Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemohon gugatan praperadilan perkara tilang elektronik Denny Andrian Kusdayat meragukan kecanggihan kamera pengawas CCTV yang digunakan untuk merekam aktivitas pelanggaran lalu lintas. Dalam kasus ini, Denny dikirimi surat tilang elektronik walau yang mengendarai mobilnya adalah orang lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Kami duga jangan-jangang spesifikasi CCTV yang katanya canggih itu tidak secanggih yang mereka (Polda Metro Jaya) bilang," ujar Denny di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 20 Agustus 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Selama sidang berlangsung, tutur Denny, pihak tergugat yakni Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Gatot Eddy Purnomo dan perwakilannya tidak pernah menghadirkan rekaman CCTV. Padahal, rekaman itu disebut menjadi dasar pengiriman surat tilang elektronik atas nama Denny.
"Kata mereka orang menelepon bisa terlihat, nggak pake seat belt bisa terlihat, faktanya dalam persidangan tidak pernah ada CCTV," ujar Denny.
Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sudjarwanto telah menolak gugatan praperadilan yang diajukan Denny. Hakim menilai, objek perkara berupa surat tilang elektronik bernomor B/1119/VII/YAN.1.2/2019/Datro merupakan alat konfirmasi dugaan pelanggaran lalu lintas yang dilayangkan oleh Dirlantas Polda Metro Jaya terhadap Denny. Menurut hakim, surat itu tidak termasuk dalam objek perkara praperadilan.
"Sehingga hakim berpendapat tidak berwenang untuk memeriksa permohonan tersebut," ujar Sudjarwanto membaca putusan pada Selasa, 20 Agustus 2019.
Sebelumnya, Denny Adrian yang berpofesi sebagai advokat tersebut mendaftarkan gugatan lantaran tidak terima ditilang. Menurut dia, orang yang mengendarai mobil dan diduga melakukan pelanggaran lalu lintas pada 17 Juli 2019 adalah saudaranya Mahfudi. Walaupun, mobil yang dikendarai tercatat atas nama Denny Andrian. Dalam gugatannya, dia juga meminta Polda Metro Jaya membayar ganti rugi imateril sebesar Rp 3 miliar.