Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Depok - Yoga Prasetyo, 24 tahun, polisi gadungan dan terdakwa kasus penipuan taruna akademi militer atau Akmil di Depok dituntut 2 tahun 8 bulan penjara. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Alfa Dera mengungkapkan pihaknya meyakini terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Alfa mengatakan dalam sidang pledoi yang digelar di Pengadilan Negeri Depok dengan Ketua Majelis Hakim Lola Oktavia serta dua hakim anggota, Mathilda Chrystina Katarina dan Nartilona, terdakwa kembali memohon keringanan hukuman kepada majelis hakim dengan alasan sebagai tulang punggung keluarga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, ketika ditanya majelis hakim terkait upaya perdamaian atau pengembalian kerugian kepada korban, terdakwa mengakui belum ada pengembalian. "Jawaban ini tentu menambah tekanan di tengah tuntutan yang kami diajukan," kata Alfa.
JPU mengajukan permohonan agar majelis hakim memerintahkan pemusnahan perangkat elektronik terdakwa, seperti email dan iCloud, yang digunakan untuk melakukan tindak kejahatan tersebut.
Pada sidang tersebut, Alfa mengutip Al-Qur'an dan hadis mengenai anak yatim. Dalam tuntutannya, Alfa menekankan bahwa korban merupakan anak yatim piatu, golongan yang sangat dijaga hak-haknya dalam ajaran Islam.
"Anak yatim piatu memiliki kedudukan yang mulia dan istimewa. Mengambil hak mereka merupakan dosa besar yang balasannya sangat berat di akhirat," ujar Alfa dalam tuntutannya, sambil mengutip Surah An-Nisa ayat 10.
Alfa menekankan perbuatan polisi gadungan itu tidak hanya merugikan korban, tetapi juga mencoreng nama baik institusi negara, karena terdakwa menggunakan modus mengaku sebagai pegawai pada imigrasi Kemenkumham dan anggota Polri berpangkat Inspektur Polisi Dua (Ipda).
"Terdakwa juga mengaku anak jenderal alumni Akpol 1992 dan dengan perangkat elektronik mengedit berbagai dokumen untuk melancarkan aksinya. Perbuatan ini tidak hanya merugikan korban yang merupakan anak yatim piatu, tetapi juga berpotensi merusak citra negara," tegas Alfa.
Selain itu, JPU menyatakan tidak adanya upaya untuk mengembalikan kerugian korban menjadi faktor pemberat dalam tuntutan kasus penipuan polisi gadungan tersebut. "Hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya," ucap Alfa.
Jaksa sebelumnya mendakwa Yoga Prasetyo alias Yoga Pratama melakukan penipuan dengan mengaku sebagai anak jenderal dan staf di Direktorat Jenderal Imigrasi. Ia menguras harta warisan milik AH, seorang taruna Akmil di Depok, yang kedua orang tuanya sudah meninggal. Karena kadung percaya, AH menitipkan harta warisannya kepada Yoga selama dia mengikuti pendidikan militer di Akmil Magelang.
Yoga kemudian membuat surat kehilangan kartu tanda anggota (KTA) Polri atas nama Yoga Pratama untuk memuluskan aksinya menguras rekening orang tua korban. "Ternyata dia buat keterangan (kehilangan KTA) Polri itu tujuannya untuk memindahkan rekening-rekening (korban), biar kalau ke bank berdasarkan alat bukti dan lainnya, kan dia sudah buat satu kartu keluarga, lebih memudahkan," ucap Alfa Dera, 8 Agustus 2024.
Sidang akan dilanjutkan dengan agenda pembacaan putusan yang dijadwalkan Senin, 23 September 2024.