MAD Isa seperti hendak pamer kehebatan pada polisi. Dalam keadaan terluka berat karena luka tembak dan anak peluru bersarang di punggung, perampok yang ditakuti itu masih bisa lolos. Ia menendang petugas yang akan membawanya ke rumah sakit, melompat dari mobil, dan menghilang di semak-semak pinggir jalan. "Dia lari seperti kancil, sehingga petugas yang segar bugar tak sanggup mengejarnya," ujar Letkol Sutopo Slamet, kepala Polres Pandeglang, Jawa Barat, pekan lalu. Isa, 25, yang beperawakan kurus dan tinggi, lebih kurang 160 cm, memang kancil yang ditakuti. Bukan hanya di seputar kampungnya, Banjar, Pandeglang, tapi Juga sampai ke Banten dan bahkan Lampung. Hanya bersenjata golok, memang. Sasarannya pun bukan kelas kakap yang sekali "tembak" bisa menghasilkan jutaan rupiah. Tapi, cara dia beroperasi, yang tidak selalu dilakukannya malam hari, sungguh kelewatan. Dia akan mengambil barang, uang, atau perhiasan begitu saja meski saat itu ada pemiliknya. Dan meski korban tahu bahwa pelakunya adalah Isa, mereka tak berani bertindak atau melapor ke polisi. Penduduk umumnya takut. Juga petugas sangat berhati-hati bila berhadapan dengannya karena dikabarkan Isa memiliki ilmu kebal Pancasona. Buktinya, beberapa waktu lalu ketika tertangkap, mudah sekali ia lolos dari tahanan. "Ia menjebol dinding, padahal kedua tangan diborgol dan kakinya diikat erat," kata Sutopo. Malah, sejak ia tertangkap dan lolos itu, kebrutalannya kian menjadi. Ia mengancam akan menghabisi ayahnya sendiri, Madsuri, dan kelima saudaranya yang selama ini tak pernah merestui ulahnya. Juga,kata Letkol Sutopo, bandit itu sesumbar akan membunuhi lurah, camat, dan polisi yang mencoba menghalangi tindakannya. Bukan main, 'kan? Pada sore hari, 21 Maret lalu, Isa, yang lama tak pernah muncul di Banjar, diketahui sedang mencuri kelapa milik ayahnya sendiri. Madsuri segera menghubungi polisi. Tak lama, kepala Polsek Banjar, Capa Iji, dan seorang anak buahnya, Koptu Didin, tiba di tempat kejadian. Isa, yang tengah menenteng kelapa curian, diperintahkan menyerah. "Apa, menyerah?" sambut Isa, seraya menyerbu dengan goloknya. Iji melepas tembakan peringatan dengan US Carabine kaliber 30, dua kali, tapi tak dihiraukan. Isa terus menyerbu. Terpaksa, peluru yang ketiga menembus perut, dan bersarang di punggungnya. Toh. ia belum menverah. sehingga pergumulan terjadi. Beberapa saat kemudian, Isa baru bisa dikuasai dan segera diangkut ke rumah sakit Pandeglang. Dari sana, karena dokter tak sanggup mengeluarkan peluru dari punggung, Isa dibawa ke rumah sakit Serang. Dalam perjalanan menuju Serang itu mobil yang mengangkut Isa nyaris kesrempet truk. Iji dan Didin sempat lengah sedikit. Ketika itulah, setelah menendang pengawalnya, Isa menghilang. Sia-sia saja Sutopo mengerahkan anak buahnya selama tiga hari tiga malam memeriksa semak-semak di sekitar situ. Juga pelacakan ke Lampung belum menemukan titik terang. Diduga, Isa mendapat pertolongan dari kawanan Adjot, gembong perampok yang juga sering operasi di Pandeglang, Banten, dan Lampung. Tinggallah Madsuri, 65, kini ketakutan. Ia merasa yakin, Isa bakal muncul kembali dan melaksanakan niat untuk membunuhnya serta semua anaknya yang lain. "Entahlah. Padahal di masa kecilnya, Isa anak yang baik," ujarnya sedih. Isa, kata Madsuri, hanya sekolah sampai kelas IV SD, lalu belajar di pesantren. Menanjak dewasa, ia mengemukakan keinginannya untuk mendalami ilmu Pancasona, dan menghilang dari rumah. Ilmu itu dalam cerita pewayangan dimiliki oleh Rahwana: kebal terhadap senjata dan, meski sudah mati, bisa hidup kembali bila tubuhnya menjejak tanah. Tapi, Isa jelas bukan Rahwana. Sebab itu, Sutopo optimistis, Isa akhirnya akan tertangkap juga. Sebab, Rahwana yang sakti pun kemudian terjepit dua gunung batu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini