Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Raffi Ahmad Belum Serahkan LHKPN, Ini Sanksi Pejabat yang Tak Laporkan Harta Kekayaan

Selaku Utusan Khusus Presiden, Raffi Ahmad belum melaporkan jumlah harta kekayaannya dalam LHKPN ke KPK. Apa alsannya?

15 November 2024 | 14.44 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sejak pelantikan sebagai Utusan Khusus Presiden pada Selasa, 22 Oktober 2024 lalu, selebritas sekaligus pengusaha Raffi Ahmad belum melaporkan jumlah harta kekayaannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut lembaga antirasuah itu, Raffi Ahmad selaku pejabat negara wajib menyerahkan Laporan Harta dan Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), paling lama tiga bulan sejak dilantik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Harus, harus (lapor LHKPN). Pokoknya tiga bulan paling lambat dari dia diangkat. Sekarang sudah jalan sebulan ya,” kata Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan di Gedung ACLC KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan pada Rabu, 13 November 2024.

Lantas adakah sanksi bagi pejabat negara yang tidak melaporkan harta kekayaannya?

Raffi Ahmad, Utusan Khusus Presiden bidang Pembinaan Generasi Muda dan Pekerja Seni, memastikan akan melaporkan harta kekayaannya lewat LHKPN. Kepada media, usai peresmian restoran barunya di Melawai, Jakarta Selatan, suami Nagita Slavina ini menyebut pelaporan jumlah harta kekayaannya masih dalam proses.

“Lagi proses. Pasti, pasti (akan lapor),” kata Raffi Ahmad pada Kamis, 14 November 2024.

Dilansir dari laman resmi e-lhkpn, LHKPN bukan hanya mencakup harta pribadi pejabat, melainkan juga harta keluarga, termasuk pasangan suami atau istri serta anak-anak yang menjadi tanggungan. Sistem pelaporan dilakukan secara elektronik melalui aplikasi e-LHKPN yang dapat diakses di situs resmi KPK.

Adapunekayaan yang dihitung bukan hanya berupa aset bergerak dan tidak bergerak, tetapi juga kewajiban dan hak finansial lain yang dimiliki. Aset-aset tersebut bisa atas nama pribadi, pasangan, atau anak tanggungan. Harta yang dilaporkan mencakup yang diperoleh sebelum dan selama masa jabatan.

Berdasarkan Peraturan KPK Nomor 02 Tahun 2020, terdapat beberapa momen khusus di mana pejabat negara wajib melaporkan hartanya. Yakni saat ia pertama kali menjabat. Kemudian setelah berakhirnya masa jabatannya atau pensiun. Lalu jika ia diangkat kembali setelah masa jabatannya. Serta selama masih menjabat.

Dalam pelaporannya, pejabat penyelanggara negara juga wajib melampirkan berbagai dokumen pendukung, seperti surat berharga, polis asuransi, atau rekening bank. Semua dokumen ini bisa dikirim melalui platform e-LHKPN secara daring atau lewat pos.

Setelah diterima oleh KPK, data LHKPN akan diperiksa untuk memastikan kelengkapan dan konsistensi dengan profil pejabat yang bersangkutan. Hasil pemeriksaan kemudian akan diumumkan kepada publik dan dapat diunduh sebagai bentuk transparansi.

Sanksi pejabat jika tidak lapor LHKPN

Mengacu pada Pasal 21 Peraturan KPK Nomor 02 Tahun 2020, penyelenggara atau pejabat negara akan diberikan sanksi apabila tidak melaporkan LHKPN atau tidak memenuhi kewajiban sesuai ketentuan. KPK akan mengirimkan rekomendasi kepada atasan langsung atau pimpinan lembaga tempat yang bersangkutan berdinas untuk melayangkan sanksi administratif sesuai ketentuan.

Misalnya, kebijakan yang berlaku di Kementerian Keuangan melalui Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) No. 84/KMK.01.2021 pada bagian kesembilan disebutkan bahwa Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang tidak menyampaikan LHKPN akan dijatuhi hukuman disiplin ringan. Hukumannya, yaitu teguran lisan, peringatan tertulis, hingga pernyataan tidak puas secara tertulis.

PNS juga diharuskan untuk melaporkan LHKPN berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 94 Tahun 2021 yang diteken Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi pada Selasa, 31 Agustus 2021. PNS yang wajib menyampaikan harta kekayaan dengan jabatan fungsional dan pegawai lain yang diminta melaporkan.

Bagi PNS yang melanggar aturan disiplin tersebut akan mendapatkan sanksi berupa:

1. Hukuman disiplin sedang

- Pemotongan tunjangan kinerja (tukin) sebesar 25 persen selama 6 bulan.

- Pemotongan tukin PNS sebesar 25 persen dalam kurun waktu 9 bulan.

- Pemotongan tukin sebesar 25 persen selama 12 bulan.

2. Hukuman disiplin berat

- Penurunan jabatan satu tingkat lebih rendah selama 12 bulan.

- Pembebasan dari jabatan menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan.

- Sanksi tak lapor LHKPN, yaitu pemberhentian dengan hormat sebagai PNS bukan karena permintaan sendiri.

HENDRIK KHOIRUL MUHID | SULTAN ABDURRAHMAN | ANANDA RIDHO SULISTYA | MELYNDA DWI PUSPITA | KARUNIA PUTRI | DANIEL A. FAJRI

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus