Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Mereka tak sengaja membunuh ?

Pn padangsidempuan memvonis 6 bulan penjara kepada 16 orang warga desa sibanggor, tapanuli selatan. mereka dituduh mengeroyok maryuni nasution hingga tewas, yang dianggapnya suka mencuri di desa tersebut.

4 Juli 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MARYUNI mati. Ia dikeroyok belasan warga Desa Sibanor, Tapanuli Selatan. Sckitar dua tahun kematiannya terahasiakan. Istri dan tiga anaknya tinggal agak jauh, di Desa Muara Potan. Awal tahun ini muncul surat kaleng di kantor polisi setempat, menceritakan kematian Maryuni Nasution, 24 tahun. Akhirnya, 16 orang ditahan, diajukan ke pengadilan. Putusan majelis hakim PN Padangsidempuan, yang diketuai I Ketut Sugriwa di pertengahan Juni lalu, terasa unik. Bukan karena entengnya vonis, 6 bulan kurungan, tapi juga kecenderungan hakim yang melihat motif pengeroyokan di desa 553 km dari Medan itu. Majelis lebih melihat segi resahnya penduduk karena si Maryuni, penderes Ketah, konon suka mencuri. Yang dicuri antara lain: itik, ayam, gula aren, getah. Pernah pula akat fitrah di masjid pun disikatnya. Dan ia tertangkap basah, dihukum 6 bulan penjara pada 1976 - meski waktu itu ia masih sekitar 16 tahun. Hari nahas itu pertengahan April 1984. Korban kepergok mencuri gula aren milik Saharuddin. Berniat memberi pelajaran, Saharuddin mengontak penduduk desa hingga Maryuni diringkus. Konon, karena ia melawan, meraih sebilah parang yang lalu disabetkannya ke kanan-kiri, ia dikeroyok penduduk, hingga lelaki yang jarang tinggal di rumah itu mati. Ketua Majelis menilai, seandainya korban tak melawan pastilah ia selamat dari amarah massa. Yang tcrbukti adalah ke-16 orang itu turut serta menyerang Maryuni seperti tersebut dalam pasal 358 (2) KUHP. "Selain tak seorang pun berupaya mencegah tindakan main hakim sendiri itu, juga tak seorang pun yang melaporkannya kepada polisi," itulah cuma yang memberatkan para terdakwa. Jaksa Amri Taufik pun tak banyak menuntut, ternyata. Dia juga menuntut 6 bulan penjara dan tak banding. Ia melihat perdamaian antara keluarga korban dan masyarakat Sibanggor sebagai "itikad baik dan saling memaafkan," katanya. Tapi dari pihak Japanyahatan, 60 tahun, avah Maryuni, dirasakan perdamaian itu tidak tulus. Walau ada uang duka Rp 600 ribu, "Jika kami tak mau, dilarang pulang ke kampung," kata Sitimour, 57 tahun, ibu Maryuni. Keluarga Japanyahatan sejak 1983 memang sudah pindah ke Padangsidempuan. Ia tak tahan diejek orang karena ulah si Maryuni. Tak enaknya lagi, kini, setelah vonis dijatuhkan, tiga saudara korban, telah berkeluarga semua, terpaksa ikut pindah ke Padangsidempuan. "Kami sering diancam orang kampung," kata Saleha, 23, saudara ipar korban. Akhir Juni lalu tak ada lagi warga yang ditahan. Tak seorang pun bersedia berbicara. "Apa perlunya lagi?" kata salah seorang. Bersihar Lubis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus