Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Menggugat wajah nasriah

Nasriah, 29, karyawati pt hm sampoerna mengajukan gugatan ke pn surabaya. ia merasa tak mendapat imbalan dari perusahaannya. wajahnya dengan seragam marching band dipakai iklan tanpa pemberitahuan.

29 Februari 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SENYUMAN manis Nasriah pada iklan rokok Sampoerna "A" Mild dipastikan akan lenyap. Wajah wanita, kini berusia 29 tahun, yang selama ini banyak terpampang di lembaran majalah, baliho, dan brosur-brosur rokok Sampoerna dengan pakaian kebesaran marching band itu tak akan beredar lagi. Sebab, Nasriah kini justru mempersoalkan penampilan wajahnya karena tak mendapat imbalan dari perusahaan tempat ia bekerja tersebut. Lagi pula, pemasangan iklan itu, katanya, tanpa persetujuannya. Sabtu pekan lalu, lewat pengacaranya, Machfud, Nasriah menuntut ganti rugi Rp 200 juta pada perusahaan yang selama 16 tahun mempekerjakannya, PT H.M. Sampoerna, Surabaya. Di rumah kontrakannya di Kompleks Griya Mapan, Surabaya, Nasriah, yang kini sudah berputra dua itu, menyatakan bahwa pemuatan gambarnya pada iklan itu tanpa persetujuan dari dia. "Dulu saya hanya diminta bergaya untuk difoto bersama teman-teman anggota marching band, dan tidak pernah diberi tahu itu untuk keperluan pembuatan iklan," katanya. Persoalan itu, atas saran Djono, suaminya, pernah ditanyakan pada atasannya. Tak ada jawaban. Barulah setelah Djono maju sendiri, pada Oktober 1991, dari PT H.M. Sampoerna menjawab Nasriah akan diberi imbalan sebagai rasa tepo sliro sebesar Rp 500.000. Namun, Djono menganggap jumlah tersebut terlalu kecil. Karena itu, ia meminta bantuan pengacara Machfud untuk menuntut lebih besar. Menurut kuasa hukum PT H.M. Sampoerna, Markus Sajogo, tuntutan Nasriah tidak masuk akal. Alasannya, model iklan pemula saja tarifnya hanya sekitar Rp 300.000. "Lain soal kalau Nasriah setenar Meriam Bellina," kata Markus. Apa yang selama ini dilakukan Nasriah, katanya, merupakan bagian tak terpisahkan dari prinsip timbal balik, hak dan kewajiban antara perusahaan dan buruh. Markus tak mengerti kenapa Nasriah sekeras itu. Padahal, selama ini perusahaan, telah banyak memberi kebahagian pada Nasriah. Kebahagiaan itu tak akan diperoleh jika saja Sampoerna tidak mengangkat Nasriah semula tukang linting menjadi anggota marching band. Sebagai anggota marching band, Nasriah memang sering melawat ke luar daerah, bahkan ke luar negeri. Seperti diketahui, marching band Sampoerna pernah dua kali mewakili Indonesia (tahun 1990 dan 1991) dalam Tournament of Roses di Pasadena, Amerika Serikat. Dalam dua kali turnamen itu, Nasriah, yang bertugas sebagai colour guard, ikut serta. Perjalanan hidup Nasriah memang mirip cerita sinetron televisi. Anak seorang buruh tani miskin dari Desa Medaeng, Sidoarjo, itu hanya sempat sekolah kelas VI SD. Menjelang ujian, tahun 1976, ia disuruh orangtuanya keluar dari sekolah karena mereka sudah tak mampu membiayai. Kebetulan, pada saat itu ada lowongan pekerjaan di pabrik rokok Sampoerna. Anak pertama dari dua bersaudara yang masih berusia 13 tahun ini pun mendaftar dan diterima sebagai tukang gunting yang bertugas merapikan tiap batang rokok yang baru selesai dilinting. Tahun 1981, Nasriah naik pangkat menjadi tukang linting. Gadis yang mulai mekar itu pun tumbuh lincah. Ia aktif di setiap kegiatan kesenian. Wajahnya yang hitam manis, giginya yang rapi bersih selain bakat seni tentunya menolong nasibnya untuk dipilih sebagai pemain marching band. Nasriah muncul sebagai primadona. Ia pun semakin populer setelah perusahaan memilih wajahnya untuk iklan rokok. Nasib marching band itu sendiri kini tinggal kenangan, karena kesulitan keuangan. Pada 14 Desember 1991, grup itu bubar. Bersamaan itu pula, Nasriah mengundurkan diri. Semula ia ditawari bekerja di sekretariat perusahaan, tapi ia menolak. Terlepas siapa yang menang, perkara ini sendiri, menurut Kepala Humas Pengadilan Negeri Surabaya, J.M.T. Simatupang, cukup menarik. Sebab, banyak perusahaan yang selama ini memakai karyawannya sendiri sebagai model iklan. Persoalan semacam ini, katanya, belum disentuh dalam perjanjian hubungan kerja. "Ini fenomena baru dalam hukum perdata kita," katanya. Aries Margono dan Jalil Hakim (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus