Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Dissolving wood pulp (DWP) digunakan untuk bahan baku tekstil jenis viscose rayon.
Bleached hardwood kraft pulp (BHKP) adalah bahan baku pembuatan berbagai varian kertas.
DWP hanya dibuat dari kayu eukaliptus.
LONJORAN kayu eukaliptus bertumpuk hingga setinggi tiga meter di area pabrik PT Toba Pulp Lestari Tbk di Porsea, Sumatera Utara. Tak jauh dari situ, terpancang sejumlah mesin pembawa material alias mesin conveyor yang jangkung. Di bawahnya menggunduk kayu eukaliptus cacahan. “Ini bahan baku yang kami gunakan untuk membuat pulp,” ujar Robi, anggota staf produksi PT Toba Pulp Lestari, pada akhir November 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di pabrik seluas 52 hektare itu, PT Toba Pulp menggunakan kayu eukaliptus untuk memproduksi bleached hardwood kraft pulp (BHKP) dan dissolving wood pulp (DWP). Industri tekstil menggunakan DWP sebagai bahan viscose rayon atau rayon viskosa. Dunia fashion memanfaatkan sutra buatan itu dengan mengusung semangat “keberlanjutan lingkungan” karena materialnya dapat terurai secara alami. Adapun BHKP digunakan untuk memproduksi kertas. Biasanya kertas 400 gram berukuran 60 x 80 sentimeter per lembarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bekas Quality Control Manager PT Toba Pulp Lestari, Arlodis Nainggolan, mengatakan perusahaan bisa memproduksi kedua jenis bubur kayu tersebut dengan mesin yang sama. “Biasanya gantian. Tapi, sejak saya bekerja, umumnya memproduksi dissolving wood,” kata Arlodis.
Menurut dia, produk utama PT Toba Pulp sejak awal adalah DWP. Perusahaan hanya memproduksi kraft ketika petani di India sedang panen raya kapuk pada pertengahan tahun. Komoditas ini merupakan produk substitusi DWP yang harganya lebih murah. “Produksi kraft hanya satu-dua bulan dalam setahun,” ujar pegawai yang bekerja di pabrik tersebut sejak masih bernama PT Inti Indorayon Utama.
Orang awam akan kesulitan membedakan antara BHKP dan DWP. Salah satu cara mengenali kedua produk tersebut adalah lewat warna pembungkusnya. DWP biasanya terbungkus kertas berkelir cokelat. Sedangkan kemasan BHKP biasanya berwarna putih. “Harga DWP cenderung lebih tinggi,” ucap Direktur Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia Liana Bratasida.
Harga DWP lebih mahal karena produksinya lebih rumit. Pembuatan DWP menghabiskan enam jam untuk memasak pulp, ditambah dua jam untuk pemutihan dan pengeringan. Sedangkan produksi BHKP menyita waktu sekitar tiga jam.
Pembuatan DWP juga membutuhkan lebih banyak bahan baku ketimbang BHKP. Butuh 4 ton kayu untuk menghasilkan 1 ton DWP. Bahan bakunya hanya kayu eukaliptus karena karakter seratnya yang lebih panjang. Sementara itu, untuk memproduksi 1 ton BHKP dibutuhkan 2,5 ton kayu. Selain kayu eukaliptus, bahan bakunya bisa berasal dari kayu jenis lain karena panjang serat tak jadi masalah.
Kedua produk diekspor ke tujuan berbeda. Arlodis Nainggolan mengatakan BHKP biasanya dikirim ke India. Adapun DWP untuk memasok pasar Cina.
Kepala Hubungan Masyarakat PT Toba Pulp Lestari Tbk Norma Patty Handini Hutajulu mengatakan perusahaannya memproduksi DWP sejak 2005. Namun pada 2015-2016, kata dia, Toba Pulp hanya mengekspor kraft. “Pada 2017, pulp kertas 33 persen, pulp dissolving grade 67 persen,” ujar Norma.
Norma mengatakan pangsa ekspor perusahaannya meliputi Cina, India, Bangladesh, dan Thailand. “Ini tergantung kondisi pasar dan permintaan pelanggan. Selisih margin keuntungannya juga hampir sama,” kata Norma.
TIM INDONESIALEAKS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo