Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Penilapan Barang Bukti Rp 23,9 Miliar Kasus Robot Trading Fahrenheit yang Seret Jaksa Masih Pemberkasan

Tiga tersangka dalam penilapan barang bukti kasus Robot Trading Fahrenheit meliputi jaksa Azam Akhmad Akhsya dan dua pengacara.

8 April 2025 | 13.32 WIB

Aspidsus Kejati DKI Jakarta Syarief Sulaeman Nahdi (tengah) didampingi Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DKI JakartaSyahron Hasibuan. Dokumentasi Kejati DKI Jakarta
Perbesar
Aspidsus Kejati DKI Jakarta Syarief Sulaeman Nahdi (tengah) didampingi Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DKI JakartaSyahron Hasibuan. Dokumentasi Kejati DKI Jakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kasus penilapan barang bukti Rp 23,9 miliar dalam perkara investasi bodong robot trading Fahrenheit belum naik ke tahap dua. “Belum, masih pemberkasan di teman-teman tim penyidik,” ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jakarta Syahron Hasibuan, Selasa, 8 Maret 2025. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya, penyidik Kejati Jakarta menetapkan tiga tersangka di kasus penilapan barang bukti ini. Salah satu tersangkanya jaksa yang menangani perkara tersebut, Azam Akhmad Akhsya. Dua tersangka lain meliputi pengacara korban kasus penipuan investasi bodong robot trading Fahrenheit, Octavianus Setiawan dan Bonifasius Gunung. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Barang bukti yang mereka tilap berupa uang yang disita oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Barat dari terdakwa Hendry Susanto. Berdasarkan vonis Pengadilan Negeri Jakarta Barat terhadap Hendry, uang rampasan sebesar Rp 89,6 miliar harus dikembalikan kepada 1.449 korban. 

Dari dokumen BA-20, berita acara pengembalian barang bukti yang dikeluarkan kejaksaan, kelompok yang diwakili Octavianus seharusnya menerima pengembalian Rp 53,7 miliar untuk sekitar 900 korban. Namun, korban hanya menerima Rp 35,9 miliar. 

Selisih pengembalian juga dialami kelompok korban yang diwakili oleh Bonifasius. Berdasarkan dokumen BA-20, mereka seharusnya  mereka menerima Rp 8,4 miliar. Tapi yang diterima korban hanya Rp 2,3 miliar. Usut punya usut, ternyata kekurangan pengembalian itu ditilap oleh ketiga tersangka dengan modus membuat BA-20 palsu. Mereka membuat seolah-olah nilai yang dikembalikan oleh kejaksaan hanya sebesar yang mereka terima dari pengacara. 

Azam ditetapkan sebagai tersangka pada 24 Februari 2025, kemudian menyusul Oktavianus dan Bonivasius jadi tersangka pada 28 Februari 2025. Kasus ini terbongkar setelah korban menyadari ada kejanggalan pada BA-20 yang mereka terima.

Kemudian, ketua paguyuban mereka yakni Davidson Samosir mempertanyakan hal itu kepada Kejari Jakbar. Di sinilah baru diketahui bahwa BA-20 yang dimiliki oleh Kejari Jakbar berbeda dengan BA-20 yang korban terima dari pengacara. 

Jihan Ristiyanti

Lulusan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Surabaya pada 2020 , mulai bergabung dengan Tempo pada 2022. Kini meliput isu hukum dan kriminal.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus