Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Rakyat tergusur, bupati dihukum

Bupati Deli Serdang & camat sunggal dihukum membayar ganti rugi kepada Dame Ginting karena menggusur tanah/bangunan milik Dame untuk pembuatan jalan di desa Tanjung Gusta. Bupati Ruslan M. banding.

21 April 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMERINTAH agaknya sudah perlu berpikir dua kali agar tak asal main gusur. Sebab, pihak pengadilan tidak lagi selalu membenarkan sikap demikian. Bukti terbaru, Rabu dua pekan lalu, majelis hakim Pengadilan Negeri Lubukpakam tak segan -segan menghukum Bupati Deli Serdang dan bawahannya, Camat Sunggal, agar membayar ganti rugi Rp 5,8 juta kepada rakyatnya. Mereka dinilai terlalu lancang menggusur bangunan dan tanaman milik Dame Ginting, seorang pengusaha alat fotografi di daerah itu. Kasus ini bermula dari rencana Camat Sunggal Erwin N.P. membangun jalan umum di Lorong Sukodono, Desa Tanjung Gusta, Kecamatan Sunggal, Deli Serdang, Sumatera Utara. Jalan selebar tiga meter itu direncanakan membelah tanah milik Dame, yang semula tak keberatan. "Berapa pun ganti rugi, akan kami terima sebagai tanda penghargaan dari pemerintah," kata Dame. Tapi rupanya Bupati tak hendak memberikan ganti rugi karena menganggap tanah itu milik negara. Buntutnya, tanpa diketahui Dame Ginting, Camat Sunggal Erwin N.P. pada 1 Agustus 1989 mengerahkan petugas Dinas Penertiban Pemda Deli Serdang agar membersihkan areal itu. Di sini Dame tersinggung. Dame pun menggugat pemerintah daerahnya itu. Tapi Hakim Pengadilan Negeri Lubukpakam, Tumanggor, menolak (No) gugatan Dame. Menurut Bulat Sitepu, pengacara Dame, penolakan hanya karena Bupati dan Camat dijadikan satu tergugat. Baru setelah tergugat dipisah menjadi tergugat satu dan dua, pada 6 November 1989, gugatan itu mulai diperiksa: Tanah sengketa itu semula bagian tanah negara, yang pada 1981 dikeluarkan dari areal Hak Guna Usaha (HGU) PT Perkebunan IX. Belakangan, Bupati Deli Serdang, diwakili E.S. Marpaoeng, menerbitkan Surat Keterangan Tanah (SKT) untuk pemilik persil itu. Pada 1976, Dame membeli persil seluas 17 x 70,5 meter seharga Rp 100 ribu dari Sandam, dan mendirikan kios 6 x 6 meter di situ. Dame, yang yakin SKT itu asli, sejak awal sidang sudah menawarkan perdamaian. "Kami tak ingin mempermalukan pemda," kata Bulat Sitepu. Tapi pihak pemda menolak. "Bupati dan Camat berkeras, karena tanah tersebut milik negara," kata Kepala Bagian Hukum Pemda Deli Serdang, Ngatasi Ginting, sepertiditirukan Bulat Sitepu. Menurut Ngatasi, SKT milik Dame itu, yang dibuat pada 1973, asli tapi palsu. Karena SKT itu dibuat ketika areal masih dalam HGU PTP IX, hingga penerbitannya tak lewat prosedur. SKT resmi harus berasal dari permohonan tanah di luar areal PTP. Bahkan, menurut Humas Pemda Deli Serdang, Djafar, S.E., SKT tersebut tak sama dengan sertifikat. Penerbitan SKT ini berawal dari hadiah yang diberikan pemerintah karena Kabupaten Deli Serdang sejak 1979 berhasil jadi penyetor Ipeda terbaik di Sum-Ut. Imbalannya, pemerintah mengukur dan mendaftarkan persil-persil tanah garapan penduduk lewat Badan Pendaftaran Pengukuran Inventarisasi Tanah (BPPIT). Karena itu, SKT, yang bisa jadi dasar pembuatan sertifikat tanah, hanya sekadar inventarisasi Ipeda dan tanahnya, bukan sebagai kekuatan hukum pemilikan tanah. Tapi, menurut Bulat, soal aspal atau tidak, SKT itu bukan tanggung jawab kliennya. "Kalaupun surat itu aspal, Bupati tak bisa melepaskan tanggung jawab karena yang membuat SKT itu adalah staf Bupati, dengan stempel resmi instansi tersebut," kata Bulat. Lagi pula, menurut Dame, semua surat tanah di Deli Serdang sama dengan SKT itu. "Apa seluruh penduduk memiliki surat tanah palsu?" kata Dame. Majelis hakim yang dipimpin Alida Pasaribu menyatakan SKT itu sah. Menurut hakim, pemda tak beralasan membuat perlintasan umum di tanah milik Dame. Sebab, hanya satu rumah yang ada di belakangnya. Karena itu, majelis mewajibkan Bupati membayar ganti rugi perusakan bangunan dan harga tanah milik Dame sebesar Rp 20,1 juta. Bupati Deli Serdang, Ruslan Mansyur, tentu saja tak puas atas putusan itu. Sebab, ia menganggap SKT yang dikeluarkan Pemda Deli Serdang, jiwanya bukan sertifikat, tapi hanya inventarisasi. "Kami banding atas putusan itu," kata Ruslan Mansyur. Sementara itu, staf Bupati, Ngatasi, mengatakan bahwa pihaknya tetap akan membuka jalan di tanah Dame. "Kapan mau dibangun, tinggal menunggu waktu saja. Pemerintah sudah mencadangkannya untuk jalan," kata Ngatasi. Irwan E. Siregar (Biro Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus