Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Wahid Husein, ditangkap dalam operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Sabtu, 21 Juli 2018. Wahid ditangkap karena diduga menerima suap untuk pemberian fasilitas mewah kepada narapidana (napi) kasus korupsi di Lapas Sukamiskin.
Baca: Kata Jero Wacik Soal Jual-Beli Kamar Mewah di Lapas Sukamiskin
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain menangkap Husein, KPK juga menangkap Fahmi Darmawansyah. Napi korupsi yang menghuni lapas tersebut ditangkap di tempat berbeda. Suami Inneke Koesherawati itu diduga salah satu yang memberikan suap kepada Husein.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sekitar enam orang (ditangkap), termasuk kalapas dan pihak swasta dibawa ke KPK," kata Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif, Sabtu, 21 Juli 2018.
Setelah melakukan pemeriksaan, KPK menetapkan Husein dan Fahmi sebagai tersangka. Selain dua orang itu, KPK juga menetapkan staf Wahid Husein, Hendry Saputra, dan narapidana kasus pidana umum/tahanan penamping Fahmi, Andi Rahmat sebagai tersangka.
Baca: Fahri Hamzah: Lapas Sukamiskin Paling Manusiawi
Lapas Sukamiskin sebelumnya bukanlah penjara bagi narapidana kasus korupsi. Lapas yang dibangun sejak 1918 ini sebelumnya merupakan penjara bagi kaum intelektual yang dianggap melakukan kejahatan politik pada jaman penjajahan Belanda. Salah satunya adalah Presiden Pertama Republik Indonesia, Soekarno.
Dari segi arsitektur, bangunan lapas ini memiliki ciri khas tersendiri. Misalnya, jika dilihat dari atas mirip kincir angin, karena pembagian blok mengikuti arah mata angin. Dalam hal ini bagian lapas dibentuk seperti kincir yang terbagi dalam Blok Utara, Blok Selatan, Blok Barat dan Blok Timur.
Masing-masing blok memiliki dua lantai yang saling berhubungan melalui bangunan bundar paling tinggi ditengah sebagai porosnya. Secara fisik bentuk bangunan gedung lapas tak banya mengalami perubahan, kecuali beberapa bangunan tambahan untuk Kantor Sipir dan Kepala Lembaga Pemasyarakatan.
Baca: Diduga Tahu Suap Lapas Sukamiskin, Ini Peran Inneke Koesherawati
Pada tahun 2010, Lapas Sukamiskin telah diresmikan sebagai bangunan cagar budaya menjadi bagian dari sejarah Kota Bandung, Jawa Barat. Karena itu, tak heran jika lapas ini juga ditetapkan sebagai salah satu lapas pariwisata.
Adapun, Lapas Sukamiskin baru ditetapkan sebagai penjara khusus koruptor pada 2012 silam. Waktu itu, Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana mengatakan dipilihnya Sukamiskin karena lapas ini memiliki fasilitas satu sel berisi satu orang sehingga lebih memudahkan pengawasan.
Narapidana kasus korupsi yang pertama kali menjajal lapas ini adalah mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Gayus H Tambunan pada 2012. Selain itu, ada pula mantan gubernur Bengkulu, Agusrin Najimudin. Menyusul kemudian pada Januari 2013 mantan sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga, Wafid Muharam, Anggodo Wijoyo dan bekas Walikota Palembang Romy Herton juga dipindahkan ke Sukamiskin.
Baca: Fahri Hamzah: Lapas Sukamiskin Paling Manusiawi
Yang paling anyar tentu adalah mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Setya Novanto yang diboyong ke Sukamiskin pada Mei 2018 lalu. Sebelum berpindah ke Lapas Sukamiskin, terpidana korupsi kasus megaproyek e-KTP ini berpamitan dan menyatakan permintaan maaf.
Sementara itu, berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Kementerian Hukum dan HAM per 30 Mei 2016 kapasitas huni lapas Kelas I Sukamiskin 552 orang. Sedangkan jumlah hunian mencapai 513 orang yang terdiri dari tahanan 12 orang dan napi 501 orang.
SYAIFUL HADI