Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Risiko baru bagi penjamin utang

Pengadilan tinggi jawa timur membuat sejarah hukum baru. dua penjamin utang bentoel dinyatakan pailit. ada yang khawatir keputusan itu membuat takut calon penjamin.

11 Desember 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEPULAN asap perkara Bentoel bikin pedih mata penjamin utang perusahaan rokok itu. Oleh Pengadilan Tinggi Jawa Timur, dua penjamin, masing-masing Suhardjo Adisasmita dan Mahardono Kusumanegara, November lalu dinyatakan jatuh pailit. Mereka dinilai tak mampu meneruskan kewajibannya sebagai penjamin. Sementara itu (ini anehnya), PT Bentoel sendiri sebagai pengutang, yang lebih tepat menjadi sasaran gugatan kepailitan, malah tak diapa-apakan. Keputusan yang mengejutkan itu berbeda dengan keputusan pengadilan tingkat pertama. Tahun lalu, Pengadilan Negeri Malang, yang diketuai Imam Soekarno, menolak permohonan pailit yang diajukan para kreditur yang tergabung dalam BCCC (Bentoel Creditors Coordinating Committee sindikasi bank asing kreditor PT Bentoel). Majelis menilai permohonan BCCC bertentangan dengan Pasal 1821 KUH Perdata. Pasal itu antara lain menyebutkan bahwa utang harus diselesaikan terlebih dahulu dengan perusahaan yang bersangkutan. Jika perusahaan tersebut sudah dinyatakan pailit, barulah giliran para penjaminnya yang dimohonkan pailit. BCCC, melalui kuasa hukumnya, Hotma Sitompul, naik banding. Hakim banding yang diketuai Soemarsono akhirnya mengabulkan permohonan BCCC. Pertimbangannya, apa yang dilakukan pemohon tak bertentangan dengan Pasal 1821 KUH Perdata. Karena, dalam ayat 1 pasal itu disebutkan, ''bahwa tiada penanggungan jika tak ada perikatan pokok yang sah.'' Sedangkan dalam perkara ini, telah terbukti adanya perikatan pokok yang sah, yakni perjanjian utang antara PT Bentoel dan BCCC yang dilakukan di hadapan notaris. Majelis sependapat dengan dalih Hotma Sitompul bahwa para penjamin tidak perlu menuntut penyelesaian lebih dulu dengan PT Bentoel, sebelum mengajukan permohonan pailit terhadap para penjamin. Diperintahkan pula agar seluruh harta milik penjamin, antara lain rumah Suhardjo (bekas Presiden Direktur PT Bentoel) yang di Jalan Tanggamus, Malang, dan rumah Mahardono (pemegang saham PT Bentoel) di Jalan Ijen, juga di Malang, disita untuk pembayaran utang pada BCCC. Perkara gugat pailit yang sempat menggegerkan dunia usaha ini adalah buntut kemelut yang mengguncang keuangan pabrik rokok nomor tiga terbesar di Indonesia itu. Sebelum manajemen Bentoel diambil alih PT Rajawali Wira Bhakti Usaha, utang Bentoel Rp 700 miliar lebih. Utang sebesar itu muncul karena manajemen lama salah perhitungan. Tahun 1977, ketika omzetnya melejit hingga 14 miliar batang, manajemen memutuskan membeli mesin produksi canggih. Dananya dipompa oleh sindikasi 26 bank yang tergabung dalam BCCC tadi. Sialnya, setelah mesin terbeli, Pemerintah mengeluarkan ketetapan bahwa sigaret kretek produksi mesin jumlahnya tak boleh melebihi dua kali lipat dari sigaret buatan tangan. Tujuannya agar tak terjadi pemberhentian tenaga kerja. Akibatnya, mesin tak bekerja dalam kapasitas penuh. Dalam posisi guncang itulah, BCCC, yang khawatir uangnya tak kembali, mengajukan gugatan pailit. Seorang bekas eksekutif Bentoel melihat langkah yang diambil itu dari segi bisnis beralasan. Para bank kreditor justru ingin menyelamatkan Bentoel dengan menggasak para penjamin. Artinya, jika pengadilan nanti memutuskan penjamin pailit, sebagian utang Bentoel tentu terbayar dengan harta hasil lelang penjamin tadi. ''Kalau itu terjadi, pihak manajemen baru Rajawali boleh bergembira,'' katanya. Tapi, menurut Peter Sondakh, Presiden Direktur PT Rajawali Wira Bhakti Usaha, seperti dikutip Jawa Pos, dikabulkannya permohonan BCCC tadi tidak akan berpengaruh apa-apa terhadap PT Bentoel manajemen baru. Pihaknya kini malah sedang melakukan restrukturisasi keuangan, khususnya yang menyangkut utang PT Bentoel terhadap kreditor bank asing. Di luar itu, Wijono Subagyo, kuasa hukum Suhardjo, tak puas dan pekan lalu mengajukan kasasi. Ia tetap berpendapat bahwa kedudukan penjamin benar-benar hanyalah sebagai penjamin, bukan peminjam atau debitur. Karena itu, ia tak bisa dikenai undang- undang kepailitan. ''Undang-undang kepailitan hanya bisa dikenakan pada peminjam atau debitur,'' tegas Wijono. Rekannya, Sudiman Sidabuke, kuasa hukum Mahardono, malah menyebut keputusan itu merupakan preseden buruk, yang dampaknya bisa mengecilkan nyali setiap orang untuk menjadi penjamin. Sebab, bisa-bisa ia digugat agar dinyatakan pailit. Risikonya jelas bisa merusak kredibilitas penjamin. Di luar sidang, perdebatan tentang kasus ini sejak awal memang marak. Ahli corporate law Dr. T. Mulya Lubis menyebut perkara itu mengandung keanehan. Ia termasuk yang berpendapat, pengutanglah yang pertama kali harus dinyatakan pailit, bukan penjamin. Dalam sistem hukum Amerika, yang hukum ekonominya tertata rapi, kata Mulya, penjamin selalu digugat belakangan. ''Kalaupun penjamin digugat, biasanya dilakukan bersama-sama.'' Lain pula pendapat ahli hukum perdata internasional Universitas Padjadjaran, Prof Komar Kantaatmaja. Katanya, penjamin boleh-boleh saja digugat. Dalam hal ini, penjamin bisa dianggap persoonlijk zekerheistelling atau agunan. ''Nah, kalau kreditor susah mendapatkan bayaran dari peminjam atau peminjam tak kuat bayar, boleh saja langsung minta ke penjamin. Kalau tak mau menanggung risiko, jangan jadi penjamin,'' katanya. Apa pun keputusan Mahkamah Agung nanti, sejumlah pengamat hukum sepakat bahwa kasus ini layak diamati. Sebab, ini merupakan hal baru dalam perkembangan hukum ekonomi kita. Aries Margono dan Jalil Hakim (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus