Ratusan warga pulau-pulau kecil di Kalimantan Timur ramai-ramai mengungsi menjelang Lebaran. ABRI terpaksa turun tangan. KETAKUTAN benar-benar menghantui penduduk di pulau-pulau kecil di Laut Sulawesi, Kalimantan Timur, menjelang Lebaran lalu. Ribuan penduduk melakukan eksodus, menyusul beraksinya perampok "asing" bersenjata M-16 di pulau-pulau itu. Apalagi ketika perampokan terjadi, salah seorang perampok sempat mengancam: "Dua hari menjelang Lebaran, kami akan datang lagi." Akibatnya, 90 persen dari 1.000 penduduk Pulau Derawan, misalnya, angkat kaki dari kampung mereka. Rumah mereka gembok. Tak satu pun warung atau toko yang berani buka. Sekolah dasar satu-satunya di desa itu juga ditutup. Maka, praktis Derawan bak kota hantu. Yang terdengar hanyalah lolongan anjing dan binatang malam. "Saya sudah berusaha meyakinkan bahwa tak bakal terjadi lagi perampokan, tapi siasia," kata Kepala Desa Pulau Derawan, Jamhuri. Mereka mengungsi ke Tanjungbatu, ibu kota Kecamatan Derawan, dan Tanjungredeb, ibu kota Kabupaten Berau. Tak sedikit pula yang masuk hutan sejauh dua kilometer mendirikan tenda-tenda darurat. Melihat kekalutan pengungsi itu, warga Tanjungbatu ikut keder. Buntutnya, hampir semua ibu dan anak warga setempat mengungsi ke hutan. Istri Kepala Desa Tanjungbatu Khusna, juga ikut ngungsi. "Saking paniknya," katanya tertawa. Pada Rabu sore, 3 April, bajak laut itu dengan dua longboat, 40 PK, mendekati kapal Abadi Baru yang hendak merapat di Pulau Sangalaki dalam perjalanan dari Tanjungredeb ke Samarinda. Pemilik kapal itu, Gamat, kontan kaget ketika ditodong M-16. Karena gerakan Gamat itu, senjata M-16 milik rampok tiba-tiba meledak. "Syukur tidak mencederai penumpang," kata Gamat. Sebelas penumpang kapal itu, termasuk Serda. (Pol.) Sunarko, 26 tahun, dan istrinya, tak bisa berkutik. "Apa ada laskar atau polisi, ya?" tanya perampok sambil menodongkan senjata. Kalau ada, akan dihabisi. Tentu seluruh penumpang bilang tak ada. Tapi bajak laut bertopeng itu mendekati Narko, yang sedang berpakaian preman. "Kamu ini bukan nelayan, kulitmu tidak sama dengan nelayan," kata perampok pada Narko. Tanpa menunggu jawaban, jam tangan merek Orient milik Narko dilucuti. "Istri kamu cantik, putih, nanti akan saya bawa ke Samporna (Malaysia Timur -Red.)," katanya lagi. Pada waktu itu, Iin Herlina, istri Narko baru siuman dari pingsan karena kaget. "Jangan, Tuan, istri saya ini baru saja habis sakit," kata Narko. Setelah itu, Iin buru-buru menyerahkan antingnya kepada perampok. "Tidak, kami tak boleh menyentuh wanita. Nanti bos saya marah," katanya menampik. Setelah itu, perampok memerintahkan semua penumpang Abadi Baru mencebur ke laut. Tapi salah seorang penumpang memohon agar ditinggali makanan. Soalnya, Pulau Sangalaki tak berpenghuni. Rupanya, hati perampok tersentuh juga. Mereka meninggalkan sekarung beras, gula, roti, dan empat biji kelapa. Malah, sebelum kabur, mereka menyalami Narko. "Kita sama-sama muslim, jadi musti salaman," katanya. Sempat juga mereka berpesan kepada pemilik kapal. "Kalau mau mendapatkan kapalmu, datang saja ke Samporna," katanya. Kisah perampokan di Pulau Sangalaki itu -dan sebulan sebelumnya juga terjadi di Pulau Maratua (tetangga Pulau Sangalaki) -tentu saja membuat warga ngeri. Apalagi, di Pulau Maratua, perampok menyikat uang Rp 6 juta, video, radio, jam, dan lima mesin speedboat. Ketakutan Pulau Derawan lebih-lebih. Sebab, penduduk pulau itu punya trauma kejadian 37 tahun silam. Ketika itu, pulau itu dijarah sekitar 40 mundu. Mereka menguasai pulau itu selama tujuh jam dan menyikat semua perhiasan penduduk. Gara-gara peristiwa itu, warga Derawan ramai-ramai eksodus ke Tanjungbatu -sejak itu pula ibu kota Kecamatan Derawan dipindahkan ke Tanjungbatu. Tiga tahun kemudian, perampokan yang lebih kejam terjadi di Pulau Balikukup. Di pulau kecil penghasil telur penyu itu, selain harta disikat, empat orang polisi dan puluhan warga tewas. Gara-gara eksodus itu, petugas keamanan terpaksa bekerja ekstra-keras. Polda Kalimantan Timur mengedrop satu regu Brimob berkekuatan 24 orang ke Derawan. Sementara itu, Mabes Polri menurunkan enam anggota pasukan Gegana (antiteroris) dipimpin Letnan Kolonel Frans Wenas. "Mereka akan beroperasi sampai masyarakat di sana benar-benar tenang dan merasa aman," kata Kadispen Polda Kalimantan Timur, Mayor Sumarlian Basuki. Selain itu, Kapolda Kalimantan Timur Kolonel Toni Sugiarto juga minta bantuan kapal cepat tipe T.60 dari Mabes Polri. Pada 18 April lalu, kapal itu menjelajahi perairan Berau. Dari Angkatan Laut, KRI Todak dan KRI Ki Hajar Dewantara juga diluncurkan ke perairan itu. Malah, untuk lebih menenteramkan warga, Toni Sugiarto berlebaran di sana. "Operasi sepekan yang dilakukan aparat berhasil mengembalikan moril penduduk," kata Toni. Toni benar. Beberapa hari menjelang Lebaran, berangsur-angsur warga kembali ke rumahnya. Untuk menenteramkan hati warganya, Bupati Berau Drs. Arifin Saidi, serta anggota Muspida, bersafari Ramadan ke Tanjungbatu. "Sebagai umat beragama kita harus tabah menghadapi musibah," katanya. Widi Yarmanto dan Rizal Effendi (Balikpapan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini