Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Kejaksaan Agung menetapkan dua tersangka dalam kasus korupsi tata niaga timah di Bangka Belitung.
Dugaan ada keterlibatan pihak lain pun mencuat.
Kejaksaan diminta terus mengusut tuntas kasus yang diduga merugikan negara hingga triliunan rupiah ini.
JAKARTA - Kejaksaan Agung menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha tambang (IUP) di PT Timah Tbk. Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Kuntadi, mengatakan penetapan tersangka itu dilakukan setelah memeriksa 115 saksi dalam beberapa bulan terakhir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kedua tersangka itu adalah pemilik CV Venus Inti Perkasa (VIP), Tamron Tamsil, dan anak buahnya, Achmad Albani. Mereka, menurut Kuntadi, melakukan dugaan tindak pidana korupsi dengan cara menambang timah secara ilegal di kawasan IUP PT Timah Tbk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Kuntadi, CV VIP merupakan perusahaan peleburan (smelter) yang mendapat kontrak kerja sama dengan PT Timah sejak 2019. PT Timah menyewa smelter milik CV VIP untuk melebur bijih timah mereka. Seharusnya bijih timah yang dilebur CV VIP berasal dari perusahaan rekanan PT Timah lainnya. Namun Tamron justru memerintahkan Achmad, selaku manajer operasional perusahaannya, menyediakan bijih timah yang diambil dari tambang ilegal.
“Saudara TN memerintahkan Saudara AA untuk menyediakan kebutuhan bijih timah yang diambil secara ilegal,” kata Kuntadi di Kejaksaan Agung pada Selasa, 6 Februari 2024.
Kuntadi mengatakan bijih timah itu dibeli CV VIP dari sejumlah perusahaan boneka, seperti CV SEP, CV MJP, dan CV MB. Tiga perusahaan ini disebutkan menambang di wilayah IUP milik PT Timah secara ilegal. Untuk membuat seakan-akan timah tersebut berasal dari sumber yang legal, CV VIP telah mengantongi surat perintah kerja (SPK) dari PT Timah untuk kegiatan borongan pengangkutan sisa hasil mineral.
Sebagai alat bukti, Kejaksaan Agung menyita 55 alat berat yang terdiri atas 53 unit ekskavator dan dua buldozer yang digunakan CV VIP untuk menambang secara ilegal. Selain itu, penyidik menyita emas seberat 1.062 gram serta uang tunai senilai Rp 83,8 miliar plus US$ 1,5 juta, Sin$ 443 ribu, dan Aus$ 1.840.
Akibat perbuatan tersangka, menurut Kuntadi, PT Timah Tbk mengalami potensi kerugian yang cukup besar. Namun dia belum bisa menyebutkan angka pasti kerugiannya karena masih dalam tahap penghitungan. Kejaksaan Agung pun menjerat Tamron dan anak buahnya dengan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Tamron Tamsil, tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah, digiring petugas di Kejaksaan Agung, Jakarta, 6 Februari 2024. Dokumentasi Kejaksaan Agung
Direktur Eksekutif Walhi Bangka Belitung Ahmad Subhan Hafiz mengatakan praktik perusahaan penampung hasil tambang timah ilegal di Bangka Belitung memang sudah bukan rahasia umum. Di Pulau Laskar Pelangi itu, tidak sedikit perusahaan penampung timah seperti yang dijalankan Tamron. Hafiz mengatakan perusahaan Tamron memang yang paling besar di Bukit Intan. Perusahaan itu menjadi pengepul bijih timah dari penambangan ilegal yang dilakukan oleh warga setempat.
Bahkan, Hafiz melanjutkan, potensi kerugian negara akibat penambangan ilegal itu diperkirakan mencapai triliunan rupiah. Selain itu, ada dampak kerusakan lingkungan yang tak terhingga nilainya. “Data terakhir, potensi kerugian negara sekitar Rp 2,2 triliun. Penampung ilegal ini terus menjadi rantai pasok selama ini di sini,” katanya.
Dugaan permainan dalam tata niaga timah ini tak berhenti sampai di CV VIP. Ketua Dewan Perwakilan Daerah AA La Nyalla Mahmud Mattalitti mengatakan pernah menelusuri soal sengkarut perdagangan timah pada 2019. Penelusuran itu, menurut dia, berawal dari laporan 27 pemilik smelter di Bangka Belitung saat dia berkunjung ke provinsi tersebut.
Kepada La Nyalla, mereka mengaku perusahaannya tak boleh lagi beroperasi oleh kepolisian karena dianggap ilegal. Para pemilik smelter ini sebelumnya dilaporkan PT Timah ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri pada akhir 2018. Karena tak bisa memproses produksi dan ekspor tin ingot atau timah batangan, 27 perusahaan ini pun harus menjual mineral mentah ke PT Timah.
“Tapi, anehnya, menurut aduan tersebut, PT Timah justru menunjuk lima smelter rekanan untuk membantu processing (peleburan), sehingga PT Timah membeli dari mereka,” kata LaNyalla pada Selasa lalu. Lima perusahaan itu adalah CV VIP, PT Refined Bangka Tin, PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT Tinindo Inti Perkasa, dan PT Stanindo Inti Perkasa.
Mendapat laporan itu, La Nyalla mengaku sempat mendudukkan para pemangku kepentingan di kantornya. Dia juga turut menelusuri di lapangan. Hasilnya, Ketua PSSI periode 2015-2016 itu pun menemukan sejumlah kejanggalan.
Ketua DPD AA La Nyalla Mattalitti. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Pria asal Surabaya itu, antara lain, menemukan PT Timah memproduksi lebih banyak timah batangan pada 2019 ketimbang 2018. Pendapatan perusahaan pun mengalami kenaikan signifikan. Namun laba bruto perusahaan pelat merah itu justru turun sekitar Rp 20 miliar pada kuartal ketiga 2019 dibanding laba bruto periode yang sama pada 2018. PT Timah pun disebut mengalami kerugian sebesar Rp 175 miliar per kuartal ketiga 2019.
La Nyalla dalam laporannya juga menyebutkan ada pelemahan harga timah dunia saat itu. Namun, menurut dia, kerugian lebih disebabkan oleh pembengkakan beban pokok PT Timah. Sementara pada 2018 beban pokok hanya senilai Rp 5,72 triliun, pada 2019 angkanya meningkat lebih dari 100 persen menjadi Rp 13,53 triliun. Di antara beban pokok pendapatan itu, yang paling meningkat drastis adalah pembayaran jasa pihak ketiga dari Rp 213 miliar pada 2018 menjadi Rp 1,97 triliun pada 2019.
La Nyalla berkesimpulan PT Timah membeli tin ingot dari kelima rekanan mereka dengan harga di atas harga normal pasaran. Karena itu, dia menduga terjadi permainan untuk menguntungkan para pihak secara pribadi dengan merugikan badan usaha milik negara tersebut.
“Setelah saya mendapat temuan dan aduan di lapangan, saya tindak lanjuti. Hasilnya saya ekspose dan sampaikan di sidang paripurna DPD,” ujar La Nyalla.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, pun menilai Kejaksaan Agung tak bisa hanya berhenti pada CV VIP. Jika melihat konstruksi kasus korupsi yang biasanya terjadi, menurut dia, wajib hukumnya kejaksaan menelusuri keterlibatan pihak penyelenggara negara. “Dalam UU Tipikor itu, semua menuntut adanya pihak penyelenggara negara atau pegawai negeri yang terlibat dalam praktik korupsi. Jadi memang itu adalah mandat yang tertuang dalam UU Tipikor,” kata Kurnia.
Kuntadi menyadari tidak mungkin penyelenggara negara tak terlibat dalam perkara ini. Hanya, hingga saat ini pihaknya masih terus menelusuri siapa yang harus bertanggung jawab. “Kalau dilihat konstruksinya, tidak ada tindak pidana korupsi tanpa melibatkan pejabat,” katanya.
Sementara itu, pihak PT Timah tak memberikan tanggapan atas kasus ini. Corporate Secretary PT Timah Abdullah Umar tak merespons pesan yang Tempo layangkan hingga berita ini ditulis.
Tempo sempat beberapa kali mencoba meminta konfirmasi soal berbagai tudingan kepada pihak Tamron. Di antaranya Toni Tamsil, adik Tamron yang belakangan juga ditetapkan tersangka oleh Kejaksaan. Namun pesan yang disampaikan Tempo melalui sejumlah nomor yang mereka miliki tak pernah berbalas. Sedangkan pengacara Jhohan Adhi Ferdian menyatakan tak bisa berbicara karena dia hanya menjadi kuasa hukum bagi Tasmin Tamsil, saudara kandung Tamron dan Toni.
Tempo juga sempat mendatangi smelter milik CV VIP di Jalan Kawasan Industri Ketapang Jalan TPI, Kelurahan Temberan, Kecamatan Bukit Intan, Kota Pangkalpinang, pada 2 Februari lalu. Namun tak tampak adanya aktivitas di smelter itu.
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA | SERVIO MARANDA (BANGKA BELITUNG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo