ROMEO dan Juliet berganti nama Sali dan Vreneli. Mereka hidup di
Swiss dan berpacaran di ladang. Lantas bermalam pertama di
sebuah perahu yang penuh jerami, yang mereka lepaskan dari
tambatan. Mereka mengucapkan selamat tinggal kepada dunia,
karena kedua pihak orang tua mereka tak akur.
Itulah film pertama yang diputar dalam Pekan Film Swiss,
diselenggarakan oleh Kine Klub Dewan Kesenian Jakarta 30
November sampai 6 Desember. Acara ini merupakan perkenalan
pertama kita dengan film dari negeri jam dan arloji.
Kapan sejarah perfilman negeri ini dimulai, persisnya tak jelas.
Yang pasti perfilman Swiss modern merupakan usaha yang belum
lama--sebagaimana dikatakan Dubes Swiss untuk Indonesia, J.
Bourgeois, dalam kata pengantar katalogus acara. Jaminan aman
dan makmurnya masyarakat Swiss tak menjamin perfilmannya
berkembang baik. Mudahnya film impor masuk justru membentuk
selera publik Swiss cenderung pada film luar negeri, terutama
Amerika Serikat. Dan ternyata, membelokkan minat umum terhadap
film sendiri tak gampang. Suatu masalah yang juga dihadapi di
Indonesia.
Sejarah mutakhir perfilman Swiss tak dimulai dari negeri
sendiri, tapi dari London. Dua orang sutradara muda, Tanner dan
Claude Goretta, pergi ke sana ketika dunia perfilman negerinya
di pertengahan 1950-an benar-benar hampa. Di London mereka
bekerja di sebuah usahaan film. Tahun 1961 Tanner k ali ke
Swiss, dan "mulai berjuang".
Maka pada 1969 lahirlah Cbarles Mort Ou Vif, karya Tanner yang
dianggap mengembalikan kepercayaan orang Swiss terhadap film
sendiri. Dibanding Romeo dan Juliet yang dibuat 1941 itu,
Charles dari segi sinematografi memang jauh lebih unggul. Tapi
agaknya masyarakat Swiss memuji film itu terutama karena
temanya. Film Tanner benar-benar menyuguhkan persoalan yang ada
dalam masyarakat sendiri, begitu kata para pengamat di sana.
Charles, seorang usahawan yang sukses, ternyata merasa hampa
hidupnya. Ia kemudian menghilang diam-diam, hidup dengan seorang
pelukis poster yang dikenalnya di sebuah warung. Di desa yang
sunyi, rumah si pelukis, terpaksa memasak sendiri, bahkan harus
pula membantu pelukis itu bekerja. Tapi justru di situ ia bisa
tertawa lepas, wajahnya cerah, dan hidup menjadi berarti. Hmm.
Undangan kepada kebebasan.
Tanner dan Goretta memang dianggap sebagai pembuka zaman baru.
Meski kesuksesan film Charles agaknya berkat turun tangannya
pemerintah Swiss pula. 1963 turun undang-undang perfilman -- dan
subsidi. Tapi baru 1969 bantuan itu dirasakan benar-benar
mendorong--setelah persyaratan dilonggarkan.
Menyusul sukses Tanner adalah L'Invitation karya Goretta, 1972.
Iilm ini mendapat penghargaan pada festival film internasional
di Cannes, 1973. Diputar di Teater Tertutup TIM di malam kelima,
ia memotret watak manusia dengan cermat. Goretta dengan bagus
menggambarkan: bagaimana bila sejumlah pegawai sebuah kantor
berkumpul bersama dengan direktur mereka dalam sebuah acara tak
resmi. Maka formalitas run tanggal. Hal-hal yang selama ini
disimpan di hati saja, muncul. Si gadis yang rupanya menyimpan
dendam terhadap wakil direktur dalam pesta itu tiba-tiba
menelanjangi dirinya di depan beliau -- untuk menghinanya.
Sedang sang direktur: diam-diam ternyata berminat terhadap salah
seorang pegawainya--dan dapat sambutan.
Pesta itu ditutup dengan insiden tuan rumah pingsan, terpukul
jatuh ketika hendak melerai dua koleganya yang berkelahi. Dari
suasana ria, kemudian panas, film ini menurun menjadi bernada
rendah. Dan setelah semua tamu pulang, setelah ada dialog tuan
rumah dan jongosnya, dengan cepat Goretta menutup filmnya dengan
adegan kesibukan rutin di kantor kembali. Suasana terbuka,
masing-masing dengan keasliannya, lewat. Kemhali semua memakai
topeng.
Tapi tentu saja, kemudian, mencoba mencari ciri film Swiss
memang agak susah--paling tidak dari enam film yang diputar ini.
Masalah yang dikemukakan -- sekalipun dalam Charles maupun
L'Invitation adalah universal. Bahasa dalam film pun kalau tak
Prancis (yang banyak), ya Jerman. Martin Schaub, pongamat film
itu, memang optimistis. "Kini film Swiss punya masa depan,"
tulisnya. Meski penulis buku tentang perkembangan film Swiss
1963-1974 ini masih sangsi apdkah film Swiss untuk selanjutnya
bisa berkembang baik--bila misalnya subsidi ditiadakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini