Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Menggugat Penjaja Jasa

DPC Ikadin Surabaya mengadukan kantor advokat & pengacara & lembaga bantuan hukum R.P. Budi kelana Sosrosubroto, S.H. & Associates ke DPP Ikadin. Dituduh memperdagangkan jasanya door to door.

21 Oktober 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGACARA 'kok' berjaja jasa door to door? Itulah yang dipersoalkan pengacara-pengacara Surabaya, Rabu pekan lalu. Dewan Pimpinan Cabang Ikadin (organisasi advokat) Surabaya mengadukan Kantor Advokat & Pengacara dan Lembaga Bantuan Hukum R.P. Budi Kelana Sosrosubroto, S.H. & Associates ke DPP Ikadin. Menurut para pengacara tersebut, rekan mereka, Budi Kelana, yang berkantor pusat di Jakarta, telah melanggar kode etik dengan praktek door to door itu. "Masa, mereka seperti perusahaan yang menjajakan produknya dari rumah ke rumah," kata seorang pengurus cabang Ikadin, Trimoelyadi D. Soerjadi. Kejengkelan pengacara Surabaya itu bermula dari laporan seorang anggota Ikadin di sana, Sutedja Djajasasmita. Awal bulan ini, Sutedja membeberkan praktek kelompok Budi Kelana, yang mempunyai cabang di Surabaya, menyerobot kliennya. "Praktek-praktek seperti ini tidak bisa ditolerir," kata Sutedja. Di kantor pusatnya di Jakarta, Budi Kelana membantah telah melakukan perbuatan tak terpuji, yaitu menyerobot klien rekannya tersebut. Pihaknya, katanya, hanya mengirimkan surat kepada orangorang yang mungkin memerlukan bantuannya. Pekan lalu, misalnya, ia menghubungi Tanri Abeng. Dan hasilnya, memang ada yang berhasil dan ada pula yang menolak, seperti Tanri itu. "Katakanlah ada yang door to door, itu juga tidak ada larangan. Semua pengacara, saya kira, juga begitu," ujar Budi. Praktek jual jasa seperti itu, katanya, sebenarnya sudah dilakukannya sejak sepuluh tahun berselang. Hasilnya, sejak 1980 ia mengembangkan sayapnya ke Bandung, Cirebon, Tasikmalaya, Surabaya, dan Madura. Di Jakarta saja, kini, ia mengaku mengayomi 1.000 klien. Sedangkan di masing-masing cabangnya -- seluruhnya ditangani 50 pengacara ia dapat mengumpulkan sekitar seratus klien. Baik di Jakarta maupun di semua cabang itu, ia mengaku telah menawarkan jasanya, baik melalui pos atau mengirim kurir. Di selebaran melalui pos, kelompok Budi mempromosikan usahanya dengan katakata: "Associates kami yang bergerak dalam bidang jasa yang berhubungan dengan masalah hukum, di mana anggotanya terdiri dari para ahli hukum senior yang berprofesi sebagai advokat, pengacara, penasihat hukum, dan personal and labour consultants, yang sangat ahli di bidangnya." Ada 16 jenis jasa yang ditawarkannya. Mulai dari "membantu dalam kelancaran penagihan utang-piutang " sampai pada jasa "pengurusan patent & trade mark" serta "personal management". Lebih seru lagi, brosur itu ditambahi kata-kata "dengan biaya yang relatif ringan untuk semua urusan berperkara pidana maupun perdata di pengadilan. "Tapi, menurut Budi, semua itu tak termasuk pelanggaran etik. "Yah, kalau cuma menunggu di meja, siapa yang mau datang." kata Budi lantang. Sebagai orang nomor satu, Budi Kelana menyebut diri sebagai "direktur utama". Sedangkan pimpinan cabang di daerah-daerah dinamakan "district manager", dan mereka yang diterjunkan ke masyarakat secara langsung diberikan nama "client advisor". Client advisor inilah yang bertugas menjadi kurir mendatangi calon klien. Menurut District Manager Budi di Surabaya, Isa Hermawan, justru pihaknya merasa perlu berpraktek door to door. "Itu kan dalam rangka lebih mendekatkan penasihat hukum kepada masyarakat," dalih Isa. Diakuinya, praktek itu bisa saja bertubrukan dengan klien yang sudah punya pengacara. Sebab. petugas di lapangan tak tahu bahwa calon klien itu sudah punya penasihat hukum. Toh seseorang, katanya, wajar saja mempunya dua pengacara. "Ibarat orang sakit jantung, ia boleh saja memeriksakan matanya yang sakit ke dokter mata," tambah Budi. Kepada TEMPO, Harjono Tjitrosoebono, Ketua DPP Ikadin, menyebutkan bahwa praktek-praktek semacam itu termasuk pelanggaran etik. Sebab, katanya, advokat itu memasang advertensi saja dilarang, apalagi main door to door. "Kayak menawarnawarkan barang saja, kan nggak mungkin dagang keadilan," katanya sengit. Ia juga melarang anggota Ikadin melakukan penawaran jasa melalui surat. "Itu termasuk hal yang dilarang dalam kode etik profesi. Dan ada sanksinya," tambahnya. Untuk praktek semacam itu, katanya, bisa terkena surat peringatan atau skorsing. Untuk menyelesaikan kasus Budi itu, katanya, bisa diproses di Dewan Kehormatan Ikadin di Surabaya. Agus Basri, Jalil Hakim, dan Muchsin Lubis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus