DARI siaran radio, bibi si Mini di Bogor mendengar berita
penemuan mayat di kebun karet di Parung, Bogor, dan dikebumikan
masyarakat setempat sebagai mayat tak dikenal. Ciri-ciri mayat
menarik perhatian wanita itu banyak tahi lalat di mukanya. Itu
cocok dengan tanda-tanda yang dimiliki kemanakannya, Siti
Ruhmini, yang telah beberapa hari menghilang.
Dari beberapa benda, yang disimpan penduduk Parung sebelum
memakamkan mayat tak dikenal itu, Sudjono, ayah si Mini,
mengenalinya sebagai milik anaknya. Awal bulan ini polisi
terpaksa membongkar makam dan mengangkat kembali mayat tersebut.
Akhirnya tak diragukan lagi. Mayat itu memang Siti Ruhmini, 26
tahun, istri seorang pegawai Sekretariat Negara di Jakarta
bernama Danu (bukan nama yang sebenamya).
Ruhmini jelas mati terbunuh. Lehernya tercekik seutas tali
plastik. Juga ada tanda-tanda bekas cekikan tangan. Tangan
siapa? Polisi tak sulit menemukannya, Karena dengan mudah
diketahui, korban pergi bersama suaminya, 10 Maret sore lalu,
untuk kemudian tak kembali lagi.
Tolong Bereskan
Pertama-tama polisi tentu menangkap Danu. Dari dia polisi
menemukan lrawan (nama samaran), yang menurut Danu, orang itu
bersama dua orang kawannya sebagai pembunuh bayarannya. Orang
lain, Anto (samaran juga), juga ditangkap sebagai perantara
antara Danu dengan orang bayarannya. Hingga minggu lalu polisi
tinggal mencari satu atau dua oran kawan Irawan.
Namun, dari ketiganya cerita tentang pembunuhan Ruhmini sudah
dapat dirangkai. Sore itu Danu menjemput Ruhmini dari rumahnya
di Pejaten (Jakarta Selatan). Setelah singgah di beberapa
tempat, Danu kemudian mengajak istrinya nonton film di drive-in,
di Taman Hiburan Ancol. Menurut polisi, sebelum itu Danu ada
membius istrinya, dengan cara membubuhkan seman obat tidur
dalam minuman botol.
Ruhmini memang dibawa ke sebuah pondok di Putri Duyung -- masih
di Ancol itu juga -- dalam keadaan setengah tidur. Di situ Anto
menyambut mereka dan mengantarkannya ke sebuah pondok. Di situ
telah menunggu pula Irawan dan dua atau tiga orang kawannya.
Setelah menidurkan istrinya, Danu terus ke luar, sambil berkata
kepada Irawan ' "Tolong bereskan ! "
Irawan atau salah seorang temannya menjerat leher Ruhmini.
Menurut pengakuan Irawan kepada polisi kemudian, korban hanya
menggeliat sedikit, kemudian tak bergerak lagi. Namun, untuk
menyempurnakan tugas, salah seorang di antara mereka masih
mencekik leher Ruhmini dengan tangannya.
Setengah tertekuk, mayat korban mereka bungkus dengan dua buah
karung -- satu melalui kaki dan yang melalui kepala korban.
Belum begitu jelas, dengan mobil siapa mayat korban diangkut,
dan kemudian dilemparkan ke kebun karet di Parung. Mayat Ruhmini
ditemukan orang masih dalam keadaan terbunkus, mulutnya
tersumpal kain, dan seutas tali masih menjerat lehernya.
Danu, 46 tahun, sebenarnya telah lama merencanakan hendak
menyingkirkan Ruhmini. Anto, katanya kepada polisi, pernah
menyarankan agar Danu berupaya dengan jalan halus. Misalnya,
merenggangkan hubungan melalui tangan dukun. Tapi, Danu
bersikeras hendak melenyapkan istrinya sama sekali. Anto
meminta Irawan, bekas sopirnya, untuk membantu Danu .
