Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Anggota TNI yang diduga terlibat kasus pembakaran rumah wartawan Tribrata TV hingga saat ini belum tersentuh.
Polisi baru menetapkan dua warga sipil sebagai tersangka.
Polisi tidak bisa menangani anggota militer yang terlibat tindak pidana.
DUGAAN anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang terlibat pembunuhan wartawan Tribrata TV Rico Sempurna Pasaribu di Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, sudah terungkap di mana-mana. Majalah Tempo menulis anggota TNI tersebut berpangkat kopral satu yang diduga sebagai beking bisnis perjudian. Namun, hingga kini polisi belum menyentuhnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Polisi baru menetapkan dua tersangka penduduk sipil, Rudi Apri Sembiring dan Yunus Syahputra Tarigan alias Selawang. “Kami masih mendalami dugaan potensi pelaku lainnya,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Sumatera Utara Komisaris Besar Hadi Wahyudi, kemarin, 10 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rico Sempurna Pasaribu beserta tiga anggota keluarganya tewas setelah rumahnya dibakar pada 27 Juni 2024.
Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) turun ke Kabanjahe menginvestigasi dugaan pembunuhan itu beberapa hari setelah kebakaran. Mereka menemukan indikasi adanya unsur kesengajaan dalam peristiwa itu. KKJ menduga kebakaran ini berhubungan dengan berita perjudian yang ditulis oleh Rico di portal Tribrata TV.
Pada 21 Juni 2024, Rico menuliskan artikel berjudul “Meresahkan Warga, Tokoh Pemuda Sawa Sembiring Minta Lokasi Perjudian Milik Oknum TNI Segera Tutup”. Sehari kemudian muncul berita lanjutan berjudul “Lokasi Perjudian di Jalan Kapten Bom Ginting Ternyata Milik Oknum TNI Berpangkat Koptu Anggota Batalyon 125 Sim’bisa”.
Dalam tulisan kedua, Rico secara jelas menulis nama HB, prajurit TNI berpangkat kopral satu sebagai beking perjudian di Karo. Lokasi perjudian yang dia tulis berada di Jalan Kapten Bom Ginting, Kelurahan Padang Mas, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Kemudian, pada 23 Juni 2024, dia kembali memberitakan tempat perjudian itu lewat artikel berjudul “Oknum TNI Bandar Judi, Polres Karo Ibarat Makan Buah Simalakama, Disentuh Gatal Gak Disentuh Semakin Menjamur”.
Hadi Wahyudi enggan memberi tanggapan atas dugaan keterlibatan anggota TNI dalam kasus pembakaran rumah Rico. “Mohon bersabar, kita tunggu hasil komprehensif penyidik,” ucapnya.
Kompolnas bersama personel Polres Tanah Karo meninjau rumah wartawan yang terbakar di Kabanjahe, Karo, Sumatera Utara, 2 Juli 2024. ANTARA/Fransisco Carolio
Selain memeriksa Rudi dan Yunus yang sudah menjadi tersangka, kata Hadi, penyidik telah meminta keterangan dua anggota organisasi kemasyarakatan, yaitu BG serta P alias D. Sejauh ini kedua orang itu masih berstatus sebagai saksi.
Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara Komisaris Jenderal Agung Setya Imam Effendi mengatakan, sebelum kebakaran, ada sejumlah saksi yang melihat rumah Rico diawasi lima orang tak dikenal.
Dari penyelidikan, polisi tahu orang tak dikenal itu adalah Rudi dan Yunus yang datang ke rumah Rico berboncengan sepeda motor. Yunus turun dari sepeda motor, lalu menyiram rumah Rico dengan bensin. Setelah itu ia melemparkan pemantik api. Pembakaran rumah Rico terekam dalam kamera closed-circuit television (CCTV).
Menurut Agung, penyidik menemukan botol kemasan air mineral yang diduga digunakan Yunus membawa bensin. Tim laboratorium forensik polisi juga sudah datang ke lokasi untuk memastikan penyebab kebakaran. “Kami sudah menemukan penjual bensin yang dibeli mereka,” tutur Agung.
Selain Rudi dan Yunus, Agung Setya mengklaim telah mengantongi identitas sejumlah orang yang diduga terlibat dalam pembakaran rumah dan pembunuhan Rico. Namun, dia menolak menyebutkan nama-nama mereka karena khawatir mengganggu penyidikan.
Panglima Komando Daerah Militer I/Bukit Barisan Mayor Jenderal Mochammad Hasan mengatakan dugaan keterlibatan anggota TNI dalam pembunuhan Rico masih ia telusuri. “Kami menyatakan dukungan penuh langkah-langkah selanjutnya yang akan ditindaklanjuti oleh Polda,” kata dia di kantor Kepolisian Resor Tanah Karo pada 8 Juli lalu.
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat Brigadir Jenderal Kristomei Sianturi meminta masyarakat melapor jika menemukan bukti keterlibatan prajurit TNI dalam kasus kematian wartawan Tribrata TV tersebut. Namun, dia meminta laporan tersebut disertai bukti yang kuat agar tidak menjadi fitnah. “Jangan hanya katanya, katanya. Harus ada bukti, misalnya ancaman, foto, yang bisa menjadi barang bukti,” ujar Kristomei.
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, mengatakan polisi tidak berwenang menangani prajurit TNI yang terlibat tindakan kriminal. Penanganan pidana untuk anggota militer, kata Bambang, diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
Dalam aturan itu, penegakan hukum terhadap prajurit aktif dilakukan secara khusus, dari proses penyelidikan hingga pembuktian di persidangan. “Prajurit aktif akan diadili di peradilan militer, sedangkan kalangan sipil diadili di peradilan umum,” katanya.
Meski ada batasan itu, kata Bambang, investigasi oleh kepolisian terhadap kematian Rico Sempurna Pasaribu dan keluarganya diharapkan tuntas. “Kejahatan pembunuhan dengan melakukan pembakaran adalah kejahatan serius yang sudah direncanakan,” kata dia.
Menurut Bambang, penerapan peradilan militer bagi prajurit aktif memiliki sisi positif dan negatif. Sisi positifnya, anggota TNI yang melanggar akan dihukum lebih berat di institusi asal, dari pemecatan sampai hukuman penjara.
Selain itu, penyelidikan oleh TNI bisa dilakukan untuk mencari keterlibatan prajurit lain yang tidak bisa disentuh polisi karena keterbatasan dua undang-undang. Namun, kekurangannya, penegakan hukum di lingkup militer sering dilakukan secara tertutup, padahal kejahatannya di ranah sipil.
Idealnya, kata Bambang, prajurit yang melakukan tindak pidana di luar tugas kedinasan diperlakukan sama dengan warga sipil melalui peradilan umum. “Harus diadili di peradilan umum yang lebih transparan dan terbuka,” tuturnya. "Tapi ini jadi perdebatan dan sering diprotes.
Jenazah yang diduga wartawan Tribrata TV, Rico Sempurna Pasaribu, Juni 2024. Istimewa
Ketua Pusat Studi Kebijakan Kriminal Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Nella Sumika Putri sependapat dengan Bambang. Dalam putusan pengadilan militer, seharusnya prajurit aktif bisa dikenakan hukuman lebih berat jika melakukan tindak pidana dan diberi hukuman dari kesatuan asal prajurit tersebut.
Soalnya, kata Nella, peradilan militer belum tentu dapat diakses dengan mudah informasinya seperti peradilan umum. Masalah lainnya adalah menentukan perbuatan prajurit aktif TNI ini sebagai tindak pidana yang mesti diproses di peradilan militer atau peradilan umum.
Dia mencontohkan dugaan korupsi Marsekal Madya Henri Alfiandi ketika memimpin Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas). TNI meminta Komisi Pemberantasan Korupsi menyerahkan Henri untuk diadili di pengadilan militer. “Jadi di sini bukan lagi bicara soal ada orang yang diduga bersalah, tapi bicara soal siapa yang berwenang melakukan penegakan hukum,” ucap Nella Sumika.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Novali Panji Nugroho berkontribusi dalam penulisan artikel ini