Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Kasus pemerasan AKBP Bintoro bermula dari kematian FA, perempuan berusia 16 tahun.
Jenazah FA sempat tak dikenali saat dibawa ke RSUD Kebayoran Baru.
FA diduga sempat berkencan dan dicekoki narkotik oleh para pelaku.
SELAMA tiga puluh menit, penyidik Unit Reserse Mobile Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Selatan memeriksa Radiman pada Selasa, 4 Februari 2025. Ia didampingi Toni, pengacaranya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Laki-laki 45 tahun yang berdagang cilok keliling itu kembali diperiksa penyidik untuk bersaksi atas kematian anaknya yang berinisial FA, 16 tahun. Penyidik menanyakan penyebab dan dugaan pembunuhan terhadap FA kepada Radiman, termasuk adanya upaya perdamaian antara keluarganya dan tersangka. “Polisi melanjutkan kembali penyidikan kasus ini,” kata Toni.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
FA meninggal pada Senin malam, 22 April 2024. Mulanya Polres Metro Jakarta Selatan menerima laporan dari Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Baru yang menyebutkan ada jenazah tanpa identitas. Polisi langsung menelusuri dan kemudian diketahui jenazah tersebut bernama FA. Keesokannya, Radiman datang dan mengkonfirmasi bahwa jenazah itu adalah anak keduanya. “Saat itu saya juga sudah dimintai keterangan oleh polisi,” ucap Radiman.
Sebelum meninggal, FA bersama tiga orang lain, yaitu APS, perempuan yang juga berusia 16 tahun; Arif Nugroho (48); dan Muhammad Bayu Hartoyo (42). Arif dan Bayu belakangan ditetapkan sebagai tersangka penyebab kematian FA dan eksploitasi anak terhadap FA dan APS.
Mereka diketahui berkencan di salah satu hotel di kawasan Senopati, Jakarta Selatan, pada malam sebelumnya. Dari hasil pemeriksaan petugas sekuriti hotel dan rekaman kamera pengawas, FA berada di hotel sejak siang. Ia datang bersama APS. Keduanya datang setelah APS berkomunikasi dengan Arif dan bersepakat bertemu di hotel. APS mengenal Arif Nugroho. Keduanya sudah beberapa kali berkencan.
Dari penelusuran polisi kala itu, selain berkencan, APS, FA, Bayu, dan Arif diduga mengkonsumsi narkotik dan obat-obatan terlarang atau narkoba di kamar hotel. Arif bersama APS di satu kamar. Sementara itu, Bayu dan FA berada di kamar lain. “Di hotel, FA dan APS dicekoki obat inex dan minuman yang dicampur narkotik jenis sabu,” ujar Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan saat itu, Ajun Komisaris Besar Bintoro, pada 28 April 2024.
Belakangan, AKBP Bintoro bersama perwira polisi dinyatakan melanggar kode etik karena memeras Arif dan Bayu sebesar Rp 17 miliar. Pengganti Bintoro, Ajun Komisaris Besar Gogo Galesung, juga kena getah karena diperiksa Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya.
Pada Senin malam nahas itu, FA mengalami kejang-kejang di kamar. Arif memerintahkan Bayu membawa FA ke Rumah Sakit Umum Daerah Kebayoran Baru. Namun Bayu langsung kabur. Sementara itu, APS bersama Arif juga langsung meninggalkan hotel. Malam itu, Arif dan APS menginap di hotel di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Esok paginya, polisi datang lalu menangkap Arif dan Bayu serta membawa APS di hotel itu. Polisi menyita barang bukti berupa tiga senjata api, lima butir peluru, empat telepon seluler, tiga alat bantu seks, dan satu mobil serta uang tunai Rp 1,5 juta dan pakaian korban.
Radiman melaporkan Arif dan Bayu karena mengeksploitasi dan membunuh FA. Orang tua APS ikut membuat aduan. Arif dan Bayu langsung menjadi tersangka pembunuhan dengan jeratan Pasal 338 dan 356 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Mereka juga dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak, Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Radiman tak mengetahui kegiatan sehari-hari FA karena berpisah rumah. FA tinggal bersama suami siri dan satu anaknya yang saat itu baru berusia empat bulan di kawasan Mangga Dua, Jakarta Utara. FA dimakamkan di Bogor, Jawa Barat, daerah asal ibunya, pada 24 April 2024. “Sekarang saya yang merawat anak FA,” tuturnya.
Pengacara Radiman, Toni, mengatakan utusan Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo yang mengaku bernama Andri datang ke rumah kliennya sehari setelah FA dimakamkan. Andri menyerahkan uang senilai Rp 20 juta. Esoknya, Andri kembali datang. Saat itu ia membawa seorang perempuan yang mengklaim sebagai istri Arif. Mereka meminta perdamaian dan menawarkan uang Rp 200 juta agar laporan Radiman kepada kepolisian dicabut. Radiman lantas berkonsultasi dengan Toni. Ia mengatakan perdamaian adalah hal biasa. “Tapi, karena ini delik biasa, meski ada perdamaian, laporan belum tentu bisa dicabut,” kata Toni.
Radiman (kanan) bersama pengacaranya, Toni (tengah), di Polres Metro Jakarta Selatan, Jakarta, 4 Februari 2025. Antara/Luthfia Miranda Putri
Radiman resmi menunjuk Toni sebagai penasihat hukum pada Sabtu, 27 April 2024. Pada hari itu Toni langsung mendatangi Polres Metro Jakarta Selatan untuk memastikan proses hukum kliennya. Saat itu Radiman kembali diperiksa Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Metro Jakarta Selatan.
Lima hari berselang, Toni dihubungi pengacara Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo kala itu, Evelin Dohar Hutagalung. Evelin meminta bertemu untuk membicarakan perdamaian. Pertemuan dilakukan pada hari yang sama, 2 Mei 2024, di salah satu rumah makan di dekat kantor Polres Metro Jakarta Selatan.
Evelin datang bersama enam rekannya, termasuk istri Arif. Sementara itu, Toni datang bersama Radiman beserta istrinya, Nuraeti. Dalam pertemuan itu disepakati uang damai yang diberikan pihak Arif senilai Rp 300 juta untuk keluarga Radiman. “Evelin sudah menyiapkan surat perjanjian damainya serta ditandatangani Arif Nugroho dan Radiman,” tutur Toni.
Anggota tim pengacara Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo saat ini, Romi Sihombing, membenarkan kabar bahwa ada beberapa pertemuan untuk upaya perdamaian dengan keluarga korban, termasuk keluarga APS. Pihak Arif dan Bayu mendatangi keluarga APS pada 7 Mei 2024 dan surat perdamaian sudah ditandatangani.
Romi menyatakan telah mengirim surat permohonan pencabutan laporan kedua kasus tersebut dengan melampirkan surat perjanjian damai. Surat itu ditujukan kepada Kepala Polres Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Ade Rahmat Idnal yang dikirim pada 13 Mei 2024. “Secara formal, laporan sudah dicabut,” kata Romi.
Namun polisi tetap memproses kedua laporan tersebut. Komisaris Besar Ade Rahmat Idnal bahkan mengatakan hasil penyidikan kasus sudah dinyatakan lengkap atau P21. “Sejumlah bukti kasus sudah diserahkan kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,” tutur Ade.
Saat ini Arif dan Bayu menjadi tahanan jaksa. Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Eko Budisusanto membenarkan informasi adanya penyerahan berkas kasus Arif dan Bayu dari kepolisian. Tapi baru satu kasus yang dokumennya sudah lengkap, yakni laporan untuk korban APS. Sedangkan kasus dugaan pembunuhan FA belum dinyatakan P21. “Kabarnya masih berproses,” ujar Eko.
Masalahnya, Toni keberatan terhadap pasal yang ditetapkan untuk menjerat Arif dan Bayu. Menurut dia, kedua tersangka itu seharusnya tidak dijerat dengan Pasal 338 dan 356 KUHP, melainkan Pasal 81 dan Pasal 89 Undang-Undang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana maksimal hukuman mati atau seumur hidup. Juga Pasal 116 Undang-Undang Narkotika. “Belum lagi ada bukti tiga pucuk senjata api ilegal, itu melanggar Undang-Undang Darurat yang mengatur kepemilikan senjata bagi warga sipil,” ucap Toni. ●
Advist Khoirunikmah dan Han Revanda berkontribusi dalam penulisan artikel ini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo