Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Penyulap kredit guru

50 guru di cianjur, jabar, menjadi korban penipuan bendahara dinas p dan k cianjur, opik syarifudin. dengan dalih kredit profesi, opik menggadaikan sk pengangkatan guru-guru tsb ke bpd.

15 Juni 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dengan dalih kredit profesi, 50 guru SD di Cianjur ditipu kantor P & K di wilayahnya. Kasus serupa juga terjadi di Karawang. CERITA suka duka guru hampir tak ada senangnya. Sudah gajinya kecil, mereka selalu menjadi korban pemerasan, dan penipuan. Pelakunya, tak jauh-jauh, atasan-atasan mereka juga di jajaran P & K, seperti yang kini dialami sekitar 50 orang guru SD di Cianjur, Jawa Barat. Mereka, seperti yang pekan-pekan ini terungkap di pengadilan, dikelabui Bendahara Dinas P & K Ranting Bojongpicung, Cianjur, Opik Syarifudin. Si bendaharawan, menurut dakwaan jaksa, dengan seenaknya meminjam SK pengangkatan guru-guru itu dan kemudian menggadaikannya ke Bank Pembangunan Daerah (BPD) untuk mendapat Kredit Profesi Guru (KPG) dalam pembelian sepeda motor. Setiap SK itu mendapat fasilitas kredit Rp 2,4 juta. Berkat kerja sama dengan dealer sepeda motor di daerah itu, Opik bisa menerima langsung uang kontan atas nama guru-guru itu Rp 1,4 juta per orang. Sisanya Rp 1 juta masuk ke saku si dealer sebagai komisi. Guru-guru yang namanya "dicatut" tak memperoleh apa-apa dalam permainan itu. Dalam kejahatan itu, kata jaksa, Opik dibantu seorang pesuruh kantornya, Atang, dan 'direstui' atasannya, Kepala Dinas P & K Ranting Bojongpicung, Domi Suryana. Pada September 1989, seorang guru SD Sukarsirna, Bojongpicung, Djumroni, 34 tahun, didatangi Atang. Atang mengaku disuruh Opik meminjam fotokopi SK pengangkatan Djumroni. Karena perintah atasan, Djumroni mengabulkan. Beberapa hari kemudian, Djumroni diminta datang ke dealer motor menandatangani surat-surat akad kredit KPG (Kredit Profesi Guru). "Saya jamin gaji kamu tak akan dipotong," kata Opik waktu itu. Untuk menenteramkan hati Djumroni, Opik memberi uang transpor Rp 40 ribu. Ternyata, ada sekitar 50 orang, sebagian besar guru, yang bernasib sama dengan Djumroni. Dari semua itu Opik mengantungi sekitar Rp 70 juta. Domi, yang meneken persetujuan kredit, kebagian Rp 1 juta, sementara Atang mendapat Rp 750 ribu. Petugas kredit di BPD mendapat jatah Rp 50 ribu/SK. Tapi, di persidangan Pengadilan Negeri Cianjur, Domi membantah terlibat. Ia mengaku menandatangani surat yang disodorkan Opik. "Tapi saya tak pernah memeriksa secara teliti. Saya tahu ini untuk kredit motor para guru, ya, saya ikut senang saja," kata Domi Suryana. Kasus itu cukup lama terbongkar karena hampir setahun gaji guru-guru itu masih utuh. Soalnya, tagihan BPD itu dicicil Opik. Tapi, belakangan, Juni 1990, cicilan Opik tersendat sehingga kas gaji guru berkurang Rp 700 ribu. Bersamaan itu terjadi pergantian Kepala Dinas Ranting dari Domi kepada H. Muhidin. Di situ ketidakberesan mulai terungkap. Tahu belangnya sudah tercium, Opik kabur. Polisi, yang dilapori kasus itu, menangkap Domi dan Atang Desember 1990. Opik menyusul ditangkap. Semua pelaku kini memang diadili. Tapi akibatnya bagi guru-guru sungguh tak enak. Sejak Juli 1990, secara serempak gaji mereka dipotong pihak BPD Cianjur. Djumroni, pegawai golongan 2C yang bergaji Rp 124 ribu sebulan, misalnya, tiap bulan dipotong Rp 68.120 dan uang jasa Rp 30 ribu. Yang lebih parah nasib Okih, seorang penjaga sekolah. Dia harus membayar per bulan Rp 67 ribu. Padahal, gajinya Rp 64 ribu. Tentu saja tekor. "Kekurangannya yang Rp 3 ribu ditomboki kepala sekolah," kata ayah dua anak ini. Untuk menunjang hidup sehari-hari, ia terpaksa merangkap menjadi tukang mebel. Merasa menjadi korban penipuan, para guru mengadu ke bupati dan DPRD Cianjur. Berkat protes ini, pada awal Mei lalu pemotongan gaji guru diturunkan menjadi hanya Rp 10 ribu/bulan untuk sekitar lima tahun. "Kebijaksanaan itu untuk menjaga jangan sampai terjadi keresahan," kata seorang pemimpin BPD Cianjur. Sebaliknya, pihak guru tetap menuntut agar pemotongan gaji itu dibatalkan dan uang mereka yang dipotong BPD dikembalikan. Kalau tak berhasil, "Kami akan mengambil jalan hukum," kata pengacara para guru, Yudi Junadi. Tak hanya di Cianjur guru-guru menjadi korban penyulap kredit. Di Karawang, 36 guru SD juga dikelabui Kepala Dinas dan Bendahara P & K Ranting Kertawaluya. Mereka menggadaikan SK-SK guru itu ke Bank Perjuangan di Karawang untuk mendapat pinjaman Rp 6 juta. Buntutnya, setelah kredit itu membengkak Rp 13 juta, pihak bank mengejar para guru. Para korban pun melapor ke Pemda Karawang. Akibatnya, Kepala Dinas Ranting P & K setempat dipensiun sebelum waktunya, dan bendahara diberhentikan. WY, Ida Farida & Dwiyanto Rudi S. (Biro Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus