Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Pemindahan Terpidana Mati Mary Jane Fiesta Veloso ke Filipina, Yusril Bantah Ada Barter Tahanan

Kabar mengenai pemulangan terpidana mati Mary Jane Fiesta Veloso disampaikan oleh Presiden Filipina melalui akun media sosial.

21 November 2024 | 19.08 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, dan Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, membantah adanya kesepakatan pertukaran narapidana dalam kebijakan pemindahan terpidana mati Mary Jane Fiesta Veloso ke negara asalnya, Filipina.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mantan Menteri Sekretaris Negara era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu menjelaskan bahwa kebijakan transfer of prisoner berbeda dengan exchange of prisoner. Yusril menegaskan bahwa Indonesia tidak melakukan kesepakatan pertukaran narapidana dengan Filipina. "Nggak ada barter narapidana," ucap Yusril kepada Tempo melalui sambungan telepon, Kamis, 21 November 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam kebijakan pemindahan tahanan, pemerintah mengembalikan seorang narapidana ke negara asalnya untuk menjalani sisa hukuman sesuai dengan putusan pengadilan. “Kalau barter, yang namanya exchange of prisoners, itu tukar-menukar narapidana,” tutur Yusril. 

Dia pun menjelaskan bahwa Indonesia pernah melakukan exchange of prisoner dengan Malaysia. “Tapi itu sudah lama sekali, mungkin sebelum saya jadi Menteri Kehakiman pada waktu itu,” katanya. 

Ketua Kelompok Kerja Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Deddy Eduar Eka Saputra juga mengonfirmasi soal kesepakatan pemindahan Mary Jane Veloso ke Filipina. Menurut dia, permohonan itu diajukan langsung oleh pemerintah Filipina. 

“Indonesia mengambil kebijakan transfer of prisoner, bukan exchange of prisoner atas dasar permintaan dari negara yang bersangkutan,” kata Deddy dalam keterangan resmi pada Rabu, 20 November 2024. 

Kabar mengenai pemulangan terpidana mati perkara penyelundupan narkoba Mary Jane Veloso disampaikan oleh Presiden Filipina Ferdinand "Bongbong" Marcos Jr melalui akun media sosial resminya, kemarin.

Mary Jane Veloso akan pulang,” demikian tulis Bongong di akun X @bongbongmarcos, Rabu, 20 November 2024.

Bongbong menyebut keputusan ini sebagai hasil diplomasi dan konsultasi yang panjang antara pemerintah Filipina dan Indonesia. “Kami berhasil menunda eksekusinya cukup lama hingga mencapai kesepakatan untuk akhirnya memulangkannya ke Filipina,” kata Bongbong. 

Adapun Mary Jane Veloso merupakan pekerja rumah tangga yang ditangkap Petugas Bea dan Cukai Banda Udara Adisutjipto Yogyakarta pada 25 April 2010. Ia kedapatan membawa 2,6 kilogram heroin dalam kopernya. 

Akibatnya, perempuan asal Filipina itu harus menghadapi persidangan di Indonesia. Dalam persidangan, ia membantah mengetahui keberadaan narkotika itu. Dia mengaku dijebak temannya, Maria Cristina Sergio. Maria, menurut dia, menjanjikannya pekerjaan di Kuala Lumpur, Malaysia. Namun, setelah tiba di Kuala Lumpur, dia justru disuruh menunggu di Yogyakarta. Menurut pengakuan Mary Jane, Maria juga lah yang memberikan koper berisi heroin itu kepadanya. 

Pembelaan Mary Jane tak digubris oleh hakim. Enam bulan sejak penangkapan, pada 11 Oktober 2010, Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta, menjatuhkan hukuman mati kepada Mary. Rencananya eksekusi dilaksanakan pada 29 April 2015 di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Namun, pemerintah Indonesia menunda pelaksanaan eksekusi mati itu dengan alasan menunggu proses hukum di Filipina selesai. Sejumlah pegiat anti-perdagangan manusia menilai Mary Jane merupakan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus