Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta -Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisaksi Abdul Fickar Hajar menyatakan tidak setuju soal dalam beleid Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Argumen yang disampaikannya hukuman mati adalah manusia tidak berhak menghilangkan nyawa seseorang dan mendahului kehendak tuhan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Saya sendiri berpendapat saya termasuk pihak yang tidak setuju pada hukuman mati karena hukuman mati itu mendahulukan kehendak Tuhan. Hanya Tuhan yang punya kehendak, yang punya kewenangan,” ujarnya saat dihubungi, Kamis, 26 Mei 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurutnya, Pasal 10 KUHP yang berlaku saat ini masih menempatkan hukuman mati masih di posisi teratas dalam pidana pokok. Kemudian nomor dua adalah pidana penjara, ketiga pidana kurungan, keempat pidana denda, dan kelima pidana tutupan.
Abdul mengatakan, hukuman mati juga sudah tidak relevan di negara demokrasi. Sebagai gantinya, hukuman terberat bisa dijatuhkan dengan penjara seumur hidup. “Orang cukup dihukum seumur hidup saja dalam penjara itu sudah mati. Seumur hidup itu kan selamanya di dalam penjara, dia pasti mati juga. Apa bedanya dengan mati?” katanya.
Kepala Divisi Hukum Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Andi Muhammad Rezaldy juga tidak setuju soal hukuman mati. Dia beranggapan hukuman itu tidak ada bukti yang bisa memberikan efek jera.
Selain itu, hukuman mati juga bertentangan dengan HAM. “Hukuman mati juga sebetulnya bertentangan dengan instrumen hak asasi manusia,” tuturnya.
Kemarin, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej menjelaskan pasal-pasal kontroversial dalam RKUHP. Setidaknya ada 15 hal kontroversial dalam draf revisi sebelumnya, termasuk pidana mati.
Edy menyebut KUHP menempatkan pidana mati sebagai salah satu pidana pokok. Sedangkan, RKUHP pada Pasal 100 menempatkan pidana mati sebagai pidana paling terakhir dijatuhkan untuk mencegah dilakukannya tindak pidana.
Selain itu, hukuman mati selalu diancamkan secara alternatif dengan penjara waktu tertentu (paling lama 20 tahun dan pidana penjara seumur hidup). Kemudian pidana mati dapat dijatuhkan dengan masa percobaan selama 10 tahun.
FAIZ ZAKI | FAJAR PEBRIANTO
Baca Juga: Disahkan Pekan Depan, Ini 10 Pasal Kontroversial RKUHP
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini