Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino atau RJ Lino merugikan negara US$ 1.997.740 atau sekitar Rp 28,7 miliar (kurs Rp 14.375) dalam pengadaan 3 Quay Container Crane di perusahaannya. RJ Lino sekaligus didakwa memperkaya perusahaan Wuxi Huang Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co. Ltd China atau HDHM dengan nominal yang sama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,” kata jaksa KPK dalam dakwaannya yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 9 Agustus 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KPK mendakwa RJ Lino melakukan intervensi dalam pengadaan 3 unit QCC berikut jasa pemeliharaannya. Intervensi dilakukan agar HDHM bisa terpilih menjadi perusahaan penyedia QCC dan pemeliharaannya.
Jaksa menyatakan kasus bermula dari rencana pengadaan crane di Pelabuhan Panjan, Pontianak dan Palembang. Lelang pengadan dibuka sejak April 2009, namun gagal menemukan pemenang.
Jaksa menyatakan PT Pelindo membuka pelelangan ulang dan penunjukkan langsung kepada PT Barata Indonesia. Di tengah proses negosiasi ini, Lino mengundang PT HDHM untuk melakukan survei langsung ke beberapa pelabuhan. Menurut KPK, tindakan Lino mengundang perusahaan lain di tengah negosiasi melangar aturan Menteri BUMN Nomor HK.56/5/10/PI.II-09 dan Surat Keputusan Direksi Pelindo. Belakangan, negosiasi dengan PT Barata dibatalkan.
Jaksa menyatakan intervensi lainnya dilakukan pada jenis crane. Awalnya crane yang ingin dibeli memiliki tipe single lift QCC berkapasitas 40 ton. Belakangan, atas perintah Lino spesifikasi diubah menjadi twin lift QCC. Menurut jaksa, tim kajian Pelindo menyatakan bahwa Twin Lift tidak cocok untuk pelabuhan Palembang dan Pontianak, serta HDHM tidak memenuhi persyaratan teknis. Namun, Lino tetap memerintahkan untuk pengadaan Twin Lift QCC. “Padahal HDHM tidak memenuhi persyaratan administrasi dan teknis sebagaiman diatur,” kata jaksa.
Selain itu, jaksa menyatakan untuk mengakomodasi dipilihnya HDHM, Lino menyuruh bawahannya Wahyu Hardiyanto untuk mengubah Surat Keputusan Direksi Pelindo yang mensyaratkan nilai kandungan dalam negeri dalam produk yang dibeli. Dengan diubahnya surat keputusan itu, maka pengadaan di PT Pelindo II meniadakan kewajiban penggunaan komponen barang atau jasa dan sumber daya dalam negeri. “Sehingga dengan aturan ini, HDHM yang merupakan perusahaan luar negeri dapat mengikuti pengadaan di PT Pelindo II,” kata jaksa.
Jaksa menyatakan dalam pengadaan itu PT Pelindo harus membayar duit untuk 3 unit crane ke HDHM sebanyak US$ 15.165.150. Menurut KPK, harga wajar seharusnya US$ 13.579.911. “Perbuatan terdakwa mengakibatkan tidak diperolehnya produk twin lift QCC dengan harga wajar,” kata jaksa.
Atas perbuatannya, jaksa mendakwa Lino merugikan negara US$ 1.974.911 pada pengadaan QCC dan US$ 22.828 untuk pemeliharaan. Jaksa mendakwa Lino melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Baca: Hari Ini, RJ Lino Jalani Sidang Perdana