DALAM dasawarsa terakhir, tampaknya berkembang corak aniaya yang kian berdarah dingin di sebagian masyarakat kita. Peristiwanya mulai ramai menghiasi halaman surat kabar sejak tahun 1981. Ketika itu ditemukan mayatterpotong 13 dalam kardus di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat. Dalam tahun yang sama, di Kalijodo, Jakarta Barat, ditemukan lagi mayat cerai-berai yang dipurukkan dalam karung. Dua kejadian itu tak urung membuat Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) ramai didatangi orang. Seminggu kemudian ditemukan lagi mayat wanita di belakang depot Pertamina, Jakarta Utara, direjangpula. Sejak 1982 cerita tentang mayat terpotong senyap, dan masyarakat Jakarta kembali dikejutkan dengan ditemukannya mayat potong tujuh, Mei 1989. Kali inipolisi berhasil menyingkap misterinya. Nyonya Hadijah alias Nonya Diah, nama korban itu, konon dibantai suaminya, Agus Abu Naser. Belum beranjak dari Jakarta. Di Ancol, tiga tahun silam mayat Christine Indrajaya ditemukan mengenaskan. Tubuh tanpa kepala dan tanpa dua telapak tangan itu ditemukan dalam bak sampah. Wanita molek berumur 22 tahun ini dihabisi bekas omnya sendiri, Nata Erwadi alias Ipung, karena sakit hati ketika mengetahui Christine akan menikah dengan lelaki lain. Selain di Jakarta, Kabupaten Sukabumi dan Cianjur (Jawa Barat) pun punya rekor. Paling tidak, ada empat kasus pemotongan mayat yang tercatat di dua daerah itu. Salah satu adalah mayat yang dipotong enam di Cimandiri, Sukabumi. Meskipun pelakunya tertangkap, identitas si korban hingga kini belum terungkap. Tempat lain yang disinggahi pembunuh yang getol memotong mayat adalah Dusun Sandung Tambun, Kalimantan Tengah. Indus Mahat ditemukan dengan kepalaterpotong dan beberapa anggota badannya buntung. Indus dilibas kepala desanya sendiri, Kedeng Ranan, 61 tahun. Dalam pengakuan Kedeng, konon kepala Indus bakal dijual untuk pelengkap suatu upacara adat. Namun, dari sekian cerita mayat terpotong, tampaknya perbuatan Mbok Sujiwo yang memotong tubuh Farida menjadi 79 adalah paling sadistis kedua setelah peristiwa di Tanjungmulia, Medan, 4 Juni 1978. Mayat korban, Law Ek Mong, 39 tahun, selesai dicincang kemudian dicampurkan dalam makanan untuk babi. Pelakunya, Su Bun, 35 tahun, penjual daging babi di Pasar Sambu, Medan. Ia dibantu adiknya, A Tiong. Motif pembunuhan itu persaingan dalam berdagang babi lokal. Ek Mong adalah kakak ipar A Tiong.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini