Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Pindah Sewa ke Saku Tentara

Kodam Jaya memasang plang kepemilikan di tanah warga yang sudah bersertifikat. Uang sewa lahan pun beralih ke kantong tentara.

13 Juni 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TENDA loreng seluas 16 meter persegi itu tegak di samping pos penjagaan gerbang pul bus Lorena, Jalan Hankam Raya, Cipayung, Jakarta Timur. Di dalam rungkup itu teronggok sebuah bangku. Di atasnya tergeletak satu tas loreng juga. "Ada tentara yang jaga. Saat ini orangnya sedang keluar," kata Topan, petugas keamanan tempat penampungan bus itu, Selasa dua pekan lalu.

Tentara di kamp itu berasal dari Komando Daerah Militer Jakarta Raya. Saban hari, ada serdadu yang bergantian jaga selama 24 jam. Menurut Topan, tentara bertanggang di pul itu sejak pertengahan Oktober tahun lalu. Penjagaan itu bersamaan dengan pemasangan plang Kodam Jaya di atas lahan seluas 5.585 meter persegi tersebut.

Kepala Penerangan Kodam Jaya Kolonel Infanteri Heri Prakoso membenarkan ada personel Tentara Nasional Indonesia yang diberi tugas menjaga lahan di RT 5/RW 2 di Jalan Hankam Raya tersebut. "Itu aset negara yang dikuasakan kepada TNI. Kewajiban kami untuk mengamankannya," kata Heri, Kamis pekan lalu.

Kodam Jaya mengklaim lahan itu dulu tempat penampungan masyarakat Cisuge (Cijantung, Susukan, dan Gedong) yang terkena onteigening alias pencabutan hak pada 1958. Mengacu pada surat keputusan kpts/ppki I-18/1958, menurut versi Kodam Jaya, tanah tersebut termasuk girik atas nama Mi'in bin Baba. Bukti-bukti itu baru ditemukan pada 2014. "Ada satu peti dokumen," ujarnya.

Mereka juga mengklaim punya saksi warga atas kepemilikan tanah itu, yakni Gadul Sadi. Menurut Heri, lahan Gadul Sadi terletak persis di sebelah tanah yang sekarang ditempati pul Lorena. "Dulu tidak ada bukti, jadi kami tidak berani berbuat apa-apa."

Klaim Kodam Jaya ini disanggah seorang warga sipil, Fubijanto Limanbratadjaja. Rabu pekan lalu, Fubijanto melaporkan pengambilalihan lahannya kepada Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Harapan Fubijanto, Pramono akan melapor ke Presiden Joko Widodo. "Biar Presiden yang menegur tentara itu," katanya.

Fubijanto mengklaim lahan Jalan Hankam Raya itu miliknya. Lelaki yang biasa dipanggil Wanfung ini berang ketika mendengar kabar pemasangan plang dan penempatan tentara di lahannya. Menurut pria 59 tahun ini, Kodam Jaya salah alamat. Pemilik asal tanah itu bernama Kisong bin Waled dengan girik 482, persil 51, blok DII. "Beda persil dan blok, otomatis lokasinya beda," ujar Fubijanto, yang berprofesi sebagai dokter gigi.

Fubijanto hakulyakin mengantongi bukti kuat atas kepemilikan lahan di pinggir jalan tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) itu. Keluarga Wanfung menguasai tanah tersebut sejak 25 tahun silam. Asal-usulnya, orang tua Wanfung, Liman Bratadjaja, membeli dua bidang tanah dengan girik atas nama Kisong. Transaksi itu tercatat dalam akta jual-beli nomor 284/JB/II/1990 tanggal 3 Februari 1990. Akta atas nama anak Liman, Santoso Bratadjaja, itu dibuat pejabat pembuat akta tanah Muhammad Nur Abdul Latif, Camat Pasar Rebo (kini Cipayung), untuk lahan seluas 4.000 meter persegi. Bukti lain berupa akta jual-beli nomor 285/JB/II/1990 tanggal 3 Februari 1990. Akta atas nama Liman Bratadjaja itu untuk lahan seluas 4.350 meter persegi. Selama ini keluarga Wanfung membayar pajak atas dasar surat pemberitahuan pajak terutang yang rutin mereka terima.

Kedua bidang lahan terletak di Jalan Hankam, Kelurahan Bambu Apus. Liman telah mewariskan satu bidang tanah itu kepada istrinya, Soetjiati, dengan girik c nomor 2281 seluas 3.829 meter persegi. Satunya lagi diberikan kepada Wanfung dengan girik c 2282 seluas 3.539 meter persegi.

Pada 1997, TNI Angkatan Darat memagari sekitar 2.000 meter persegi dari lahan yang dikuasai keluarga Wanfung. Di lahan itu, tentara memasang papan bertulisan "Tanah Ini Milik TNI AD". Lahan yang dipagari berada di sisi barat lahan Wanfung, berbatasan dengan tanah milik tentara yang dijadikan cagar budaya.

Keluarga Liman, pada 2 April 1997, menyurati Kepala Zeni Daerah Militer Jakarta Raya untuk menolak pemagaran. Mereka melampirkan bukti kepemilikan tanah. Empat bulan kemudian, pihak Zeni membalas surat Liman. Zeni menyatakan tanah 2.000 meter persegi memang milik keluarga Wanfung. Surat balasan Zeni juga menyebutkan nama Kisong tak ada dalam daftar pemilik asal tanah yang diambil alih TNI AD pada 1958. Keterangan Kepala Zeni itu dikuatkan oleh surat Kepala Hukum Daerah Militer Jakarta Raya.

Pada 1 September 1997, Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum juga meminta konfirmasi TNI AD ihwal status tanah girik c 2281 dan c 2282. Bina Marga meminta penegasan agar tak terjadi tumpang-tindih pembayaran ganti rugi lahan untuk jalan tol JORR. Setengah bulan kemudian, Inspektorat Jenderal Mabes TNI AD membalas surat dan menjelaskan kedua bidang tanah itu atas nama Soetjiati dan Fubijanto.

Atas dasar dokumen kepemilikan dan surat-menyurat itu, pada 2007 keluarga Wanfung mengurus sertifikat kedua bidang tanah yang-setelah pembebasan lahan untuk JORR-tersisa 5.585 meter persegi. Sertifikat hak milik untuk tanah seluas 3.780 meter persegi, atas nama Soetjiati, terbit pada 2009. Sedangkan sertifikat atas nama Fubijanto, seluas 1.805 meter, keluar pada 2011.

Berbekal sertifikat, Wanfung menyewakan tanah kepada PT Jayamix. Setelah kontrak dengan Jayamix habis, Wanfung menyewakan lahan kepada PT Eka Sari Lorena sejak 30 April 2014 hingga 30 April 2016. Biaya sewa selama dua tahun itu sebesar Rp 1 miliar.

Ketika masa kontrak sewa dengan Lorena habis sebulan lalu, tanah kembali dipasangi plang TNI AD. Wanfung pun menyurati Lorena untuk mengakhiri kontrak sewa. Namun direksi Lorena menyatakan telah memperpanjang kontrak sewa dengan Kodam Jaya, dengan tarif Rp 750 juta per tahun.

Seorang anggota direksi Lorena membenarkan membayar sewa kepada Asisten Logistik Kodam Jaya pada 4 Mei lalu, meski tarifnya lebih mahal. "Kami tak berani terlibat dalam konflik Wanfung dengan TNI," kata seorang pejabat PT Eka Sari Lorena yang tak mau disebutkan namanya.

Tak terima, Wanfung mensomasi Kodam Jaya dengan tembusan ke Markas Besar TNI AD dan Menteri Pertahanan. Tak ada jawaban, dia menunjuk konsultan, Upik Siswati, untuk menanyakan ke Kodam Jaya. Upik telah mendatangi Markas Zeni Daerah Militer Jakarta Raya. Ia mendapat keterangan bahwa Zeni menemukan bukti baru berupa girik yang menunjukkan sertifikat Wanfung ilegal. Kepala Zeni Daerah Militer Jakarta Raya Letnan Kolonel Czi Saptono Syiwarud enggan berkomentar. "Enggak, enggak. Langsung ke Kapendam saja," ujar Saptono.

Kantor Badan Pertanahan Jakarta Timur menyatakan dua sertifikat milik keluarga Wanfung itu asli. Menurut Kepala Subseksi Pendaftaran Hak Andi Kresna, sertifikat nomor 3971 terdaftar atas nama Soetjiati dengan luas 3.780 meter persegi. "Diterbitkan pada 10 November 2009," ujar Andi. Sedangkan sertifikat nomor 4583 terdaftar atas nama Fubijanto Limanbratadjaja seluas 1.805 meter persegi. Sertifikat ini terbit pada 30 Desember 2011.

Adapun Kepala Subseksi Sengketa dan Konflik Pertanahan Sugandi mengatakan tidak tahu letak persis tanah Cisuge yang diklaim milik TNI. Sebab, berkas lahan pembebasan Cisuge oleh TNI itu tak pernah dicatat di kantor pertanahan. Menurut dia, belakangan ini banyak laporan tentang tanah yang bersertifikat tapi diklaim TNI. Namun sertifikat yang telah terbit tak bisa dicabut begitu saja. "Kami tak bisa membatalkan sertifikat tanpa perintah pengadilan," kata Sugandi.

Kodam Jaya menantang Wanfung adu bukti di pengadilan. "Kalau merasa tidak puas atau terganggu haknya, silakan menempuh jalur hukum," ujar Heri Prakoso. Meyakini tanah itu milik TNI, Heri malah menuding Wanfung salah koordinat dalam menunjuk lokasi tanahnya. Sebaliknya, Wanfung masih berhitung untung-rugi menggugat ke pengadilan. "Kalaupun kami menang, eksekusinya akan susah," katanya.

Linda Trianita

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus