Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Polisi Tak Tangkap Natalia Rusli saat di Rumah Duka, Kompolnas: Boleh, Kemanusiaan

Pengacra Natalia Rusli yang buron sempat diketahui keberadannya, tapi tak ditangkap oleh polisi. Natalia belakangan menyerahkan diri

26 Maret 2023 | 14.35 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara Natalia Rusli menyerahkan diri ke polisi setelah namanya masuk daftar pencarian orang (DPO). Beredar kabar Polres Jakarta Barat tak menangkap Natalia meski mengetahui ia berada di rumah duka di daerah Kapuk pada 4 Maret 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Polisi menetapkan Natalia Rusli sebagai tersangka dalam kasus penipuan. Polisi memasukkannya ke dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak Desember 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Natalia Rusli diduga menipu para korban yang menunjuknya sebagai pengacara untuk menggugat Koperasi Indosurya.

Komisioner Kompolnas Poengky Indarti mengatakan sikap polisi yang tak menangkap Natalia dibenarkan dengan alasan kemanusiaan. “Boleh kalau alasannya untuk kemanusiaan. Nanti yang bersangkutan ditangkap seusai pemakaman. Oleh karena itu harus terus diawasi agar tidak melarikan diri,” katanya kepada Tempo, Ahad, 26 Maret 2023.

Alasan kemanusiaan, kata Poengky, sama seperti tersangka yang masih dalam tahanan hendak melakukan permohonan keluar sementara. “Tentu atas persetujuan penyidik dan pengawalan kepolisian jika alasan kemanusiaan,” tuturnya.

Poengky menuturkan alasan kemanusiaan yang dimaksud adalah sakit yang perawatannya harus di Rumah Sakit, ketika orang tua kandung, anak kandung, suami atau istri meninggal. “Diperbolehkan ke pemakaman dengan pengawalan polisi,” ucap dia.

Poengky memaparkan aturan KUHP tentang penahanan adalah kewenangan penyidik. Berdasarkan pasal 21 ayat (1) KUHAP, penahanan akan dilakukan penyidik jika ada kekhawatiran tersangka atau terdakwa melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana. Hal ini disebut syarat subyektif penahanan. 

Selanjutnya berdasarkan pasal 21 ayat (4) KUHAP ada syarat obyektif penahanan, sehingga penahanan akan dilakukan pada tersangka atau terdakwa yang diancam dengan tindak pidana penjara lima tahun atau lebih, atau tersangka atau terdakwa tindak pidana pasal-pasal tertentu di KUHP, Ordonansi bea cukai, Undang-Undang Darurat 8 Tahun 1955 dan Undang-Undang Narkotika.

“Jika penyidik menganggap tersangka kooperatif dan tidak perlu ditahan, maka hal itu adalah kewenangan penyidik. Penyidik juga berwenang untuk tidak menahan jika menganggap ada alasan kemanusiaan, misalnya karena sakit atau usia tua, perempuan hamil, melahirkan atau memiliki anak bayi,” katanya.

Sementara, Kapolres Jakarta Barat Komisaris Besar Syahduddi saat dihubungi Tempo, belum memberikan keterangannya.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus