Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Nelayan Migran Indonesia Gugat Perusahaan Amerika karena Kerja Paksa dan Perdagangan Orang

Gugatan dugaan kerja paksa dan perdagangan orang itu diyakini yang pertama dilayangkan terhadap industri boga bahari Amerika Serikat.

13 Maret 2025 | 14.41 WIB

Ilustrasi Nelayan. ANTARA FOTO/Arnas Padda
material-symbols:fullscreenPerbesar
Ilustrasi Nelayan. ANTARA FOTO/Arnas Padda

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sekelompok nelayan migran Indonesia mengajukan gugatan terhadap perusahaan asal Amerika Serikat bernama Bumble Bee Foods atas dugaan kerja paksa dan perdagangan orang pada Rabu, 12 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Greenpeace Indonesia dan Serikat Buruh Migran Indonesia meyakini gugatan ini merupakan yang pertama terhadap industri boga bahari Amerika Serikat atas Undang-Undang tentang Reautorisasi Pelindungan Korban Perdagangan Manusia (Trafficking Victims Protection Reauthorization Act/TVPRA).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

“Ini menjadi momen bersejarah bagi perjuangan penegakan keadilan bagi Awak Kapal Perikanan (AKP) migran Indonesia yang rentan terhadap eksploitasi dalam rantai pasok industri perikanan global,” ujar Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia Fildza Nabila Avianti, dalam keterangan resmi, pada Kamis, 13 Maret 2025. 

Gugatan ini didasarkan atas dugaan kerja paksa yang dialami para penggugat selama bekerja di kapal penangkap ikan tuna yang hasil tangkapannya dijual oleh Bumble Bee Foods. Para penggugat diduga mengalami kekerasan fisik dan emosional, cedera parah yang tidak diobati hingga menyebabkan kecacatan, jeratan utang, jam kerja berlebihan dan gaji yang tidak dibayarkan, dan ancaman finansial terhadap keluarga korban.

Berdasarkan catatan Greenpeace Indonesia dan SBMI, perusahaan induk Bumble Bee Foods di AS yakni Bumble Bee Seafoods yang dimiliki oleh salah satu pedagang tuna terkemuka dunia, perusahaan Taiwan Fong Chun Formosa (FCF) memiliki pendapatan tahunan sebesar US$ 1 miliar. Namun, para nelayan migran Indonesia itu hanya dijanjikan gaji sebesar US$ 400 sampai 600 per bulan. Bahkan mereka kerap mendapatkan potongan gaji besar-besaran hingga upah yang tak dibayarkan.

Dalam gugatan ini, Bumble Bee Foods diduga tahu atau semestinya mengetahui kondisi yang dialami para nelayan migran. “Tetapi secara sadar mendapat keuntungan dari praktik kerja paksa serta perdagangan orang.” 

Sementara itu, SBMI telah menerima dan menangani 943 aduan dari AKP migran sepanjang 2010-2024. Pada 2024 lalu, terdapat 196 kasus yang dilaporkan dengan permasalahan utama meliputi dugaan kerja paksa dan perdagangan orang berupa gaji ditahan atau tidak dibayar, jeratan utang, kekerasan, pekerjaan yang tidak sesuai kontrak, pembatalan keberangkatan, serta pemutusan hubungan kerja sepihak. 

Berkaca dari laporan yang ada, kekerasan itu dialami para AKP migran sejak sebelum berangkat, selama mereka bekerja di atas kapal, hingga pulang ke Indonesia. 

Kuat dugaan akar permasalahan utama dari persoalan ini disebabkan oleh proses perekrutan yang eksploitatif. Selain itu juga faktor biaya tinggi yang tidak transparan, praktik penampungan tidak manusiawi, tipu daya berupa janji-janji menggiurkan, penipuan dan pemalsuan dokumen. “Berujung pada berbagai bentuk eksploitasi fisik, tenaga kerja, dan ekonomi,” kata Ketua Umum SBMI Hariyanto Suwarno.

Menurut Hariyanto, eksploitasi yang dialami para AKP migran ini kerap berlangsung selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Ia pun menyoroti pentingnya pertanggungjawaban pihak-pihak yang diduga meraup keuntungan dari tindakan tidak manusiawi yang mengorbankan hak asasi AKP migran.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus