Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Benarkah Jaksa KPK Memeras Terdakwa

Seorang jaksa KPK dituduh menerima uang dari pihak beperkara di Lampung Utara. Dewan Pengawas terhambat kewenangan pemeriksaan.

21 April 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KLUSTER perumahan itu hanya berisi delapan unit. Tiap rumah diberi tanda A sampai H. Terletak di Jalan Kebagusan Dalam IV, Jakarta Selatan, perumahan itu dikenal warga sekitar dengan sebutan Cluster Permata Kebagusan. Salah seorang penghuni perumahan itu adalah mantan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi alias KPK, Taufiq Ibnugroho. Ia tengah menjadi sorotan lantaran terseret kasus dugaan gratifikasi dan suap saat masih bertugas di komisi antirasuah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dugaan keterlibatan Taufiq tertuang dalam nota dinas Dewan Pengawas KPK. Surat itu menyebutkan Taufiq terindikasi menerima uang Rp 3 miliar dari sejumlah pihak yang tengah beperkara di KPK. Satu di antaranya kasus yang menyeret pimpinan daerah di Kabupaten Lampung Utara. “Diduga menerima uang sebesar Rp 3 miliar, tapi bukan kasus pemerasan,” ujar anggota Dewan Pengawas KPK, Syamsuddin Haris.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pembiayaan rumah Taufiq sempat menjadi salah satu materi pemeriksaan Dewan Pengawas. Rumah dua lantai itu sekilas tak begitu mencolok. Berdiri di atas lahan sekitar 100 meter persegi, rumah itu memiliki area parkir untuk dua mobil. Tak ada area taman yang cukup luas lantaran seluruh lahan digunakan untuk bangunan. Di situs jual-beli properti, harga pasaran rumah minikluster di kawasan itu Rp 2-3 miliar per unit.

Seseorang yang mengetahui perkara ini dan ikut menjadi saksi dalam pemeriksaan di Dewan Pengawas mengatakan mulanya Taufiq membeli rumah di Kebagusan itu lewat kredit bank. Belakangan, ia melunasi semua utangnya secara kontan. Petunjuk itu terungkap setelah Dewan Pengawas memperoleh informasi soal pencairan dana sekitar Rp 1,3 miliar dari rekening pribadinya. Selain untuk melunasi rumah, sebagian uang tersebut diduga digunakan buat membeli mobil Toyota Pajero Sport.

Sumber uang itu yang menjadi pokok masalah. Taufiq diduga menerima uang dari sejumlah saksi dalam perkara korupsi yang menyeret Bupati Lampung Utara 2014-2019, Agung Ilmu Mangkunegara. Agung ditangkap pada Oktober 2019 karena dituduh menerima suap dari berbagai proyek. Ia menghirup udara bebas pada 22 Januari 2023 setelah menjalani hukuman kurungan di Lembaga Pemasyarakatan Rajabasa. Ia bebas lantaran Mahkamah Agung mengkorting hukumannya dari tujuh tahun menjadi lima tahun penjara lewat pengajuan permohonan peninjauan kembali.

Saat pemeriksaan kasus Agung berlangsung, para saksi mengaku terintimidasi. Mereka ditengarai menyetorkan sejumlah uang agar tak ikut menjadi tersangka. Korbannya diperkirakan dari pejabat hingga pegawai urusan administratif di Lampung Utara. Setoran bahkan diduga berkali-kali dikirimkan melalui satu sumber yang sama.

Taufiq tak kunjung menjawab surat permohonan wawancara yang dikirim ke akun WhatsApp dan nomor telepon selulernya hingga Sabtu, 20 April 2024. Surat permohonan yang sama dikirim ke kediamannya di Cluster Permata Kebagusan pada Jumat sore, 19 April 2024. Karno, petugas keamanan perumahan itu, memilih irit bicara dan melarang Tempo mendekati rumah Taufiq. “Biar suratnya nanti saya sampaikan,” tuturnya.

Taufiq tak lagi berdinas di KPK tak lama setelah kasus itu mencuat. Tempo memperoleh salinan surat perpisahan Taufiq kepada pegawai KPK. Dalam surat bertanggal 21 Maret 2024 itu, Taufiq mengatakan akan kembali bertugas di Kejaksaan Agung setelah sepuluh tahun berdinas di KPK. Di pengujung surat, Taufiq mengucapkan terima kasih kepada pimpinan dan pegawai lain.

Juru bicara KPK, Ali Fikri, membantah dugaan bahwa pengembalian Taufiq ke Korps Adhyaksa berlatar skandal dugaan gratifikasi dan pemerasan. Menurut dia, pimpinan KPK sepakat mengembalikan Taufiq lantaran masa tugasnya sudah berakhir. “Pengabdian dia di KPK sudah lama, sekitar sepuluh tahun. Jadi semata-mata karena pertimbangan tour of duty,” ujarnya.

Jabatan terakhir Taufiq di KPK adalah Ketua Satuan Tugas V Penuntutan. Taufiq adalah jaksa KPK yang punya jejak rekam cukup moncer dalam sejumlah perkara kakap di KPK. Ia adalah jaksa yang mengawal persidangan perkara kartu tanda penduduk elektronik, suap terhadap Bupati Musi Banyuasin, dan kasus suap kepada hakim yang menangani sengketa kepemilikan perusahaan antara PT Asia Pacific Mining Resources dan CV Citra Lampia Mandiri.

Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi Pahala Nainggolan di gedung KPK, Jakarta, 24 Juli 2023./Tempo/Imam Sukamto

Ali Fikri memaparkan, Taufiq sudah memberikan klarifikasi atas tuduhan dalam laporan itu kepada Dewan Pengawas. Dalam pemeriksaan tersebut, Taufiq menyangkal tuduhan memeras dan menerima suap dari para saksi. Dana yang ia gunakan untuk membeli mobil dan melunasi sisa cicilan rumah di Kebagusan berasal dari hasil penjualan tanah di Lampung. “Itu tanah warisan orang tua. Uang penjualan masuk ke rekening itu,” ucap Ali.

Laporan terhadap Taufiq, Ali menambahkan, masuk meja pengaduan pada 15 Januari 2023. Sejumlah saksi, pelapor, dan petunjuk laporan itu sudah didalami. Tim pemeriksa Dewan Pengawas bahkan berkunjung ke Lampung untuk menggali keterangan. Tapi, berbulan-bulan penanganan kasus berjalan, perkara itu tak berujung ke tahap sidang etik. “Sidang etik memang tidak bisa dilakukan jika pada pemeriksaan awal tak ditemukan bukti petunjuk,” kata Ali.

Penilaian Ali dalam kasus itu berbeda dengan Dewan Pengawas. Alih-alih menutup buku, Dewan Pengawas justru mengalihkan penanganan perkara itu lewat nota dinas kepada Kedeputian Penindakan. Deputi Penindakan KPK Inspektur Jenderal Rudi Setiawan membenarkan adanya rekomendasi dalam nota dinas bertanggal 6 Desember 2023. Tapi dia memilih irit bicara ihwal perkembangan kasus itu. “Perkara itu berawal dari aduan masyarakat,” tuturnya.

Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan juga telah menerima disposisi surat penanganan perkara itu dari Deputi Penindakan. Untuk merespons permintaan itu, ia mengutus tim guna mengecek rumah Taufiq di Kebagusan serta meminta laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. “Hasil pemeriksaan Dewan Pengawas dan temuan tim sedang kami olah. Saat ini belum ada kesimpulan,” ucapnya.

Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, menilai pendelegasian Dewan Pengawas kepada Deputi Penindakan bermasalah secara administratif. Sebab, nota dinas itu hendaknya disampaikan kepada pimpinan KPK. Ia menduga penanganan kasus itu berjalan lambat karena adanya gesekan antara Dewan Pengawas dan pimpinan KPK. “Itu terlihat dari sikap seorang pemimpin KPK yang tak mengetahui penanganan perkara ini,” katanya.

Anggota Dewan Pengawas, Albertina Ho, mengatakan sudah memproses laporan terhadap Taufiq sesuai dengan prosedur standar. Dia mengungkapkan, Dewan Pengawas tak bisa memproses laporan pemerasan jaksa itu ke tahap sidang etik karena keterbatasan bukti petunjuk. Dewan Pengawas juga memiliki keterbatasan kewenangan untuk mendalami petunjuk lain yang mengarah pada penyidikan perkara. “Karena itu, dugaan gratifikasi kami serahkan kepada KPK untuk ditindaklanjuti,” ujarnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Bagus Pribadi berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Oper-operan Nota Dinas KPK"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus