Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pihak Universitas Islam Riau (UIR) atau Yayasan Lembaga Pendidikan Islam Riau secara resmi telah memecat dengan tidak hormat eks dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) inisial SAL yang diduga melakukan kekerasan seksual terhadap mahasiswa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Humas UIR Harry Setiawan menyebut sanksi berupa pemecatan secara tidak hormat kepada pelaku kekerasan seksual sudah cukup. Ia mengatakan tak ada kewajiban dari kampus untuk memproses kasus kekerasan seksual tersebut ke ranah hukum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kampus itu bergerak di wilayah etik. Yang kita senggol soal etika akademik. Panduan kita Permendikbud No. 30 Tahun 2021,” kata Harry kepada Tempo, Senin, 02 Desember 2024.
Harry juga menganggap memfasilitasi atau membantu untuk memproses kasus kekerasan seksual yang dialami korban ke ranah hukum bukanlah kewajiban kampus. Sebab, kata dia, domain kampus tak lebih dari sebatas memproses ketika ada pelanggaran etik di lingkungan kampus.
“Kita tidak ada domain untuk masuk kepidana. Untuk ranah pidana kita persilakan bagi pihak yang berwenang untuk melaporkan,” kata dia.
Sementara itu, Komisioner Komnas Perempuan Maria Ulfah sempat menjelaskan bahwa tidak ada tawar menawar dalam menangani kasus kekerasan seksual. Setelah berlakunya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), semua bentuk kekerasan seksual baik itu fisik dan verbal masuk dalam wilayah pidana.
Karena itu, setiap pihak berkewajiban untuk melaporkan dan mengedukasi korban bahwa apa yang dialaminya itu dapat diproses secara hukum. Dalam konteks kekerasan seksual di lingkungan kampus, di mana terdapat satgas PPKS di dalamnya, Ulfah mengatakan justru kewajiban untuk memproses secara hukum mestinya datang dari inisiatif satgas tersebut.
“Karena UU TPKS sudah berlaku, maka Permendikbud itu sudah disesuaikan. Ketika kampus sudah mengeluarkan sanksi administratifnya, oke itu baik. Tapi ingat dari sisi pidananya. Yang namanya TPKS, berarti tindakan pidana, kan? Itu harusnya dibawa juga ke ranah hukum pidana,” kata Ulfah.
Dia juga menekankan bahwa hadirnya UU TPKS bertujuan untuk memberi rasa aman dan keadilan bagi korban. Karena itu, dengan memproses kasus ke ranah hukum, dianggap dapat memberikan efek jera bagi pelaku kekerasan seksual.
“Paling penting juga, UU TPKS itu untuk mencegah keberulangan. Karena itu harus ada efek jera. Dan efek jera bisa dilakukan dengan memprosesnya ke ranah hukum.”