan lagi menjadi jalan umum," kata Hakim Titi. Peradilan banding, Agustus lalu, mengukuhkan vonis itu. Ebi pun kasasi. Pada akhir Oktober lalu, para pedagang tersebut juga mengadukan kasus Gang Sima itu, lewat Kotak Pos 5000, kepada Wakil Presiden Sudharmono. Tindakan mereka itu didukung puluhan pedagang kaki lima di gang itu. Toh Wali Kota Medan, A.S. Rangkuti, sampai kini belum mengeluarkan IMB untuk Asmoraida. Ia berharap kasus itu bisa diselesaikan secara damai. Konon, para pedagang siap memberi ganti rugi kepada Asmoraida asal saja tak jadi membangun toko di situ. Hanya saja, sampai kini kesepakatan ganti rugi itu belum mencapai titik temu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus