Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Pemidanaan Non-Pemenjaraan Dianggap Solusi Over Kapasitas Penjara

Jumlah penghuni penjara mencapai lebih dari 203 persen dari kapasitas yang ada.

27 Februari 2019 | 20.18 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kelebihan kapasitas penghuni penjara di Indonesia menjadi persoalan yang tak kunjung selesai. Data terbaru Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM per Januari 2019, jumlah penghuni rutan dan lapas mencapai lebih dari 203 persen dari kapasitas yang ada.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) pun melihat, salah satu solusi mengatasi overcrowded dengan mengurangi input narapidana ke rutan dan lapas.

"Sebagai langkah awalnya dengan memunculkan kebijakan pemidanaan yang tidak mengutamakan penjara. Saatnya optimalisasi alternatif pemidanaan non-penjara," ucap peneliti ICJR Genoveva Alicia di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, pada Rabu, 27 Februari 2019.

Genoveva menjelaskan, Indonesia sebenarnya sudah mengakui keberadaan alternatif pemidanaan non-pemenjaraan. Ia membeberkan adanya pidana denda, pidana pengawasan, pidana kerja sosial, pidana angsuran, pengembalian kepada orang tua, rehabilitas pengguna, dan korban penyalahgunaan.

Namun, berdasarkan penelitan ICJR, pelaksanaan bentuk pidana alternatif ini tidak dilaksanakan dengan maksimal. Ada beberapa faktor, kata Genoveva, yang menjadi penyebab dari rendahnya penggunaan alternatif pemidaan non-pemenjaraan. "Pertama, adanya perbedaan pandangan antar penegak hukum mengenai tujuan pemidanaan. Banyak yang masih menilai pidana alternatif tidak menimbulkan efek jera," kata dia.

Lalu, regulasi tak berkembang dan peraturan pelaksana tidak tersedia. Menurut Genoveva, tidak ada peraturan teknis yang bisa dipegang dan dijadikan pedoman oleh aparat keamanan. Kemudian, koordinasi antar lembaga yang minim sehingga tidak terlaksana dengan baik.

"Keempat, kepercayaan masyarakat minim. Ini menjadi masalah ketika pidana alternatif tidak familiar, akan ada pandangan bahwa jaksa itu korup," kata Genoveva. Selain itu, sarana dan prasarana di rutan dan lapas yang tidak cukup memadai.

ICJR berharap pemerintah bisa mulai memperhatikan pemidanaan non-pemenjaraan sebagai hukuman alternatif, serta menekan angka overcrowded tahanan di lapas dan rutan di Indonesia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus