Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Niah pulang! niah pulang!

Kasus penculikan gadis cilik kurniati (niah) yang diangkat anak oleh keluarga belanda, frederic de best. diadopsi lewat pengadilan negeri jakarta, dari yayasan kasih bunda. (hk)

26 Juni 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETIAP mendengar suara pesawat udara melintas, Ridwan, 3« tahun dan adiknya, Imron Rosyid, 2« tahun berseru, "Niah pulang! Niah pulang!" Ibu mereka, Haniyati, biasanya, langsung menangis. Dan Niah yang ditunggu belum juga kunjung tiba. Di mana Niah alias Kurniati? Gadis cilik berusia 6« tahun itu ternyata ada jauh di Negeri Belanda. Di sana namanya sudah diganti menjadi Mijah, jadi anak angkat keluarga Frederic de Best. Ia diculik dari rumahnya di Jalan Perintis Rt 19/Rw 02, Kelurahan Karet, Setiabudi, Jakarta Pusat 1 November 1980. Yus Amir, ayah Niah, kini tengah memperjuangkan anak wanita satu-satunya dalam keluarganya itu, agar kembali ke pangkuannya, lewat gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Putusan hakim Ruwiyanto yang menangani perkara itu, menurut rencana akan dijatuhkan dalam beberapa hari mendatang. Niah gadis yang lincah dan suka rertawa. "Boneka plastik kesayangannya, masih saya simpan," kata Amir lagi. Gadis kecil berkulit sawo matang itu hilang dari rumah beberapa saat setelah bermain dengan kakaknya, sudianto (kini kelas 2 SD). Ibu mereka yang memburuh di pabrik karet busa waktu itu belum pulang kerja. Amir sendiri sedang pergi ngobyek, setelah berhenti bekerja sebagai karyawan sipil di Kostrad. Keluarga sederhana itu tinggal di rumah setengah tembok, berlantai tanah berukuran 3 x 10 m2. Selain melapor ke polisi, Amir minta tolong pada 27 'orang tua' yang biasa dikenal sebagai ahli kebatinan. "Semua bilang gelap," katanya. Ia mencurigai Syarifah, 42 tahun, bekas pembantu rumah tangga yang kemudian tinggal tak jauh dari rumah Amir. Kecurigaan bertambah setelah anak Moh. Jaelani, tetangganya, bernama Nyi Murni, 3 tahun, juga hilang. Kemudian diketahui, Syarifah bekerjasama dengan Sukiyem alias Mbah Jagung, 52 tahun, yang sehari-harinya dikenal sebagai dukun beranak. Di pengadilan kemudian terungkap, mereka menyerahkan kedua anak itu kepada Yustiawati, bekas perawat. Polisi yang melacak kasus itu mengungkapkan, bahwa anak-anak itu, akhirnya diserahkan kepada Yayasan Kasih sunda pimpinan Jeane Marie Tumewu, 51 tahun. Sembilan orang yang diduga terlibat dalam kasus itu, kemudian diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pada 4 Januari 1982, majelis hakim yang diketuai L.J. Ferdinandus menjatuhkan vonis. Syarifah dihukum 4« tahun, Mbah Jagung 2« tahun, Yustiawati 2« tahun, Sri Atun (dia menculik anak majikannya Oki Afidan, 14 bulan) 3« tahun, Liani 2 tahun dan Ponirah alias Cempluk 6 bulan. Marie Tumewu kena 7 bulan dan seorang bawahannya, Lano D.S., dijatuhi hukuman 5 bulan. Fransisca Westenberg dinyatakan bebas karena hanya terbukti mengasuh anak-anak itu dengan bayaran Rp 1.500/hari tiap anak sebelum diserahkan kepada yayasan-termasuk Niah. Marie Tumewu, Yustiawati dan Lano langsung naik banding. Dalam sidang perdata Selasa pekan lalu, Yustiawati membenarkan menerima Niah dari Syarifah. Ia memberikan 'uang santunan' Rp 200 ribu, dan buru-buru membuatkan akta penyerahan anak itu kepada Yayasan Kasih Bunda. Akta dibuat di hadapan Notaris Maria K. Soeharjo 4 November 1980-tiga hari setelah diculik. Kepada Notaris. Syarifah mengaku bernama Halimah yang karena tak mampu ingin menyerahkan anaknya pada yayasan. Kurniati, disebutkan bernama Mijah. Entah bagaimana caranya, Syarifah juga berhasil mendapatkan surat keterangan dari Kelurahan Kramatjati yang menyatakan Mijah adalah anak kandungnya. Sebab itu, "saya yakin ia benar-benar ibu dari anak yang akan dia serahkan," kata Notaris Maria. NIAH sendiri tak dihadirkan di hadapan noraris. Hadirnya si anak, kata Maria, memang penting. Ia memang menanyakan mengapa anak yang hendak diserahkan tak dibawa. Dijawab bahwa anak itu tidak tahan angin, dan takut shock mendengar langsung dirinya mau diserahkan. Wajah sedih Halimah alias Syarifah waktu itu, "cukup meyakinkan saya bahwa anak itu benar-benar anaknya," kata Maria kepada TEMPO. Apalagi, kata notaris itu pula, waktu itu turut hadir Marie Tumewu dari pihak Yayasan Kasih Bunda dan Yustiawati yang hadir sebagai saksi serah-terima. Notaris itu menerima uang Rp 20.000 dari Yayasan Kasih sunda sebagai biaya pembuatan akta. Tapi Marie Tumewu menyangkal seolah hari itu ia sudah berjanji dengan Yustiawati untuk menghadap Notaris Maria. "Saya datang secara kebetulan, hendak menengok Notaris Maria yang baru melahirkan," katanya. Niah juga tak hadir ketika pada 1 Desember 1980, keluarga de Best mengadopsi anak itu lewat Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. "Karena sudah diserahkan, maka cukup kami dan keluarga de Best serta dua saksi (perawat yang hadir ke sidang," tutur Tumewu. Hakim Suwandono, katanya, ketika itu juga tak menanyakan mengapa si anak tak dibawa. De Best yang bekerja di maskapai asuransi di Negeri Belanda, memang dua bulan sebelumnya menyatakan ingin mengadopsi anak lewat perwakilan Kasih Bunda di Negeri Belanda. Dia sendiri sudah punya dua anak, satu pria dan satu wanita. Istri de Best yang ingin punya anak lagi dilarang dokter, karena ketika melahirkan anak kedua ia mengalami kesulitan. Tapi beberapa hari setelah Yayasan Kasih Bunda menerima penyerahan Mijah, surat-surat kabar menulis tentang hilangnya seorang anak perempuan bernama Kurniati. Polisi yang melacak memberi petunjuk kepada Yus Amir agar menghubungi yayasan yang terletak di Jalan Raden Saleh (Jakarta Pusat) itu. Tapi ia tak menemukan anaknya. Kepada Marie Tumewu, Yus Amir hanya menceritakan ciri-ciri anaknya. Menurut Marie Tumewu, ia sendiri waktu itu tak yakin bahwa Niah alias Kurniati yang hilang itu adalah Mijah yang telah diserahkan Halimah. MEI 1981 Marie Tumewu berkunjung ke Negeri Belanda dan mampir di rumah keluarga de Best di negeri kincir angin itu. Ketika itulah, katanya, ia baru yakin bahwa Mijah tak lain dari Kurniati yang hilang. "Tanda hitam memanjang di bawah dagu Kurniati seperti dikatakan Yus Amir memang betul ada," kata Marie lagi. Pimpinan Yayasan Kasih Bunda ini memberitahukan hal itu kepada orangtua Kurniati. Dua bulan kemudian Amir berkirim surat kepada orang tua angkat Niah. Isinya ia menghendaki Niah kembali ke pangkuannya. Setelah mengetahui latar belakangnya, de Best pada prinsipnya setuju. "Saya gembira mendapat balasannya," kata Amir. De Best lalu 'menuntut' pada Yayasan Kasih Bunda untuk menanggung tiket pesawat dan pengurusan surat-surat agar Niah bisa kembali ke Indonesia. Tumewu mengirimkan 11 ribu Gulden lebih (sekitar Rp 2,8 juta) seperti yang diminta de Best. De Best sendiri sewaktu mengadopsi Niah memberi santunan pada yayasan Rp 200 ribu. Ternyata, kata Marie Tumewu, keluarga de Best berubah pikiran karena santernya pemberitaan tentang Niah, baik di surat-surat kabar Indonesia maupun di Negeri Belanda. "Ia takut keselamatan jiwanya terancam bila datang ke Indonesia menyerahkan Niah," tutur Marie. Karena itu Niah belum juga diantarkan ke Indonesia. Tapi putusan perdata Pengadilan Negeri Jakarta Pusat nanti, barangkali bisa melicinkan jalan bagi keluarga Amir memperoleh anaknya kembali. "Ibunya sudah tak bisa lagi menangis, karena rindu yang berkepanjangan," kata Amir. Peristiwa penculikan anak beberapa waktu lalu memang sering terdengar. Kasus Niah rupanya hanya salah satu dari beberapa saja yang terbongkar lewat pengadilan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus