Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Merasa aman main keroyok

Sudidi, di cirebon, tewas dikeroyok, dituduh pemeras. 2 pencuri di baipajung, madura, tewas dengan cara yang sama. juga juhairi di aceh barat, petugas deptrans, oleh ratusan transmigran.

13 Juni 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INI tentu bukan takbiran gaya Cirebonan. Padahal, Sudidi bersama kawannya di malam Lebaran itu sedang menabuh gendang rongsok yang disebut obrokan. Sembari mabuk, mereka mengobrok keliling desa Kudumulya, Kecamatan Babakan, 26 kilometer di timur Cirebon itu. Tiba di depan rumah Said, ada yang memecahkan botol minuman keras. Said alias Ucok, 22 tahun, menegur Sudidi. Terjadi pertengkaran, tapi masih bisa dilerai. Pada Lebaran kcdua, Sudidi bersama Umar dan Darso yang sedang leler mendatangl Ucok, buruh penebang tebu Itu. Mereka berkelahi. Umar, yang melerai, pingsan. Setelah digotong ke rumahnya, ia meninggal. Napasnya sesak. Ulu hatinya ditonjok, entah oleh siapa. Tapi gara-gara perkelahian itu, penduduk kemudian menghadapi Sudidi. Ia suka mencuri, memeras para pedagang di pasar, dan sudah empat kali masuk bui. Hai itu, selepas isya, sekitar 50 lelaki menguber Sudidi. Karena di rumah istrinya, di Desa Sumber, tak ada, ia dijumpai di tempat pacar barunya di Desa Serang, 3 km dari Kudumulya. Ketika pintu diketuk, perempuan muda yang muncul. Melihat puluhan orang membawa pisau, parang, pentungan bambu dan kayu, wanita itu lari. Massa kemudian melabrak dan mendapati Sudidi sedang bergolek-golek. Sudidi dicampakkan keluar dan mereka digebuki di halaman rumah. Tubuhnya bengkak, setengah hancur. Setelah diseret ke lapangan bola, kembali dibantai, dan alat kelaminnya dipotong. Besoknya, polisi turun tangan. Ada 10 orang yang diciduk dan lima lagi menyerahkan diri. Meski di antaranya buruh penebang tebudan pencangkul sawah, 245 penduduk meneken pernyataan: merekalah yang membantai residivis itu. Sudjai, 39 tahun, kepala desa, bersama 40 warganya yang menumpang dua truk, Sabtu pekan lalu mengantarkan "resolusi" itu kepada Kapolres Cirebon, Letkol Drs. Pandji A.S. Sudidi, warga Desa Bojong Gebang, pemabuk yang suka memeras dan mencuri. Wija, bapaknya, juga dikenal sebagai maling. "Matinya mirip anaknya. Dikeroyok penduduk ketika sedang mencuri," tutur Pandji. Mereka tak percaya lagi pada aparat hukum? "Main hakim sendiri", 2 Juni lalu, terjadi pula di Baipajung, Kecamatan Tanah Merah, Bangkalan, Madura. Selasa dinihari itu, dua pencuri masuk ke rumah Sepan, 50 tahun, yang baru pulang meronda. Ketika pemilik rumah menyorotkan senter, mereka tak main bacok (lihat Mencocor Hamba Wet), tapi angkat langkah seribu. Contohnya Said alias Ilham, 25 tahun, yang ngacir ke timur. Ia babak belur dikeroyok pendudukyang dengar kentongan dan teriakan "maling". Mahat, 30 tahun, yang lari ke barat, tewas di tangan ratusan mencegatnya. Pagmya, pollsi menangkap beberapa orang. Hari itu juga, sekitar 500 penduduk dua desa, Baipajung dan Pajentan, bereaksi ke Polsek Tanah Merah.Mereka seragam mengaku: yang bunuh Mahat bukan mereka yang ditangkap, tapi semua penduduk dua desa itu. Setelah di Madura itu, Kamis sore pckan lalu, menyusul di Patik, Kabupaten Aceh Barat. Kejadian 135 km di barat Banda Aceh itu merenggut nyawa Jhairi, 30 tahun. Kawannya, Isa, Patra, dan Mantiman, luka berat. Para petugas Kanwil Departemen Transmigrasi Aceh Barat ini dikeroyok. Kantor dan rumah Kepala Unit Permukiman Transmigrasi di Patik juga digasak 450 kepala keluarga transmigran yang kecewa. Mereka yang ditempatkan tahun lalu itu tak mendapat perpanjangan bantuan pangan. Padahal, panen gagal. Empat di antara 200 transmigran itu, yang diduga dalangnya, sudah ditangkap polisi. Kepala Kanwil Departemen Transmigrasi Aceh, Nazamuddin, baru mengetahui protes itu dua hari setelah kejadian. Ia mengaku sudah minta bantuan ke Jakarta, tapi belum ada kabar. "Namanya saja kan usul, kalau disetujui syukur. Kalau tidak, ya mau bagaimana?" ujarnya. Agar kerusuhan semacam itu tak terulang, ia berusaha mengirim bantuan darurat 24 ton beras ke sana. Laporan Biro Bandung, Surabaya & Medan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus