Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keluhan pusing dan lelah disampaikan Joko Driyono kepada bekas Ketua Badan Liga Indonesia, Andi Darussalam Tabusalla. Kepada mentornya itu, Joko baru merasa berat menjadi pelaksana tugas Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia yang tengah didera isu pengaturan pertandingan. Joko melontarkan keluhan itu ketika ditelepon Andi pada Senin dua pekan lalu. “Dia bilang mau istirahat karena sedang sakit,” ujar Andi, Kamis pekan lalu.
Tiga hari kemudian, Satuan Tugas Antimafia Bola menetapkan Joko sebagai tersangka. Andi mengaku terkejut saat mendengar kabar Joko disebut polisi telah memerintahkan tiga orang untuk mengambil dokumen, laptop, dan sejumlah barang bukti untuk penyidikan kasus pengaturan pertandingan. “Saya mengenal dia sejak lima tahun lalu. Dia kadang saya anggap sebagai adik sendiri,” kata Ketua Komisi Disiplin PSSI 2005-2006 itu.
Dibanding Andi, Joko lebih awal berkarier di PSSI. Ketika lembaga ini dipimpin Azwar Anas pada 1991, ia sudah menduduki posisi sebagai anggota. Pria asal Ngawi, Jawa Timur, ini masih melanjutkan kepengurusannya di PSSI setelah Azwar lengser pada 1998, yang kemudian digantikan Agum Gumelar (1999-2003). Di era inilah Andi mulai aktif di PSSI.
Dunia sepak bola memang tak asing bagi Joko Driyono karena saat muda ia bermain bersama tim Piala Soeratin Ngawi. Dia juga tetap bermain sepak bola saat menempuh pendidikan di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Joko muda pernah berlaga di Putra Gelora—klub internal Persebaya—dan nyaris masuk tim Arseto Solo. Namun dia memilih berfokus pada kuliahnya di ITS. Setelah menyandang status sarjana, Joko—yang biasa disapa Jokdri—melanjutkan sekolah komputer di Jerman.
Kembali dari Jerman, Joko bekerja di Krakatau Steel, Cilegon. Dia menjabat Kepala Bagian Informasi Teknologi Krakatau Steel. Pada 2000, ketika Pelita Jaya meninggalkan Solo dan bergabung dengan tim Krakatau Steel, naluri Joko terjun ke dunia sepak bola kembali muncul. Ia menanggalkan pekerjaannya di Krakatau Steel saat pemilik klub Pelita Jaya Krakatau Steel (Pelita Jaya KS), Nirwan Bakrie, menawarinya menjadi manajer klub pada 2003. Nirwan kala itu menjabat Wakil Ketua Umum PSSI dengan ketuanya adalah Nurdin Halid. “Jokdri pemain andal. Kami sering bermain bareng sejak dia di Pelita KS,” ujar pengamat sepak bola Mohamad Kusnaeni.
Pada 2006, Nirwan melepaskan kepemilikan Pelita Jaya KS, yang dibangunnya pada 1985. Namun Joko tetap menjabat manajer klub yang bermarkas di Cilegon, Banten, itu. Di tengah mengurus Pelita Jaya KS, Joko kemudian ditarik Andi Darussalam Tabusalla menjadi Direktur Kompetisi Badan Liga Indonesia. Badan Liga menjadi penanggung jawab pelaksanaan kompetisi dan di bawah naungan PSSI.
Andi mengaku mengenal Joko Driyono lewat Nirwan Bakrie. “Saat masih di Pelita KS, dia sering memberi masukan konsep-konsep pertandingan ke PSSI. Makanya kami ajak mendirikan liga,” ucap pria yang pernah membantu Nirwan dalam penuntasan kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, itu. Andi kala itu menjabat Direktur Eksekutif Badan Liga Indonesia dan Nirwan menjadi ketuanya.
Sejak saat itu, karier Joko di PSSI kian moncer. Ia kemudian menduduki posisi Sekretaris Jenderal PSSI mendampingi Nurdin Halid pada 2011. Joko menggantikan figur legendaris Nugraha Besoes, yang hampir 30 tahun menjadi Sekjen PSSI. Tapi arus kencang tuntutan reformasi PSSI ketika itu membuat Joko terpental jauh ke luar orbit.
Dibanding Andi, Joko lebih awal berkarier di PSSI. Ketika lembaga ini dipimpin Azwar Anas pada 1991, ia sudah menduduki posisi sebagai anggota. Pria asal Ngawi, Jawa Timur, ini masih melanjutkan kepengurusannya di PSSI setelah Azwar lengser pada 1998, yang kemudian digantikan Agum Gumelar (1999-2003). Di era inilah Andi mulai aktif di PSSI.
Kisruh di PSSI terjadi akibat Nurdin, yang masih menjabat ketua umum, berada di balik jeruji besi sejak 2007 karena perkara korupsi pengadaan minyak goreng dan beras Bulog. Dia enggan menanggalkan jabatan yang diemban sejak 2003 itu meski aturan Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) tidak memperbolehkan pelaku kriminal menjadi ketua umum sebuah asosiasi sepak bola nasional.
Karena alasan itu, banyak kalangan mendesak Nurdin Halid mundur. Di tengah kisruh itu, akhirnya PSSI dipimpin Djohar Arifin Husin pada 2011. Orang-orang lama bawaan rezim Nurdin Halid dan Nirwan Bakrie terpental. Djohar mengubah format kompetisi yang telah dibentuk PT Liga Indonesia dari Liga Super Indonesia menjadi Liga Primer Indonesia.
Harapan perubahan setelah era rezim Nurdin Halid ternyata tak terjadi. Kondisi PSSI makin kacau karena terdapat dualisme kepengurusan, yakni Djohar Arifin dan La Nyalla Mattalitti. La Nyalla membentuk PSSI tandingan bernama Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia pada 2012. Hal ini sebagai respons atas keputusan Djohar yang kontroversial. Dalam dualisme ini, Joko Driyono masuk rombongan La Nyalla. Meski begitu, dalam Kongres PSSI di Surabaya pada 2013, Joko ditunjuk menempati lagi kursinya yang sempat hilang itu.
Kembalinya Joko adalah indikasi terang bahwa para pemain lawas di organisasi sepak bola nasional itu telah berkuasa lagi. Kepada Tempo pada 2013, pria berkacamata ini tak menutupi kemenangan kubunya dalam pertarungan panjang memperebutkan PSSI.
Sepanjang wawancara, dia kerap menggunakan kata “kami” dan “kubu mereka” untuk menggambarkan konflik sepak bola nasional dua tahun terakhir. “Mazhab mereka berbeda dengan kami. Sepak bola tidak bisa dijalankan hanya karena ada seseorang yang punya duit ingin menggelar kompetisi,” ujar Joko saat itu.
Joko juga masih menjadi Chief Executive Officer (CEO) PT Liga Indonesia, perusahaan yang mengelola kompetisi sepak bola kasta tertinggi di Tanah Air. Rangkap jabatan tersebut menjadi sorotan banyak pihak karena dua posisi ini dianggap vital sehingga membutuhkan konsentrasi penuh dalam menjalankan tugas.
Saat itu Joko menyatakan akan segera menyampaikan kepada para pemegang saham PT Liga Indonesia mengenai penugasan barunya sebagai Sekretaris Jenderal PSSI. Ia bermaksud agar PT Liga mencari penggantinya. Namun, dalam rapat umum pemegang saham PT Liga Indonesia pada tahun berikutnya, Joko kembali terpilih sebagai CEO.
Setelah Djohar Arifin Husin lengser sebagai Ketua Umum PSSI pada 2015, La Nyalla Mattalitti terpilih sebagai ketua umum yang baru melalui kongres luar biasa PSSI yang digelar di Surabaya. Joko juga mencalonkan diri sebagai ketua umum, tapi kalah suara dari La Nyalla.
Namun PSSI di bawah La Nyalla pun kembali didera masalah. Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi menjatuhkan sanksi administratif terhadap kepengurusan PSSI era La Nyalla. Intervensi pemerintah diketahui FIFA dan berujung pada pembekuan PSSI. Sanksi tersebut membuat tidak ada kompetisi yang bergulir saat itu. Namun Joko, lewat PT Gelora Trisula Semesta, mengelola kompetisi tidak resmi bernama Indonesia Soccer Championship.
Setelah sanksi dicabut, harapan kembali muncul kepada ketua umum yang baru, Edy Rahmayadi. Edy menggantikan La Nyalla Mattalitti, yang mengundurkan diri pada 13 Mei 2016 karena tersandung kasus korupsi. Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat itu terpilih -sebagai Ketua Umum PSSI dalam kongres luar biasa pada November 2016. Joko Driyono didapuk sebagai wakilnya. Dia kemudian mendapat posisi mentereng sebagai Wakil Presiden Federasi Sepak Bola Asia Tenggara (AFF) pada 2017. Pada tahun yang sama, Joko melalui PT Jakarta Indonesia Hebat menguasai 50 persen saham klub Persija.
Dalam perjalanannya, Edy kemudian terpilih sebagai Gubernur Sumatera Utara pada pemilihan kepala daerah 2018 dan meninggalkan jabatannya di PSSI pada Januari 2019. Kursi kosong tersebut kemudian diisi Joko. meski hanya sebagai pelaksana tugas.
Bola di Tangan Mafia
Liga 2
LINDA TRIANITA, MUSTAFA SILALAHI, DIDIT HARIYADI (MAKASSAR)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo