KESUNYIAN di Desa Kampung Teleng, di kaki bukit Gunung Padang, Sumatera Barat -- tak jauh dari batu si Malinkundang -- Selasa subuh pekan lalu, tiba-tiba dipecahkan sebuah pekik histeris. Suara yang datang dari rumah Nyonya Suwarni itu diselingi pula suara gaduh, dan suara minta tolong. Warga desa, yang kaget di pagi itu, segera mendobrak pintu rumah kayu Suwarni. Astaghfirullah! Penduduk menyaksikan pemandangan aneh di rumah itu. Elendrawati, 17 tahun, terlihat sedang memukuli ibu kandungnya, Suwarni, dengan kayu palang pintu. Sementara itu, dua orang adik kandung korban -- Wil Endang Suriani, 17 tahun, dan Patmawati, 25 tahun -- hanya menyaksikan penganiayaan itu dengan matanya yang tajam -- seakan-akan setuju tindakan Elen. Lebih aneh lagi Suwarni, yang wajahnya telah bersimbah darah, tak mengaduh ataupun menjerit akibat pukulan bertubi-tubi itu. Kendati semua tetangga sudah mengingatkan Elen bahwa yang dipukulinya ibunya, toh mereka tak peduli. Sebab, kata mereka, yang lagi mereka pukuli itu adalah tengkorak hidup dan menyeramkan. Tetangga pun terpaksa merampas kayu tersebut dan buru-buru melarikan Suwarni, 45 tahun, ke rumah sakit. Hanya saja sesampai di rumah sakit Suwarni tewas karena terlalu banyak mengeluarkan darah. Elen, Wil, dan Patma terpaksa ditahan polisi. "Setelah di kantor polisi baru kami sadar bahwa yang kami pukuli itu adalah kakak kami sendiri," kata Wil dan Pat di sel Polresta Padang. Sementara itu, Elen, yang hanya sempat mengenyam bangku kelas III SD, sampai pekan lalu, masih menunjukkan gejala aneh. la masih mengigau, meronta-ronta, dan tak bisa diajak bicara dan tak mau makan dan hanya minum air putih. Bahkan gadis itu sering membuka bajunya hingga telanjang. Selain itu, ia juga buang air kecil dan berak sembarangan di selnya. Karena itu, Kapolresta Padang, Letkol. Drs. Ahmad Saleh bermaksud memeriksakan Elen ke rumah sakit jiwa. Almarhum Suwarni, yang hidup menjanda, bekerja sebagai pencuci pakaian dari rumah ke rumah untuk menghidupi tiga orang anak dan dua orang adiknya tadi. Keluarga yang berasal dari Kabupaten Pesisir Selatan itu tinggal di sebuah rumah kayu, milik Desnawati -- yang dikenal sebagai dukun muda di kampung itu. Menurut kedua adiknya, Wil dan Patma, empat hari sebelum kejadian aneh itu, Almarhumah membakar kemenyan. Katanya untuk memanggil roh halus. Tak lama kemudian Suwarni tiba-tiba seperti orang kesurupan, berbicara ngaco, dan kadang tertawa sendirian. Ketika kesurupan itu, konon, Suwarni sempat berucap, "Desnawati itu dukun cabul." Kebetulan ucapan itu terdengar oleh seorang tetangga, yang kemudian menyampaikannya kepada Desnawati. Perang mulut pun terjadi karena Suwarni dan keluarga membantah pernah mengucapkan kata-kata itu. Akhirnya, untuk membuktikan bahwa ucapan itu tak benar, Suwarni, Wil, Pat, dan Elen bersumpah pada Senin, 31 Oktober, di depan Desnawati dengan cara menginjak Quran. Bila mereka berbohong, Tuhan akan mengutuk. Begitulah. Subuh, keesokan harinya, Suwarni membangunkan Elen dan meminta agar anaknya memijatnya. "Elen, Mak mau pergi ke Mekah, tolong pijat bahu Mak ini," kata Suwarni. Tapi begitu Elen terbangun cerita Wil dan Patma, yang terlihat olehnya bukan emaknya, melainkan tengkorak berwajah buruk dan menakutkan. Gadis itu seketika meraih kayu palang pintu dan memukulkannya berkali-kali ke muka Suwarni. Tak hanya itu, ia juga meminta keduabibinya ikut menghajar "tengkorak" tersebut. Keduanya seperti terhipnotis dan turut menggebuki korban hingga babak belur. Sementara itu, anak Suwarni lainnya, Irmawati, 25 tahun, dan Dian, 5 tahun, yang tak terpengaruh setan jahat itu, kaget melihat perbuatan Elen dan kedua bibinya. Mereka berteriak-teriak minta tolong. "Sekarang kami tak tahu harus berbuat apa lagi. Nasib kami memang malang," kata Wil, yang siswa kelas II SMA, sedih. Hanya saja, sampai pekan lalu, pihak polisi masih kesulitan mengungkapkan latar belakang kasus aneh itu. "Kami masih sulit mengungkapkan, keadaan tersangka masih belum stabil," kata Kapolres Ahmad Saleh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini