Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Endar Priantoro pernah diberhentikan saat menangani dugaan korupsi Formula E.
Endar menilai kasus Formula E belum cukup bukti untuk ditingkatkan ke penyidikan.
Namun Endar pula yang ngotot mencegah kasus Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej naik ke tahap penyidikan.
TAHUN 2023 menjadi tahun yang sibuk bagi Brigadir Jenderal Endar Priantoro. Jebolan Akademi Kepolisian 1994 berusia 51 tahun tersebut mendadak dicopot dari jabatannya sebagai Direktur Penyelidikan oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi saat itu, Firli Bahuri. Endar diberhentikan saat sedang menangani sejumlah kasus besar. Salah satunya dugaan korupsi Formula E yang menjerat mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Endar menganggap surat pemberhentian yang diteken Firli pada awal April 2023 itu maladministrasi sehingga ia mengadu kepada Ombudsman RI pada 17 April 2023. Polemik itu sempat membikin heboh publik karena dikaitkan dengan perseteruan KPK dengan Kepolisian RI. Masalah ini berakhir dua bulan kemudian karena Endar kembali ke KPK atas rekomendasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pada 21 Juni 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Walhasil, berembuklah para pemimpin di Ombudsman dalam sebuah rapat pleno. Mereka akhirnya bersepakat menutup laporan ini karena hak Endar sudah dipulihkan. “Yang bersangkutan juga menyatakan berterima kasih kepada Ombudsman,” kata Ketua Ombudsman Muhammad Najih, menceritakan ulang peristiwa tersebut kepada Tempo, Kamis, 12 Desember 2024.
Kondisi yang dialami Endar ini ditengarai tak lepas dari buntut pemaksaan kasus Formula E oleh Firli. Kepada Tempo, saat itu Endar secara terbuka mengatakan kasus Formula E belum sempurna. “Belum cukup bukti untuk ditingkatkan ke penyidikan,” ujar eks Kepala Subdirektorat IV Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Polri itu.
Namun saat itu Endar sebetulnya tidak langsung bertugas lagi di KPK. Ia dibebaskan sementara dari tugas karena harus mengikuti Program Pendidikan Singkat Angkatan XXIV Tahun Ajaran 2023 di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas). Endar mengikuti program tersebut sampai 10 Oktober 2023 bersama lima pegawai KPK lain.
Dalam momen ini, peristiwa penolakan kasus kembali terjadi. Saat Endar di Lemhannas dan Firli mengambil cuti selama sepuluh hari, KPK sengaja menggelar ekspose perkara dugaan suap Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia saat itu, Edward Omar Sharif Hiariej. Sejumlah penegak hukum yang ditemui Tempo kala itu mengatakan Endar yang paling ngotot mencegah penanganan kasus Eddy Hiariej—sapaan Edward Omar Sharif—naik ke tahap penyidikan.
Eddy akhirnya baru ditetapkan sebagai tersangka pada 9 November 2023. Status tersangka itu tak bertahan lama. Tiga bulan kemudian, Eddy memenangi gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Saat ini kasusnya masih mangkrak dan Eddy telah menjadi Wakil Menteri Hukum. Kepada Tempo, Endar pernah mengatakan tak berkomentar soal kasus ini.
Kini, menjelang akhir 2024, masa tugas Endar di KPK tercatat mencapai empat tahun lebih. Pria yang lahir di Banyumas, Jawa Tengah, 30 Juni 1973, ini semula malang melintang di berbagai jabatan di kepolisian setelah lulus dari Akademi Kepolisian pada 1994.
Pada 2019, Endar menjabat Kepala Subdirektorat II Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri. Saat itu pangkatnya masih komisaris besar. Inilah jabatan terakhir Endar di Polri sebelum berkantor di KPK.
Sebetulnya ada 17 pendaftar untuk posisi Direktur Penyelidikan saat itu yang berasal dari Kejaksaan Agung, KPK, Polri, dan instansi lain. Dalam tahap wawancara, tersisa empat nama, termasuk Pelaksana Tugas Direktur Penyelidikan KPK Iguh Sipurba dan Kepala Satuan Tugas XIII Direktorat Penyidikan KPK Afief Yulian Miftach.
Pimpinan KPK akhirnya sepakat memilih Endar. Ia dilantik pada 14 April 2020 bersama Deputi Penindakan Brigadir Jenderal Karyoto, yang sekarang menjabat Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya dengan pangkat inspektur jenderal. Laporan bersama Indonesia Corruption Watch dan Transparency International Indonesia saat itu menyebutkan proses seleksi jabatan ini hanya mengakomodasi kandidat dari kepolisian.
Polemik pun sempat terjadi di lingkungan internal KPK. Sebab, selama ini posisi Direktur Penyelidikan biasanya diisi oleh figur dengan latar belakang auditor sebagai penyeimbang kekuasaan. Alasannya, kursi Direktur Penyidikan kerap diduduki polisi dan Direktur Penuntutan diisi jaksa. “Sekarang semua lini strategis diisi polisi,” tutur salah seorang mantan penegak hukum di KPK. ●
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo