IDE gila dan berani, tapi mahal. Kawanan penjahat itu begitu gampang _ mengambil "hadiah Lebaran" dari Bank Buana Indonesia (BBI) Surabaya. Senin pagi pekan lalu, sehabis libur empat harl, karyawan bank yan baru masuk bekerja itu terkejut dan membuat Idulfitri tahun ini jadi kelabu bagi mereka. Kertas berserakan di lantai bangunan bertingkat dua, di Jalan Cokelat tersebut. Ruangan kasir berdinding kaca lebih acak-acakan. Dua pintu lemari besi di sudut ruangan menganga. Isinya, Rp 200 juta kontan, raib. Tak salah lagi. Ini bukan pencurian biasa. Tampaknya, "Segala sesuatunya sudah direncanakan secara matang," tutur Wakil Kapolwiltabes Surabaya Letkol Drs. Zakaria, kepada Masduki Baidlawi dari TEMPO. Kawanan penjarah diduga mengincar sasarannya sejak 27 April lalu. Ketika itu, seorang pria keturunan Cina yang mengaku bernama Indro, menemui Soepriyo. Indro berniat mengontrak gudang UD Sinar Djaja milik Soepriyo, persis di samping Bank Buana Indonesia. Uang kontrak disepakati Rp 15 juta setahun. Sementara itu, Indro memberi panjar Rp 5 juta. Soepriyo senang bukan main. Sebelumnya gudang itu. sudah lama tak dipakai, kotor, tak terurus . Setelah gudang resmi disewa, Indro yang mengaku dari Bandung akan membuka usaha di Surabaya. Ia mengajak dua temannya menempati gudang itu. Mereka membawa sebuah mobil Colt box, dan menurunkan kotak yang cukup berat. Karena gudang sudah disewa, tak ada alasan bercuriga bagi H. Amien, 45 tahun, penjaga gudang. Rupanya, memang ada udang di balik gudang yang disewa mahal itu. Tujuan "usaha" mereka, jelas, membobol bank di sebelahnya. Untuk melaksanakan rencana tadi, mereka mencari waktu yang tepat. Bank itu kosong, setidaknya, selama menjelang Lebaran. Selama Hari Raya lalu, di kawasan itu, kantor-kantor umumnya libur penuh selama empat hari. Indro dan konconya beraksi. Tembok gudang yang berbatasan dengan bank dibobol. Lalu, brankas dijebol dengan bor dan pengelas. Uang tunai Rp 200 juta di dalamnya dikuras. Tapi tiga pistol dalam brankastak ikut diambil. Mereka cuma perlu fulus. Polisi menduga, kawanan Indro bekerja tak tergesa-gesa. Hari Minggu pagi, mereka masih terlihat di gudang. Setelah kembali dari sembahyang lohor, Amien melihat gudang terkunci. Ketiga penghuninya pergi, dan tidak pulang lagi. Sampai Senin pekan ini, polisi belum menemukan petunjuk yang berarti, misalnya, sidik jari. Selama beraksi, agaknya, kawanan Indro mengenakan sarung tangan. Kata polisi, "Mereka bukan penjahat kelas kaki lima." Polisi akan memanggil semua pimpinan BBI. Mereka, kata Letkol Zakaria, akan diingatkan lagi untuk memasang alarem dan menugaskan Satpam siang-malam. "Kejadian ini akan kami ambil hikmahnya. Dan tak ada nasabah yang dirugikan," tutur Tjerry Tandono, Wakil Direktur BBI Surabaya. Meski kehilangan Rp 200 juta, kata Tjerry, banknya tidak rugi. Sebab, uang itu diasuransikan. Diilhami tikus bank melalui riol belum lama ini di Prancis? Jurus yang menimpa BBI, pada 1982, dialami Toko Emas Sriwidjaja di Kranggan, Semarang. Kawanan penjahat menyewa toko di sebelahnya. Toko emas itu sudah delapan bulan tutup. Pemiliknya kehabisan modal. Pada libur 17 Agustus, para penyewa toko itu menjebol dinding pemisah. Mereka meraup 34 kilogram emas dan menyikat uang Rp 4 juta. Tapi polisi berhasil menangkap pelaku pembobolan tersebut. Mereka, Ho Ming Sing, Loe Hok Sing dan Lie Ing Tjwan, kemudian diadili (TEMPO 24 Maret 1984). Seberapa jauh hubungan kasus Toko Sriwidjaja dengan gangsiran di BBI. Mereka belajar dari pepatah memancing ikan besar, perlu umpan yang gede juga? Surasono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini