Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Drama dekat kabat

Ichwan, 18, diadili di Pengadilan Negeri Banyuwangi, dituduh membacok ayahnya Misbah, 50, dan melindaskannya ke kereta api. Ichwan yang pernah dipenjara membantah semua tuduhan. (krim)

13 April 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERAT nian yang dituduhkan jaksa terhadap Ichwan. Pemuda bertampang lugu dan baru berusia 18 tahun itu dituduh meletakkan ayahnya, Misbah, yang sudah tak berdaya karena dihajar parang, di atas rel kereta api. Tak lama, kereta api malam jurusan Banyuwangi-Surabaya melintas di dekat stasiun Kabat, dan Misbah, 50, tewas terlindas. "Terdakwa rupanya ingin memberi kesan bahwa ayahnya mati karena kecelakaan," kata Jaksa dalam tuduhan yang dibacakan di Pengadilan Negeri Banyuwangi. Ichwan, yang pekan-pekan ini diadili, menurut Jaksa, mulanya jengkel terhadap ayahnya. Pada 29 November 1984 lalu, ayah dan anak itu mendapat upah Rp 3.000 setelah bekerja di pelabuhan Meneng, sekitar 8 km dari Banyuwangi, di Jawa Timur. Seperti biasa, Ichwan meminta bagiannya. Kali itu sang ayah menolak karena ia berniat menggunakan uang yang didapat untuk menebus pakaian yang digadaikan kepada rentenir. Sedangkan Ichwan rupanya ingin sekali memegang uang. Percekcokan terjadi. Dan Ichwan, kata jaksa, mengayunkan parang - yang selalu dibawanya - ke kepala Misbah. Korban terjatuh. Lalu, untuk menutupi perbuatannya, Ichwan meletakkan korban di atas rel kereta api. Sekitar pukul 21.00, saat kereta api melintas dekat stasiun kecil Kabat, Masinis Sukardi memang melihat seperti ada sesosok tubuh manusia di atas bantalan rel kereta api. Cekatan sekali ia mengerem mendadak. Kereta api berhenti, tapi dua buah gerbong sempat melindas korban. Misbah, menurut visum dokter, mengalami luka berat di bagian kepala akibat hantaman benda keras. Ia tewas dalam perjalanan ke rumah sakit. Ichwan, yang dalam beberapa tahun terakhir hidup menggelandang bersama ayahnya, menyangkal semua tuduhan. "Masa saya tega membunuh ayah sendiri," kata pemuda yang tak tamat SD itu dengan bibir gemetar kepada TEMPO. Malam itu, katanya, ia memang cekcok sebentar dengan ayahnya. Setelah itu, mereka tidur di rel kereta api. Ia mengaku tak pernah memarang ayahnya. "Parang itu selalu kami bawa untuk bekerja," kata Ichwan. Bila tak mendapat pekerjaan di pelabuhan, katanya, ia bersama ayahnya memang sering mencari pekerjaan sebagai pemetik kelapa. Dan untuk pekerjaan semacam itu, parang 'kan dibutuhkan? Sewaktu ada kereta api datang, Ichwan mengaku membangunkan ayahnya. Ternyata, orangtua itu tak juga bangun meski sudah diguncang dan ditarik-tarik dengan keras. Melihat kereta api kian dekat, Ichwan melompat ke dalam parit, sementara ayahnya terlindas. Jaksa dan majelis hakim agak kurang percaya. Jaksa, misalnya, takyakin sang ayah tetap tak terbangun setelah diguncang-guncang keras. "Seenak-enaknya orang tidur, tentu akan terbangun mendengar bunyi gemuruh kereta api," komentarJaksa Agus Suharno. Ia menilai Ichwan berbohong, terutama bila dihubungkan bahwa pemuda itu pernah dihukum karena mencuri. Juga, menurut polisi, Ichwan sempat mencoba lari dari tahanan dengan cara menjebol dan merusakkan jendela. Masinis Sukardi, dalam kesaksiannya menyebut bahwa malam itu ia tak melihat ada orang lain - selain korban - di tempat kejadian. Tapi rekannya, seorang kondektur, menyatakan bahwa ia melihat Ichwan terjatuh diselokan. Visum dokter, yang menyebutkan bahwa korban tewas akibat luka berat di kepala akibat hantaman benda keras, dan tidak menyebut adanya luka oleh benda tajam, mungkin bisa meringankan Ichwan. Tapi, tentu, majelis hakim mempunyai kewenangan penuh untuk menilai bersalah atau tidaknya seorang terdakwa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus