Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
KPK membuka opsi menjerat keluarga Rafael Alun Trisambodo dengan pasal TPPU.
Istri, ibu, kakak, adik, hingga anak mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan itu diduga terlibat pencucian uang.
KPK bisa menggunakan pasal kumulatif atau gabungan.
KOMISI Pemberantasan Korupsi membuka opsi menjerat anggota keluarga Rafael Alun Trisambodo dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) apabila ada alat bukti yang cukup. Opsi ini dibuka sebagai tindak lanjut atas fakta-fakta persidangan gratifikasi Rafael.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, lembaganya membuka peluang melakukan penyidikan baru terhadap semua pihak yang diduga terlibat dalam perkara yang sedang disidangkan. "Tentu dengan melihat kecukupan alat bukti yang ada," ujar Tessa melalui aplikasi perpesanan WhatsApp pada Ahad, 10 November 2024. Namun ia belum bisa berkomentar ihwal alat bukti yang dikantongi penyidik KPK karena bersifat materiil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain ada alat bukti yang cukup, kata Tessa, untuk menempuh opsi tersebut, jaksa penuntut umum KPK akan lebih dulu berkomunikasi serta melakukan gelar perkara bersama pimpinan dan pejabat struktural Kedeputian Penindakan KPK. Penyidik akan segera mengumumkan apabila ada penetapan tersangka baru dalam perkara TPPU Rafael.
Jaksa penuntut umum KPK, Rio Frandy, menyebutkan istri, adik, kakak, anak, hingga sang ibu diduga terlibat dalam TPPU yang menjerat Rafael. Dugaan itu muncul setelah di persidangan ditemukan fakta bahwa TPPU tidak hanya dilakukan Rafael bersama istri, Ernie Meike Torondek. Pencucian uang itu ditengarai juga dilakukan bersama ibunda Rafael, Irene Suheriani Suparman; adik, Martinus Gangsar Sulaksono; kakak, Markus Seloadji; serta sang anak, Christofer Dhyaksadarma.
Istri dan anak Rafael Alun Trisambodo, Ernie Meike Torondok dan Angelina Embun Prasasya, dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, November 2023. Dok.TEMPO/Hilman Fathurrahman W.
"Terdapat suatu kerja sama yang erat dan diinsafi dalam mewujudkan tujuan yang dikehendaki bersama," kata Rio saat membacakan tanggapan atas gugatan keberatan terhadap perampasan aset keluarga Rafael dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 7 November 2024. Menurut dia, kerja sama dan kehendak yang sama dimaksudkan itu berupa membayarkan atau membelanjakan harta, serta menempatkan harta yang berasal dari tindak pidana korupsi dalam transaksi yang seolah-olah sah atau legal.
Jaksa penuntut umum KPK mengungkapkan, Rafael melakukan TPPU dengan membeli tanah dan bangunan di Jalan Wijaya IV Nomor 11 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan; tanah serta bangunan di Jalan Meruya Utara dan Jalan Raya Srengseng, Jakarta Barat; satu kendaraan Volkswagen (VW) Caravelle; serta dua kios BM08 dan BM09 Tower Ebony, Kalibata City di Kalibata Residence, Jakarta Selatan.
Rio membeberkan bahwa aset berupa tanah bangunan di Jalan Wijaya dalam harta Irene Suheriani pada surat pemberitahuan (SPT) tahun pajak 2017, 2018, 2019, 2020, 2021, dan 2022 setelah diberi tax amnesty hanya dilaporkan seharga Rp 3,5 miliar. Irene tidak mengubah nilai perolehan harta rumah di Jalan Wijaya tersebut menjadi Rp 10 miliar, melainkan tetap menggunakan nilai Rp 3,5 miliar.
Dalam bukti SPT Irene pada 2009, penghasilan per tahun hanya Rp 44.670.108,00. Tidak ditemukan harta kekayaan yang bisa membayar transaksi tanah bangunan di Jalan Wijaya yang mencapai Rp 10 miliar. Selain itu, Rafael pada 2004 membeli satu mobil VW Carravelle seharga Rp 600 juta dan menyamarkan kepemilikannya dengan memakai nama Ernie Meike.
Berikutnya, jaksa penuntut umum juga membeberkan bukti satu bundel dokumen perjanjian pengikatan jual-beli satuan rumah susun di Kalibata Residence Nomor 00006307 tertanggal 9 Agustus 2008 dengan unit di lantai GF Blok E Nomor BM08 dan BM09 antara Joiske J. Worotitjan qq Gangsar Sulaksono dengan PT Pradani Sukses Abadi.
Dalam persidangan, Rafael Alun berdalih bahwa ruko tersebut milik Gangsar yang pada 2009 masih berada di Jepang. Berdasarkan fakta di persidangan, kata dia, ruko itu pernah digunakan sebagai kafe Bilik Kopi milik Rafael. Perjanjian pengikatan jual-beli satuan rumah susun tersebut ditandatangani Joiske, pegawai Artha Mega Ekadana (Armee), perusahaan milik Rafael.
Menanggapi rencana lembaga antirasuah tersebut, ahli TPPU Yunus Husein menilai KPK bisa menjerat keluarga Rafael dengan Pasal 3, 4, atau 5 Undang-Undang TPPU. Dia menuturkan KPK bisa menggunakan salah satu ataupun ketiga pasal itu sekaligus.
"Bisa saja menggunakan Pasal 3, Pasal 4, atau Pasal 5. Tergantung, nih, hendak pakai pasal mana. Bisa salah satunya, bisa juga ketiganya. Yang penting harus ada hasil kejahatan Rafael," kata Yunus saat dihubungi.
Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan ini menjelaskan, Pasal 3 Undang-Undang TPPU mengatur tindak pidana pencucian uang yang dilakukan dengan cara menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayar, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan, atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diduga merupakan hasil tindak pidana.
Pasal 4 mengatur pidana bagi pelaku yang menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan. Pasal 5 mengatur tindak pidana pencucian uang pasif, yakni setiap orang yang menerima atau menguasai harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana, serta setiap orang yang turut serta melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana pencucian uang, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5.
Yunus menyebutkan, apabila anggota keluarga Rafael melakukan lebih dari satu perbuatan TPPU, KPK bisa menggunakan pasal kumulatif atau gabungan, yakni Pasal 3, 4, dan 5. Menurut dia, apabila putusan terhadap Rafael sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah, terbukti secara sah dan benar adanya hasil tindak kejahatan korupsi berupa gratifikasi sebagai tindak pidana asal sehingga dapat dilakukan penyidikan terhadap anggota keluarganya.
Sebelum menjerat anggota keluarga Rafael dengan Undang-Undang TPPU, Yunus mengingatkan, KPK harus mengantongi minimal dua bukti permulaan yang menunjukkan adanya perbuatan pidana dan pelaku. "Untuk KPK lebih ketat syaratnya, sprindik (surat perintah penyidikan) tidak boleh kosong. Kata kuncinya, siapa pelakunya," ucapnya.
Sependapat dengan Yunus Husein, peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yuris Rezha Kurniawan, menyebutkan KPK punya peluang menjerat siapa saja dalam kasus ini sepanjang orang tersebut menjadi pelaku pasif tindak pidana pencucian uang sesuai dengan Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang TPPU. "Artinya, jika ada seseorang, baik anggota keluarga maupun orang dekat pelaku korupsi, yang ikut menikmati harta benda yang mana ia ketahui atau setidaknya ia patut menduga bahwa harta benda tersebut merupakan hasil kejahatan korupsi," ujarnya.
Yuris menjelaskan, setiap orang, termasuk keluarga ataupun orang terdekat Rafael Alun, bisa dijerat sebagai pelaku pasif pencucian uang apabila mereka mengetahui harta benda tersebut berasal dari korupsi. Menurut dia, hal penting yang harus diperhatikan penegak hukum adalah memastikan penegakan proses hukum, khususnya tindak pidana korupsi, membuat efek jera bagi pelaku korupsi dan orang-orang lain yang sering menjadi "penadah" hasil kejahatan korupsi.
Selain itu, KPK perlu memastikan penerima harta benda hasil kejahatan tersebut memang tidak memiliki iktikad baik. KPK harus mendasarkannya pada bukti-bukti atau hasil pemeriksaan dalam proses persidangan untuk memastikan bahwa seseorang yang akan dijerat memang mengetahui atau bahkan mungkin sengaja ikut serta menyamarkan harta benda hasil kejahatan rasuah tersebut.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo