Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rachmat, membantah telah menyerahkan uang kepada hakim PN Surabaya Heru Hanindyo. Dia berkali-kali meminta maaf kepada Heru lantaran mencatut namanya di slip penukaran valuta asing atau money changer.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lisa hadir sebagai saksi dalam persidangan kasus suap terhadap tiga hakim PN Surabaya, yakni Heru Hanindyo, Erintuah Damanik, dan Mangapul pada Selasa, 25 Februari 2025 di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. Dalam sidang itu, kuasa hukum Heru menanyakan apakah kliennya diberi uang Rp 1 miliar dan SGD 120 ribu, seperti yang tertulis di dalam dakwaan jaksa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Di dakwaan itu, Pak Heru menerima Rp 1 miliar dan SGD 120 ribu?" kata kuasa hukum bertanya kepada Lisa.
Lisa membantah, dia mengklaim bahwa uang itu adalah honornya sebagai kuasa hukum Ronald Tannur. Dia mengaku menulis nama Heru di slip money changer karena Heru merupakan salah satu hakim yang menangani kasus Ronald.
"Sudah saya sampaikan bahwa itu honor saya dari klien. Kebetulan majelisnya Pak Heru, dan itu hanya tulisan saya saja. Saya minta maaf, Pak Heru," kata Lisa.
Dia menyatakan uang tersebut tidak pernah diserahkan kepada Heru. "Bukan untuk Pak Heru, itu honor saya, kebetulan majelisnya Pak Heru."
Hakim Heru pun ikut mencecar Lisa mengenai keberadaan namanya di dalam slip money changer itu. Dia mengatakan, pencatutan namanya itu telah memengaruhi nama baiknya.
"Apakah Saudara menyerahkan uang itu kepada saya?" kata Heru.
"Tidak," ucap Lisa.
"Sekali lagi yang disebutkan Rp 500 (juta) tambah Rp 500 (juta) tambah SGD 120 ribu, kemudian ada foto uang dolar. Ditulis 'Pak Heru Ronald' kemudian yang slip money changer, ditulis 'P Heru Ronald'. Itu Saudara kasih gak ke saya?" kata Heru lagi.
Lisa lagi-lagi meminta maaf kepada Heru. Heru tak terima, dia menyebut Lisa sudah lancang mencatut namanya.
"Kenapa sekali lancang Saudara tulis nama saya tapi Saudara tidak memberikan, ini kan jadi ambigu seperti ini," ujar Heru. Dia menanyakan kembali kepada Lisa, apakah pernah memberikan uang dalam bentuk mata uang rupiah, dolar Singapura, Yen Jepang, Riyal Arab Saudi, dolar Amerika, serta Euro.
"Tidak, pak," kata Lisa.
Sebelumnya, tiga hakim PN Surabaya didakwa menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu atau sekitar Rp 3,67 miliar. Ketiga hakim tersebut adalah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.
Jaksa penuntut umum (JPU) menduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk memengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepada mereka untuk diadili. Ketiganya diduga telah mengetahui bahwa uang yang diberikan oleh pengacara Lisa Rahcmat adalah untuk menjatuhkan putusan bebas (vrijspraak) terhadap kliennya, Ronald Tannur.
"Diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili," kata JPU Kejaksaan Agung (Kejagung) Bagus Kusuma Wardhana dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, pada Selasa, 24 Desember 2024.
Selain itu, JPU menilai Erintuah Damanik juga menerima uang gratifikasi. Duit uang diterima itu sebesar Rp 97,5 juta, S$ 32 ribu, dan RM 35.992,25.
Mangapul juga didakwa menerima gratifikasi berupa uang tunai sebesar Rp 21,4 juta, US$ 2.000, dan S$ 6.000. Sedangkan Heru Hanindyo didakwa menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp 104.500.000 atau Rp 104,5 juta, US$ 18.400, S$ 19.100, ¥ 100.000, € 6.000, dan SR 21.715.
Ketiganya didakwa menerima suap sehingga menjatuhkan vonis bebas terhadap Ronald Tannur yang melanggar Pasal 12c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Atas penerimaan gratifikasinya, ketiganya didakwa melanggar Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Amelia Rahima Sari berkontribusi dalam penulisan artikel ini.