Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

RKUHP Final Menyebut Jual Beli Organ Manusia Terancam 7 Tahun Penjara

RKUHP final mengancam kegiatan jual beli organ bisa dipidana 7 tahun penjara. Hanya ada sedikit perbedaan diksi atas perubahan dari draf RKUHP 2019.

11 Juli 2022 | 11.39 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Draf final Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) mengatur tentang tindak pidana jual beli organ, jaringan tubuh, dan darah manusia. Aturan tersebut tercantum dalam Pasal 349 dan 350.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Setiap orang yang dengan dalih apapun memperjualbelikan: a. organ atau jaringan tubuh manusia dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI; atau b. darah manusia dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV,” tulis Pasal 349 huruf a dan b draf RKUHP, sebagaimana dikutip Tempo, Senin, 11 Juli 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keterangan itu juga ditulis dalam Pasal 351 draf RKUHP yang terbit pada 2019. Perbedaan dengan yang baru adalah penambahan diksi “manusia” untuk mengerucutkan sasaran terhadap objek yang menjadi tindak pidana.

Jumlah denda merujuk pada Pasal 79 RKUHP Ayat 1. Untuk kategori II sebesar Rp 10 juta dan kategori IV berjumlah Rp 200 juta.

Selanjutnya Pasal 350 Ayat 1 draf terbaru RKUHP menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan komersialisasi dalam pelaksanaan transplantasi organ tubuh manusia atau jaringan tubuh manusia atau transfusi darah manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.

Lalu Pasal 350 Ayat 2 ditegaskan bahwa tindakan yang dimaksud pada Ayat 1 hanya bisa dilakukan untuk tujuan kemanusiaan. Untuk jumlah kategori V disebut sebesar Rp 500 juta.

Soal nilai denda, Pasal 79 Ayat 2 mengatakan sebagai berikut: “Dalam hal terjadi perubahan nilai uang, ketentuan besarnya pidana denda ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.”

Lalu Pasal 80 Ayat 1 tertulis bahwa dalam menjatuhkan pidana denda, hakim wajib mempertimbangkan kemampuan terdakwa dengan memperhatikan penghasilan dan pengeluaran terdakwa secara nyata. Pasal 80 Ayat 2 dituliskan, ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 tidak mengurangi penerapan minimum khusus pidana denda yang ditetapkan.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

M. Faiz Zaki

M. Faiz Zaki

Menjadi wartawan di Tempo sejak 2022. Lulus dari Program Studi Antropologi Universitas Airlangga Surabaya. Biasa meliput isu hukum dan kriminal.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus