Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung menetapkan Djuyamto, hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, sebagai tersangka suap penanganan perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO). Bersama Djuyamto, Kejagung melalui Tim Penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) juga menetapkan dua hakim lain sebagai tersangka, yakni Agam Syarief Baharudin (ASB) dan Ali Muhtarom (AM).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Abdul Qohar mengatakan penetapan tersangka ini merupakan hasil pengembangan dari penyidikan atas dugaan praktik suap dalam pengurusan perkara korupsi berkaitan pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya oleh tiga korporasi besar, yakni Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Putusan perkara tersebut sebelumnya dijatuhkan pada 19 Maret 2025 oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi PN Jakarta Pusat, dengan hasil putusan para terdakwa korporasi dinyatakan terbukti melakukan perbuatan, namun dinyatakan bukan sebagai tindak pidana (ontslag van alle recht vervolging). Ketika kasus ini disidangkan, Djuyamto merupakan Ketua Majelis, sementara Agam Syarief Baharudin selaku anggota majelis, dan Ali Muhtarom merupakan hakim ad hoc. Ketiganya ditunjuk oleh Muhammad Arif Nuryanta, yang dulu menjabat wakil ketua PN Jakarta Pusat.
"Berdasarkan alat bukti yang cukup, pada malam hari tadi (Ahad) sekitar pukul 23.30 WIB, tim penyidik telah menetapkan tiga orang tersangka pada perkara ini,” kata Abdul dalam konferensi pers di Kantor Kejagung RI, Jakarta Selatan pada Senin dini hari, 14 April 2025.
Adapun Abdul Qohar mengatakan penetapan tersangka dilakukan setelah melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap saksi. Pada tahap pemeriksaan sebagai saksi, Djuyamto tiba paling terakhir di Kantor Kejagung RI dibanding dua hakim saksi lainnya. Menurut keterangan Abdul, dia baru tiba di lokasi sekitar pukul 18.30 WIB setelah dilakukan penjemputan oleh tim penyidik.
Dia menjelaskan, tim penyidik Kejagung telah melakukan serangkaian penggeledahan mulai Sabtu, 12 April 2025 sejak pukul 00.00 WIB. Penggeledahan dilakukan di tiga tempat di tiga provinsi, yakni di Jepara di Jawa Tengah, Sukabumi di Jawa Barat, dan Jakarta.
Dari hasil penggeledahan pada Ahad, 13 April 2025 penyidik mengamankan sejumlah barang bukti berupa uang tunai dalam berbagai mata uang di rumah para tersangka dengan total nilai miliaran rupiah. Selain itu, penyidik juga mengamankan 1 unit mobil Land Cruise, 2 unit mobil jenis Land Rover, 21 unit sepeda motor, dan 7 unit sepeda dari rumah Ariyanto Bakrie (AR), tersangka sebelumnya.
Atas perbuatan mereka, para tersangka disangkakan melanggar pasal berlapis. Abdul menyebutkan, yakni Pasal 12 huruf c juncto Pasal 12 B juncto Pasal 6 ayat (2) juncto Pasal 18 juncto Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Terhadap para tersangka dilakukan penahanan 20 hari ke depan berdasarkan surat perintah penahanan tertanggal 13 April 2025, di mana penahanan dilakukan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung RI," tutur Abdul menambahkan.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan empat tersangka suap dan gratifikasi penanganan perkara kasus korupsi minyak goreng. Keempatnya, yakni Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta (MAN), pengacara Marcella Santoso (MS) dan Ariyanto (AR), serta panitera muda pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara Wahyu Gunawan (WG).
Menurut Kejagung, Arif yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat menerima suap dari Marcella dan Ariyanto melalui Wahyu Gunawan sebesar Rp 60 miliar agar memvonis lepas tiga korporasi yang menjadi terdakwa dalam kasus korupsi minyak goreng. Ketiga korporasi itu adalah Wilmar Grup, Permata Hijau Grup dan Musim Mas Grup.
"Penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa MS dan AR melakukan perbuatan pemberian suap dan atau gratifikasi kepada MAN sebanyak, ya diduga Rp 60 miliar,” kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar saat konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Sabtu malam.
Hammam Izzuddin berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Mengapa Judi Online Sulit Diberantas: Cerita Para Operator