Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah memeriksa Kepala Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) dokter Taufik Eko Nugroho yang menjadi tersangka kasus pemerasan terhadap mahasiswanya sendiri, dokter Aulia Risma. Selain Taufik, penyidik juga memeriksa dua tersangka lainnya, dokter senior berinisial ZYA dan staf keuangan Undip berinisial SM.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jateng Komisaris Besar Artanto menyatakan pemeriksaan Taufik masih berlangsung. Sementara dua tersangka lainnya sudah selesai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tersangka T.E.N saat ini masih dalam proses pemeriksaan penyidik,” kata Artanto saat dihubungi, Jumat, 10 Januari 2025. “2 tersangka SM dan ZYA sudah dilakukan pemeriksaan."
Artanto menyatakan penyidik saat ini masih terus mendalami keterlibatan ketiga pelaku tersebut dalam kasus pemerasan dan perundungan terhadap dokter Aulia Risma. Dia menyatakan penyidik belum akan menetapkan tersangka lainnya.
“Kita masih fokus 3 tersangka ini dahulu,” tutur dia.
Kasus dugaan pemerasan ini terkuak setelah Aulia Risma, ditemukan tewas di tempat kosnya pada 12 Agustus 2024. Ia diduga mengakhiri hidupnya karena tak tahan dengan pemerasan dan perundungan yang dilakukan para seniornya selama menjalani program PPDS Undip. Berdasarkan keterangan keluarga, ia sebelumnya mengeluh karena jadi korban perundungan senior.
Kuasa hukum keluarga Aulia Risma, Misyal Achmad, mengatakan seorang kepala prodi bertanggung jawab dalam peristiwa ini. Karena setiap persoalan harus melalui persetujuan dirinya.
"TEN, beliau yang buat program, atur waktu hingga materi pembelajaran, tentunya dia harus bertanggungjawab. SM yang melakukan pemungutan dan ZYA diduga melakukan intimidasi dan pemerasan," kata Misyal saat dihubungi pada Rabu, 25 Desember 2024.
Tim kuasa hukum maupun keluarga meminta kasus ini terus diusut sampai selesai. Misyal berharap polisi segera memanggil tersangka untuk dilakukan penanganan lebih lanjut. "Kita bersama-sama mengumpulkan bukti, saksi dan sebagainya. Saya berharap segera ditahan agar tidak afa upaya menghilangkan barang bukti," tuturnya.
Dekan Fakultas Kedokteran Undip, Yan Wisnu Prajoko, mengakui adanya praktik perundungan di PPDS Anestesi. Mahasiswa baru diharuskan membayar iuran sebesar Rp 20-40 juta sebagai pungutan selama enam bulan atau satu semester. Akibat kasus ini, Kemenkes menghentikan program PPDS Undip di Rumah Sakit Karyadi, Semarang sejak Agustus lalu.
Polisi menjerat para tersangka dengan pasal tindak pidana pemerasan dengan kekerasan dan atau pemaksaan terhadap orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 368 ayat (1) KUHP dan/atau pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP yang telah diubah oleh putusan MK No. 1/PUU-XI/2013, dengan ancaman hukuman maksimal 9 tahun penjara.
Dani Aswara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.