Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Rahardi Buka Kartu Lagi?

5 Mei 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RAHARDI Ramelan seperti bermanufer sendirian. Ia tidak hanya secara mendadak memecat para pengacaranya, tapi juga kesaksiannya mulai bersimpangan dengan Akbar Tandjung. Resminya, pemecatan pada Selasa dua pekan lalu itu berlabel pencabutan surat kuasa. Ia mencabut surat kuasa dari para pengacaranya, antara lain O.C. Kaligis, Yan Juanda Saputra, dan J. Kamaru. Seminggu kemudian, Rahardi menunjuk pengacaranya yang baru, yakni Trimoelja D. Soerjadi, Frans Hendrawinata, Th. Hutabarat, serta J. Kamaru lagi. Semula diduga keputusan drastis Rahardi terjadi lantaran ia tak kunjung dilepaskan oleh majelis hakim yang diketuai Lalu Mariyun di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Bahkan penahanannya diperpanjang selama 60 hari. Padahal, pada saat yang bersamaan, penahanan Akbar Tandjung justru ditangguhkan oleh majelis hakim yang diketuai Amiruddin Zakaria di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Adakah itu menyiratkan kekesalan Rahardi terhadap para pengacara lamanya yang dianggap tak sukses mengupayakan penangguhan penahanannya? Kepada Ardi Bramantyo dari TEMPO, yang mewawancarainya, Rahardi mengaku pemecatan pengacara lama dan pengangkatan pengacara baru itu untuk mengoptimalkan koordinasi bagi proses pembelaannya. Memang, Rahardi mengaku koordinasi pada tim pengacara lama kurang bagus. O.C. Kaligis selaku koordinator tim pengacara, misalnya, amat sibuk, sampai-sampai pada hari Senin Kaligis harus berada di Bali untuk menangani perkara lain. Padahal, Selasanya ada persidangan Rahardi. Baik Kaligis maupun Yan Juanda mengaku bisa menerima dengan lapang dada keputusan pencabutan surat kuasa oleh Rahardi. Sebab, itu hak perdata Rahardi. Tapi mereka tak bisa menerima bila dianggap kurang optimal membela Rahardi. "Kurang apa kami membela Pak Rahardi? Kami ini sudah habis-habisan membelanya," ujar Yan Juanda. Soal penangguhan penahanan, ujar Yan, sudah lima kali diajukannya ke majelis hakim. Bahkan ia bersama keluarga Rahardi telah beberapa kali menemui Hakim Lalu Mariyun. Tapi, "Penangguhan penahanan kan wewenang majelis hakim. Kalau majelis hakim belum mengabulkan, mau bagaimana lagi?" kata Yan. Diperkirakan, setelah agenda sidang kesaksian Akbar Tandjung dan mantan presiden Habibie, yang akan dibacakan kesaksiannya, majelis hakim akan mempertimbangkan lagi penangguhan penahanan Rahardi. Namun, ada kabar bahwa bukan soal penangguhan penahanan yang membuat Rahardi berang. Mantan Kepala Bulog itu diduga tak bisa menerima kenyataan bahwa tim pengacaranya acap melakukan rapat dengan tim pengacara Akbar Tandjung. Rapat itu dikabarkan dirancang oleh Muladi, orang dekat Habibie, dan berlangsung di Jalan Proklamasi, Jakarta. Muladi pula yang dulu memberi jalan bagi Kaligis dan Yan Juanda untuk menjadi pengacara Rahardi. Rapat itu dikabarkan pula untuk memuluskan skenario penyelamatan Habibie, Akbar, dan Golkar. Untuk itu, kalau terpaksa, biarlah Rahardi yang dikorbankan alias menerima limpahan risiko dan tanggung jawab kasus dana nonbujeter Bulog. Rahardi sendiri mengaku tak mengetahui rapat tersebut. "Bagaimana saya bisa tahu? Saya di sini (maksudnya di dalam Penjara Cipinang)," ucap Rahardi seraya tertawa. Rahardi, yang baru saja terkena demam, radang tenggorokan, dan migren, juga mengaku tak mengerti skenario penyelamatan Golkar, Habibie, dan Akbar. "Skenario apa, sih? Kalau skenario saya, ya cepat selesai masalah ini," ia menambahkan. Kaligis dan Yan Juanda juga menepis isu rapat di Jalan Proklamasi. "Yang bilang begitu siapa? Saya tidak pernah bertemu, apalagi ikut rapat dengan tim pengacara Akbar. Itu fitnah. Ngawur. Tolong tunjukkan di mana tempat rapat di Jalan Proklamasi itu," kata Kaligis. Seperti juga Kaligis, Yan mengaku menangani perkara Rahardi dengan tetap menjunjung tinggi profesionalisme di jalur hukum. "Bagaimana saya bisa dituduh berkonspirasi dengan Golkar? Dalam soal proses hukum Rahardi, saya sering berseteru dengan tim pengacara Akbar, juga bersilang pendapat dengan orang-orang Golkar," Yan Juanda menimpali. Bantahan lebih keras datang dari Muladi. "Saya sakit hati kalau dituduh merancang pertemuan itu. Saya ini memberikan advis yuridis tanpa dibayar, baik oleh Habibie, Akbar, maupun Rahardi," kata Muladi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus