Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Perjanjian Istimewa Bagi Enoch

Pengadilan yang menggarap perkara-perkara tunggakan kredit Bimas. Ada yang dihukum bersyarat istimewa. Terhukum diwajibkan melunasi utangnya kepada BRI, paling lama sebulan setelah vonis.

12 Desember 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH mobil penerangan berteriak keliling kampung. Rakyat diajak berbondong-bondong menghadiri suatu acara yang akan mempertunjuk kan: siapa yang bandel, enggan melunasi tunggakan kredit bimas, akan diajukan ke pengadilan dan dihukum. Dan pada hari yang ditentukan, terakhir 19 November lalu, sejak pagi orang sudah berkumpul di Balai Kecamatan Citeureup di Kabupaten Bogor (Jawa Barat). Acara yang disuguhkan memang menarik. Persidangan di pelosok tak begitu jauh dari Jakarta tersebut mendudukkan Enoch Taryadi, penduduk Desa Kadumangu, sebagai terdakwa perkara. . . korupsi. Dituduh melakukan tindak pidana berat seperti itu, yang diancam hukuman seumur hidup atau 20 tahun penjara dan/atau denda Rp 20 juta, Enoch menghadap hakim tanpa didampingi pembela. Meski akhirnya putusan Hakim Leo Hutagalung sangat jauh di bawah ancaman yang selangit itu: Enoch, 28 tahun, cuma kena 6 bulan penjarl-itu pun terhukum tak perlu masuk penjara bila selama setahun ia tidak mengulangi kesalahannya. Kabar tentang peradilan Enoch simpang-siur. Terkesan seolah-olah "pengadilan hanya main-main" --menggertak para penunggak dan beberapa orang yang dianggap mempermainkan kredit bimas. Misalnya, dikatakan bahwa pengadilan membekukan perkara Enoch bila orang itu melunasi tunggakannya dalam waktu sebulan. Perlakuan yang sama juga diterima beberapa terdakwa terdahulu yang diajukan ke pengadilan bulan sebelumnya (TEMP0, Desa, 5 Desember). Ketua Pengadilan Negeri Bogor, Subijakto, geleng kepala. Pengadilannya, katanya, tak memberlakukan "hukum baru" dalam menggarap perkara-perkara tunggakan kredit bimas. Terhadap Enoch atau enam terdakwa sebelumnya, menurut Subijakto, berlaku hukum yang biasa: mereka dijatuhi hukuman penjara bersyarat atau dengan masa percobaan. Hanya, lanjutnya, hakim memang ada mengadakan "perjanjian istimewa". Yaitu, si terhukum diwajibkan melunasi utangnya kepada BRI (bank pemerintah yang menyalurkan kredit bimas), paling lama sebulan setelah vonis jatuh. Keputusan tersebut, menurut Subijakto, "Sesuai dengan peraturan yang ada (pasal 14c KUHP)". Menurut Hakim Leo Hutagalung, meski Enoch melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian istimewa, si terhukum tersebut tak lepas begitu saja dari hukuman pokok--ia harus menjalani hukumannya bila selama masa percobaan mengulangi perbuatannya. Hal yang sama akan berlaku pula katanya bila dalam tempo sebulan Enoch tak juga melunasi utangnya kepada BRI. Enoch bingung. Ia tak punya duit, "rumah saya belum laku dijual," kata Enoch kepada TEMPO . Kewajibannya kepada BRI -- hampir Rp 2,5 juta-berupa tunggakan kredit bimas dan bunga selama 14 bulan. Bukan utangnya benar rupanya yang jadi persoalan yang membawanya ke sidang pengadilan keliling di Kecamatan Citeureup. Ia dituduh korupsi, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan, dengan merugikan keuangan negara. Caranya, menurut tuduhan jaksa Enoch membubuhkan tandatangan pada formulir pengajuan kredit bimas, seolah-olah ada 133 nasabah bimas yang mengajukan kredit ke BRI. Pinjaman yang diperoleh ternyata digunakan untuk kepentingan Enoch pribadi. Di pengadilan, terdesak tuduhan jaksa dan kesaksian para petani, Enoch tak bisa berkutik. Ia mengaku melakukan topengan atau tulis tonggong, yaitu mengatasnamakan para petani menerima kredit bimas, terhadap petani dari Desa Kadumangu, Citaringgul dan Babakan Medang. Ia pun tak menolak apa yang sudah diputuskan hakim. Namun, belakangan ia bercerita lain. Sebenarnya yang digarapnya cuma. 43 petani. Ia tak berani membantah tuduhan jaksa, katanya, "saya buta hukum-tak tahu apa-apa." Keadaannya, katanya pula, sejak semula memang sudah terjepit. Perkara Enoch muncul, begitu cerita Enoch sendiri, ketika Tim Gertak (Gerakan Serentak Inpres 10/1981 yang berusaha menarik tunggakan kredit bimas) menggertak para petani yang dianggap seret mengembalikan kredit. Para petani, yang merasa tak pernah menerima sepeser pun dari BRI, menunjuk Enoch yang sebenarnya mengambil kredit dengan mengatasnamakan petani. Enoch diperiksa--sempat pula ditahan dua hari dua malam. Ia tak membantah: Ia memang bukan petani dan sengaja menyuruh para petani meneken surat permohonan kredit. Bukan apa-apa, katanya, puluhan petani telah banyak berutang padanya. Sedangkan sebagai pedagang, lanjutnya, ia butuh modal. Maka ia melakukan topengan dengan menekan dan memberi imbalan agar para petani menuruti kehendaknya. Semula Enoch ditawari jalan damai oleh tim: ia tak akan diadili bila sanggup mengembalikan pinjamannya. Enoch sudah berusaha. Ia menjual mobil dan sebagian uangnya disetorkan ke BRI. Tapi, begitu ceritanya, ternyata uang yang diserahkan melalui tangan oknum pegawai BRI tak dibukukan. Betapa pun Enoch mencoba meyakinkan Tim Gertak bahwa ia sudah mengangsur tunggakannya, tak ada hasilnya, karena Enoch tak dapat menunjukkan sesuatu sebagai bukti tertulis angsurannya. Pengadilanlah kemudian yang memutuskan perkaranya. Hanya saja, ketika itu ia tak sempat bercerita bahwa ia dapat menarik kredit bimas atas nama para petani, berkat kerjasamanya dengan pejabat dan pegawai BRI. Ia, katanya, hanya menerima sebagian saja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus