Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan bahwa kekerasan oleh kelompok separatis Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPBPB OPM) di Papua yang terus menyasar berbagai kalangan, termasuk warga sipil, tidak bisa terus-menerus dinormalisasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Kita tidak bisa lagi menormalisasi kekerasan di Papua yang terus terjadi. Akhiri kekerasan di Papua," kata Puan dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat, 11 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Puan mengatakan hal itu ketika merespons serangan kelompok kriminal bersenjata (KKB) KKB yang mengakibatkan tewasnya 11 warga sipil pendulang emas di Yahukimo, Papua Pegunungan, pada 5-8 April 2025.
"Penyerangan terhadap pendulang emas hanyalah satu contoh nyata dari betapa rentannya warga terhadap kekerasan yang sistemik dan berulang," ujarnya seperti dikutip Antara.
"Masalah Papua bukanlah soal separatisme belaka, melainkan soal keadilan dan kesenjangan di Bumi Cenderawasih," kata Ketua DPR RI.
Untuk itu, dia memandang pendekatan militeristik masih belum optimal dalam menyelesaikan akar persoalan di Papua.
"Langkah baru harus dilakukan, terutama upaya yang mengedepankan dialog, menjamin kesejahteraan, dan memperkuat kehadiran negara secara adil dan manusiawi," tuturnya.
Puan lantas menyatakan bahwa DPR RI, khususnya Komisi I dan III, memiliki wewenang konstitusional untuk mengawasi kebijakan pertahanan, keamanan, serta hukum dan HAM.
Oleh sebab itu, dia menekankan DPR RI akan terus memastikan kebijakan negara berpihak pada pembangunan Papua dan masyarakat di sana.
"DPR akan terus mengawal demi memastikan keamanan dan kesejahteraan masyarakat Papua," kata Puan.
Menurut dia, kekerasan bersenjata di Papua yang terus memakan korban, terutama dari kalangan warga sipil, bukanlah angka statistik semata, melainkan nyawa warga negara Indonesia yang seharusnya juga mendapatkan perlindungan penuh dari negara.
"Aksi ini bukan yang pertama dan sudah banyak warga sipil jadi korban. Aparat keamanan harus menjamin keselamatan masyarakat, termasuk pekerja yang mencari nafkah di Papua," ucapnya.
Ia meminta aparat keamanan untuk mengusut tuntas kasus serangan di Yahukimo sekaligus memberi jaminan keamanan bagi seluruh warga sipil di Papua.
Dalam keterangannya, Puan juga meminta Pemerintah melibatkan tokoh adat, agama, akademisi, hingga perwakilan masyarakat sipil untuk bisa menjadi jembatan damai dan membantu memfasilitasi komunikasi.
Kontak Senjata Hambat Evakuasi Korban
Kepala Operasi Satgas Damai Cartenz Brigjen Pol. Faizal Rahmadani mengatakan, kontak tembak TNI-Polri dengan KKB di Bandara Dekai, Jumat, 11 April 2025, menghambat evakuasi jenazah korban pembunuhan KKB.
"Baku tembak berlangsung cukup lama namun tidak ada korban jiwa baik warga sipil maupun anggota TNI-Polri," kata Faizal Rahmadani di Jayapura, Jumat.
Diakui, personel gabungan dari Marinir, Kopasgat dan Satgas Damai Cartenz berhasil mengamankan wilayah sekitar Bandara Dekai, walaupun sempat terjadi kontak tembak yang berdurasi cukup lama.
Akibatnya baru satu jenazah dari Kali Kum yang berhasil dievakuasi ke Dekai dan saat ini sudah berada di RSUD.
Dari keterangan rekan sesama pendulang, jenazah yang dievakuasi dari Kali Kum bernama Stenly, sedangkan yang dievakuasi Kamis dari lokasi 22 adalah Wawan dan Kuswadi.
Selain di Kabupaten Yahukimo,KKB juga menyerang pendulang emas yang berada di Kawe, Kabupaten Pegunungan Bintang hingga menyebabkan seorang meninggal dan jenazahnya saat ini sudah berada di Tanah Merah, Kabupaten Boven Digoel, Papua Selatan, kata Kaops Satgas Damai Cartenz.
Faizal Rahmadani yang juga Waka Polda Papua menjelaskan, upaya evakuasi korban pembunuhan KKB di Kabupaten Yahukimo akan terus dilakukan karena dilaporkan masih ada lima korban di Bingki.
"Mudah-mudahan Sabtu evakuasi dapat kembali dilanjutkan," katanya.