Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu, Erna Ratna Ningsih, menyayangkan putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh kliennya atas status tersangka korupsi di lingkungan Pemerintah Kota Semarang. “Keterangan ahli itu juga dipertimbangkan secara keseluruhan, karena baik dari pemohon maupun termohon itu menghadirkan ahli,” kata Erna saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Selasa, 14 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Erna menyatakan, ahli yang dihadirkan memiliki pendekatan hukum berbeda dalam meninjau perkara. Erni menyatakan, pendekatan yang digunakan oleh ahli berbeda-beda. Misalnya seperti crime control model, process of law, dan presumption of guilty.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain menyayangkan pengadilan yang dinilai tidak mempertimbangkan ahli mereka, Erna menilai dalam memberikan putusan itu hakim tunggal Jan Oktavianus hanya berfokus terhadap bukti-bukti dari penyidik. “Di dalam putusannya, hakim hanya berfokus pada bukti-bukti dokumen saja,” ujar Erna.
Erna pun menyoroti mekanisme penetapan tersangka terhadap Hevearita atau yang biasa disapa Mbak Ita. Musababnya, kader PDIP itu ditetapkan sebagai tersangka sebelum dilakukan pemeriksaan oleh KPK.
Selain penetapan tersangka, Erna juga menyinggung soal dua surat perintah penyidikan atau sprindik yang dikeluarkan lembaga antirasuah itu karena disebut memiliki perbedaan. Ia menilai hakim tunggal menyatukan sprindik yang berbeda menjadi satu kesatuan.
“Terlebih dahulu bukti-bukti yang tadi dipertimbangkan oleh hakim adalah bukti-bukti yang di awal sprindiknya itu berbeda dengan sprindik yang penetapan tersangka yang kedua,” kata Erna.
Meski begitu, Erna menghormati putusan pengadilan itu. “Tentu saja kami nanti akan mempersiapkan untuk pemeriksaan pokok perkaranya,” tutur Erna.
Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Jan Oktavianus menolak permohonan praperadilan yang diajukan Mbak Ita karena terdapat penemuan dua alat bukti oleh penyidik yang mengesahkan penetapan tersangka. “Dalam pokok perkara, satu, menolak permohonan pemohon praperadilan untuk seluruhnya, dua membebankan biaya perkara kepada pemohon sejumlah nihil,” kata Jan saat membacakan putusan di PN Jakarta Selatan, pada Selasa, 14 Januari 2025.
Jan menyatakan, dua alat bukti itu sudah cukup untuk memberikan penetapan tersangka sebagaimana kewenangan itu diatur dalam Pasal 44 Undang-undang KPK. Dalam aturan itu, kata Jan, disebutkan bahwa selain menemukan peristiwa tindak pidana korupsi, temuan bukti permulaan yang cukup dapat dipertimbangkan dalam penetapan tersangka.
“Termohon telah menemukan dan mengumpulkan bukti permulaan yang cukup yakni sekurang-kurangnya dua alat bukti berupa dokumen termasuk bukti elektronik,” kata Jan.
Jon menyatakan dan surat perintah penyidikan atau Sprin.Dik/103/DIK.00/01/07/2024 memiliki kekuatan hukum dan sejalan dengan dua pendapat ahli termasuk dosen Pidana dari Universitas Trisakti, Azmi Syahputra Hevearita Gunaryanti Rahayu dan suaminya, Alwin Basri, menjadi tersangka kasus korupsi pengadaan barang atau jasa di lingkungan Pemkot Semarang periode 2023-2024. KPK menyatakan membuka penyidikan kasus itu pada 17 Juli 2024.
KPK juga menduga ada pemerasan terhadap pegawai negeri atas insentif pemungutan pajak dan retribusi daerah Kota Semarang, serta dugaan penerimaan gratifikasi pada periode yang sama. Penyidik KPK kemudian langsung menggeledah sejumlah kantor instansi dan organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Kota Semarang, baik yang berada di kompleks Balai Kota Semarang maupun di Gedung Pandanaran. KPK sudah meminta keterangan sejumlah pimpinan OPD Pemkot Semarang.
KPK menyatakan telah menetapkan empat tersangka dalam perkara ini. Namun, hingga saat ini lembaga anti rasuah belum juga menyebutkan identitas keempat tersangka tersebut. Kepastian status Heverieta dan suaminya sebagai tersangka setelah kedua politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu mendaftarkan gugatan praperadilan atas status tersangkanya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Akan tetapi, gugatan praperadilan yang diajukan Alwin Basri saat ini belum diputus oleh majelis hakim.
Mutia Yuantisya berkontribusi dalam penulisan artikel ini.