Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hari beranjak petang ketika Golfried Siregar berpamitan kepada istrinya pada Rabu, 2 Oktober lalu. Menunggang sepeda motor, ia mengatakan kepada sang istri hendak membeli obat ke klinik terdekat dari kontrakan mereka di Jalan Bunga Wijaya Kesuma, Medan Selayang, Medan. Bekas Manajer Hukum Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara tersebut mengaku sedang demam. “Itu terakhir kali saya bertemu dengan suami,” ujar Resmi Barimbing, istri Golfried, pada Kamis, 10 Oktober lalu.
Ibu anak satu itu mulai dihinggapi rasa cemas saat sang suami tak kunjung pulang. Ia mulai belingsatan ketika melihat jam dinding di rumahnya menunjukkan pukul dua dinihari, tapi Golfried tak kunjung datang. Suasana hatinya makin tak keruan karena mendadak sang anak bangun dan menangis keras. Hingga subuh, perempuan 31 tahun itu tak bisa menghubungi nomor telepon seluler suaminya. “Saya waktu itu mencoba menghibur diri dengan menganggap telepon seluler suami sedang habis baterai,” katanya.
Pagi harinya, sekitar pukul 09.00, Resmi kembali mencoba menghubungi nomor ponsel suaminya. Pagi itu semestinya Golfried mengantar dia ke pasar untuk berbelanja kebutuhan dapur. Tapi lagi-lagi Resmi hanya bisa gigit jari karena nomor telepon suaminya tidak aktif. Dua jam kemudian, Resmi mendengar ponselnya berdering. Ia menyangka Golfried yang menghubunginya. “Ternyata Mak Tua yang menelepon,” ucapnya.
Mak Tua adalah panggilan untuk saudara kandung dari ibu Resmi atau tante. Dari ujung telepon, Mak Tua memberi kabar tentang Golfried. Resmi langsung lunglai karena kabar yang sampai bukan yang ia harapkan. “Mak Tua mengabarkan Golfried berada di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik,” ujarnya, masygul. Resmi bergegas mengemasi barang, setelah itu ia bersama anaknya menuju rumah sakit.
Setiba di rumah sakit, Resmi menemukan suaminya sudah tidak sadarkan diri. Ia melihat ada luka memar di kepala Golfried seperti bekas benturan benda tumpul. Tempurung kepalanya nyaris hancur. Adapun di bagian tubuh lain suaminya, Resmi tak menemukan luka apa pun. “Hanya di bagian kepala,” katanya.
Dari para perawat setempat, Resmi mendapat informasi Golfried disebut sebagai korban kecelakaan lalu lintas. Awalnya Golfried dibawa ke Rumah Sakit Mitra Sejati, Medan. Namun, karena Golfried dalam kondisi kritis dan peralatan di sana kurang memadai, ia dilarikan ke Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik. Petugas rumah sakit tersebut langsung membawa Golfried ke ruang perawatan intensif.
Keluarga Golfried tak percaya bahwa pria yang juga pegiat hak asasi manusia itu korban kecelakaan lalu lintas. Selain karena lukanya yang janggal, keluarga mendapat informasi barang berharga yang dibawa Golfried, yakni komputer jinjing, ponsel, dompet, dan cincin, hilang diambil orang. Kondisi sepeda motor Honda CB150R yang ditunggangi Golfried pun hanya rusak ringan, tidak seperti kendaraan yang mengalami kecelakaan parah. Karena alasan itu, Resmi melaporkan peristiwa yang menimpa suaminya ke kantor Kepolisian Sektor Delitua, Medan, pada Sabtu pekan tersebut.
Ketika mendatangi kantor Polsek Delitua, Resmi mengetahui kejadian yang menimpa suaminya sudah tercatat dalam laporan polisi. Pelapornya tercatat Brigadir Kepala R. Sinulingga, penyidik Unit Lalu Lintas Polsek Delitua. Menurut laporan polisi tersebut, telah terjadi kecelakaan lalu lintas dengan korban yang belum diketahui identitasnya. Korban mengendarai sepeda motor Honda CB150R dengan nomor polisi BK-4214. Resmi meyakini itu laporan kasus kejadian suaminya karena ia mengenal nomor sepeda motor sang suami.
Dalam laporan polisi itu juga tertulis korban mengalami luka di wajah, mata sebelah kiri luka lebam, dan tidak sadarkan diri saat dibawa ke Rumah Sakit Mitra Sejati hingga dipindahkan ke Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik. Ada juga laporan kondisi sepeda motornya, yaitu knalpot dan helm tergores, pengikat pijakan kaki belakang patah, dan rem kaki bengkok.
Golfried Siregar/ istimewa.
Selain itu, laporan memuat informasi dari Rumah Sakit Mitra Sejati. Misalnya korban sampai di rumah sakit diantar seorang penarik becak motor. Ada juga tiga pria yang mendorong sepeda motor korban hingga rumah sakit. Petugas rumah sakit kemudian menghubungi polisi. Menurut laporan polisi, Golfried ditemukan di Underpass Titi Kuning, Medan, sekitar pukul 24.45, Kamis, 3 Oktober lalu.
Filia, anggota staf Walhi Sumatera Utara, yang ikut mengurus Golfried di rumah sakit, mengatakan ia sempat memeriksa baju, jaket, dan celana korban. Pakaian korban, kata dia, semuanya dalam kondisi baik. Jika kategorinya kecelakaan di jalan beraspal, menurut Filia, semestinya ada pakaian Golfried yang sobek. Keanehan lain, menurut dia, Golfried ditemukan di jalan aspal yang kering, tapi di kakinya ditemukan pasir dan lumut. “Ini aneh,” ucapnya. Walhi meyakini tewasnya Golfried berkaitan dengan gugatan terhadap perusahaan Cina yang akan beroperasi di Medan. Dengan kematian penggugat, kasus tersebut terancam kandas.
Setelah empat hari terbaring di rumah sakit, Ahad, 6 Oktober lalu, Golfried meninggal dan jenazahnya langsung dibawa ke kampung halaman di Simalungun. Tapi polisi kemudian meminta keluarga membawa jenazah Golfried dibawa lagi ke Medan untuk diautopsi. “Polisi bilang kepada kami supaya tuntas permasalahannya,” kata Serdiana Sitompul, tante Golfried. Sampai pekan lalu, keluarga Golfried belum mendapat hasil autopsi.
Malam hari saat pergi pamit membeli obat kepada istrinya, Golfried mampir ke rumah tantenya di Marendal, Jalan Bajak 1, Gang Peranginan Nomor 23, Kelurahan Harjosari, Medan Amplas. Ia besar di ka-wasan ini karena dulu tinggal bersama tantenya.
Kennedy Silaban adalah warga Gang Peranginan terakhir yang bertemu dengan Golfried sebelum dia meninggalkan kampung itu. Kennedy memergoki Golfried tengah berteduh menunggu hujan reda sambil duduk di atas sepeda motor dengan ransel dan helm tertutup hitam. Keduanya sempat mengobrol, lalu Golfried pergi menuju arah Gang Peranginan sekitar pukul 22.40. “Saya bilang hati-hati jalan licin karena habis hujan,” ujar Kennedy.
Dari rekaman kamera pengintai atau CCTV di bengkel truk yang menyorot ke Gang Peranginan, terlihat tengah malam itu dua laki-laki berboncengan mengendarai sepeda motor matic keluar dari gang dan kemudian berhenti seperti sedang menunggu seseorang. Tak lama kemudian, seorang pengendara sepeda motor besar mirip dengan yang dibawa Golfried malam itu keluar dari gang, tapi memboncengkan orang lain.
Saat berpapasan dengan penunggang sepeda motor matic, dua penumpang motor besar itu berhenti dan terlibat pembica-raan dengan mereka. Satu orang penum-pang motor matic kemudian pindah ke motor besar. Mereka kemudian meninggalkan tempat tersebut dengan posisi motor matic berada di depan. Keesokan harinya, Golfried, pengacara Walhi yang menggugat Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara tentang Perubahan Izin Lingkungan Kegiatan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air Batangtoru, ditemukan terkapar di jalan.
Polisi sudah meminta keterangan 12 orang. Tiga di antaranya telah dikalungi status tersangka. Ketiganya tersangka pencurian. “Di dalam tas korban ada laptop dan telepon seluler, mereka curi dan jual,” ujar Kepala Sub-Direktorat Kejahatan dan Kekerasan Kepolisian Daerah Sumatera Utara Ajun Komisaris Maringan Simanjuntak.
MEI LEANDHA (MEDAN)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo