Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Izin untuk membunuh

Pengadilan manhattan, as, membebaskan benhard goetz dari tuduhan mencoba menghabisi nyawa orang lain. goetz berdalih membela diri. tapi keputusan itu bisa diartikan sebagai lisensi untuk membunuh.

4 Juli 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IA mengaku terancam jiwanya. Ia merasa empat laki-laki yang mengelilinginya itu siap menghabisi nyawanya. Maka, ia pun mencabut pistol. Sekejap, empat pemuda tadi terkapar berlimbah darah di keremangan kereta bawah tanah New York. Dan dua pekan lalu pengadilan Manhattan membebaskan Benhard Goetz, 39 tahun, si penembak, dari tuduhan mencoba menghabisi nyawa orang lain. Padahal, pelaku perbuatan itu diancam hukuman seumur hidup. Betapa beruntungnya teknisi elektronik berkaca mata itu. Padahal, di muka Hakim Stephen Crane dan dewan juri, ia mengaku, "berniat membunuh mereka." Peristiwa bermula tiga tahun lalu, ketika Goetz menaiki kereta bawah tanah. Empat pemuda berkulit hitam menghampirinya. Tetapi hanya Troy Canty, 20 tahun, yang benar-benar mendekati Goetz seraya berkata, "Tuan, bolehkah saya minta lima dolar? Lalu, bak seorang jagoan dalam film splonase yang seru, Goetz secepat kilat mencabut revolver kaliber 38-nya. Satu per satu anak peluru meluncur dari laras dan mencari tempat di tubuh keempat pemuda. Setelah itu, ia hengkang sebelum orang lain mengetahui perbuatannya. Bersyukurlah, mereka masih hidup. Bersyukur pulalah, Goetz segera melaporkan tindakannya. Namun, Darrell Cabey, 21 tahun, tak bisa berbuat apa-apa lagi. Ia lumpuh, otaknya rusak berat. Goetz memang tidak tahu keempat pemuda tadi tercatat di kepolisian karena sering melakukan tindak kriminalitas. Seperti halnya Canty yang sering tertangkap lantaran mencuri, ketika itu ia masih dalam perawatan kecanduan obat bius. Goetz juga tak tahu dua di antara mereka membawa obeng yang siap mereka pakai untuk mencongkel kotak uang di mesin-mesin permainan yang mereka temui. Sementara itu, keempat pemuda itu termasuk Barry Allen dan James Ramseur, masing-masing 20 tahun, tak tahu bahwa Goetz pernah terluka berat karena diserang tiga pemuda berkulit hitam seperti mereka tiga tahun sebelumnya. Semua seolah kebetulan belaka. Pertanyaan yang pertama kali muncul adalah adakah Goetz akan mendapat pembebasan yang sama, jika saja ia berkulit hitam, dan para korbannya berkulit putih. Kendati masalah rasialisme tidak lagi sekuat seperti sebelum tahun 1960-1970, hal tersebut tetap mengusik perasaan orang Amenka. Goetz memang masuk kurungan selama tujuh tahun lagi. Tapi itu karena ia tak memiliki izin sah bagi pistolnya, bukan karena menghajar empat orang. Ia pun dibayangi tuntutan ganti rugi atas perbuatannya. Dan tepatkah perbuatan Goetz yang berdalih membela diri itu? Hakim dan juri telah menjatuhkan vonis bebas. Kini timbul kekawatiran baru, paling tidak, di wilayah hukum New York. Keputusan hakim bisa diartikan sebagai lisensi untuk membunuh. Artinya, siapa pun dapat membunuh siapa saja asalkan ia bisa membuktikan bahwa tindakannya itu adalah untuk membela diri. Padahal, angka kriminalitas di wilayah New York tak pernah turun dibandingkan dengan wilayah lainnya di AS: enam dari setiap 12 orang di New York adalah korban tindak kriminalitas jalanan. Sementara itu, penduduk relatif lebih bebas memiliki senjata api. Karena itu, Wali Kota New York, Ed Koch, terpaksa bekerja keras. "Tak seorang pun punya lisensi untuk menghabisi nyawa orang, apa pun warna kulit mereka," kata Koch. Untuk itu, Koch harus membuktikannya. Kendati banyak pihak yang mengecam putusan pengadilan, banyak pula kalangan yang membela tindakan Goetz. Ketidakmampuan aparat keamanan, menguasai segenap pelosok kota adalah salah satu penyebab mereka yang memberikan simpati terhadap Goetz. "Dalam keadaan terdesak seperti itu, bukan mustahil Anda akan melakukan apa saja," kata seorang wanita, yang juga pernah mengalami nasib serupa Goetz. Masih banyak lagi orang senasib Goetz di New York, di Amerika, dan di belahan dunia mana pun. Tapi haruskah orang berlaku sewenang-wenang demi "membela diri"? Ini memang sebuah dilema.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus