Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Malang - Menteri Pemuda dan Olahraga Zainuddin Amali menyampaikan rata-rata korban tragedi Kanjuruhan yang menjalani perawatan di Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Malang mengalami iritasi mata. Namun, ia tak bisa menjelaskan mengapa mata korban mengalami iritasi, apakah karena gas air mata.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Zainuddin, kondisi korban mulai membaik, sebagian mengalami trauma dan tak bisa diajak komunikasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sempat berkomunikasi dengan korban, rata-rata mereka di pintu 12,13, dan 14. Saya tak tanya terlalu banyak. Susah diajak ngomong,” kata Zainuddin Amali usai menjenguk korban, Senin, 4 Oktober 2022.
Direktur Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Malang Kohar Hari Santoso menyatakan tak bisa memberi penjelasan lebih jauh soal iritasi mata para korban lantaran perlu penilaian menyeluruh. “Tidak bisa menyampaikan lebih jauh, ada berbagai penyebab iritasi mata,” ujarnya.
Ia menjelaskan RSSA merawat sebanyak 56 suporter yang terluka. Sebanyak 26 pasien telah sehat dan pulang, sedangkan sebanyak tujuh dirawat di intensive care unit, 11 orang di high care unit, selebihnya menjalani perawatan di ruangan perawatan. Pasien yang dirawat di ICU membutuhkan bantuan perawatan ekstra karena kesadaran menurun, dan kesulitan bernafas.
Sedangkan pasien di high care unit perlu panilaian ketat dan membutuhkan tindakan lanjutan. Korban rata-rata mengalami patah tulang, luka benturan, dan luka di kepala. “Ada yang kesadaran menurun, dan sesak nafas,” katanya.
Sementara menganai jenazah korban yang wajahnya membiru, Kohar menjelaskan jika jenazah tengkurap maka wajah akan meninggalkan lebam mayat. Sedangkan untuk proses identifikasi, tim forensik melakukan autopsi luar, dengan melibatkan tim Disaster Victim Identification (DVI). Melakukan antemortem dengan mengenali tanda khusus. Mencocokkan dengan kondisi jenazah termasuk sidik jari.
Sementara itu, ihwal jumlah korban meninggal, Menpora memastikan data korban yang dikeluarkan pemerintah valid dan tidak ada rekayasa. Data yang dipegang pemerintah, katanya, sebanyak 125 jiwa meninggal telah melalui rekonsiliasi dan verifikasi. Termasuk laporan dan data warga yang berasal dari Bupati Malang dan Wali Kota Malang.
“Nggak mungkin, yang tidak masuk daftar pastik akan teriak. Rumah Sakit juga mempertaruhkan kredibilitas. Zaman sekarang semua serba transparan,” kata Zainuddin Amali.
EKO WIDIANTO
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.