Sebelumnya, kata Danu kepada polisi, antara dia dengan Anto dan
Irawan dkk tak ada pembicaraan mengenai upah. Tapi dua hari
setelah peristiwa di Pondok Putri Duyung, Irawan menerima uang
Rp 1,5 juta dari Danu. Seminggu kemudian ditambah lagi Rp 2
juta.
Alasan Danu, melenyapkan istrinya, sepanjang yang diakuinya di
muka polisi, karena Ruhmini belakangan sangat merongronnya.
Permintaannya -- entah dalam bentuk apa - terlalu banyak. Untuk
itu ia berani mengancam: hendak membuka kartu buruk suaminya.
Ruhmini sebenarnya istri kedua Danu. Perempuan itu sebelumnya
adalab pengasuh bayi (baby sitter) keluarga Danu. Antara Danu
dan pengasuh bayinya tersebut terlibat percintaan. Hubungan
berlangsung terus, meski Ruhmini berhenti dari pekerjaannya,
sehingga lahirlah anak mereka yang kemudian bernama Maya (kini
berumur 5 tahun).
Sebenarnya keluarga Ruhmini, seperti dikatakan ayahnya, Sudjono,
tak merestui hubungan Ruhmini dengan Danu. Namun, kata Sudjono,
karena tak enak, juga menyaksikan hubungan gelap terus-menerus,
terpaksalah ia mengizinkan Danu menikahi anaknya. Dari hubungan
resmi tersebut lahirlah pula Mira yang kini berusia 3 tahun.
Sulit untuk menggambarkan hubungan Danu dan Ruhmini selanjutnya.
Danu kelihatannya terlalu sabar bila istri keduanya suatu ketika
marah-marah -- seperti diceritakan Yanto, adik Ruhmini.
Belakangan memang sering timbul percekcokan. Namun, seperti kata
Komandan Kepolisian Jakarta Selatan (Kores Metro 704) Letkol.
R.A. Aritonang, tak menyangkut soal materi. Boleh jadi sekitar
perlakuan Ruhmini menuntut agar Danu menyediakan lebih banyak
waktu lagi baginya.
Sore itu Danu membawa pergi istrinya. Tapi Danu pulang sendirian
dan bercerita kepada Yanto bahwa ia barusan ribut-ribut dengan
istrinya di Ancol. Ruhmini, katanya, terus saja pergi naik taksi
sendirian. Danu, begitu ceritanya kepada Yanto, memang berusaha
mengejar. Tapi tertumbuk lampu merah di suatu perempatan jalan,
sehingga kehilangan jejak.
Sulastri
Mula-mula, kata Yanto, ia mempercayai cerita Danu. Tapi setelah
sampai beberapa hari Ruhmini tak muncul-muncul juga, kecurigaan
mulai muncuk Apalagi, tanpa kelihatan berusaha mencari istrinya,
tiba-tiba Danu menyuruh Yanto membawa kedua anaknya ke Desa
(kecamatan) Walikukun (Ngawi, Jawa Timur) tempat tinggal orang
tua Ruhmini. Beberapa hari kemudian Dan juga menyuruh agar
semua mainan anak-anaknya, berikut sebuah pesawat tv berwarna
dikirim pula ke Walikukun.
Kecurigaan sebenarnya sudah timbul di kepala Yanto jauh sebelum
kakaknya menghilang. Ia menduga setidaknya sudah tiga kali
terjadi peristiwa yang mencurigakan. Pertama, kakaknya pernah
dibawa orang yang mengaku suruhan Danu, dan ditinggalkan di
Banjarmasin.
Kedua, Ruhmini pernah juga diambil dari rumah orang tuanya,
kemudian ditinggalkan begitu saja di sebuah hotel di Solo.
Orang-orang yang mengaku suruhan Danu itu selalu membawa surat
dari "Sulastri" -- nama samaran Danu untuk menghubungi Ruhmini.
Sedangkan Ruhmini, bila harus menghubungi Danu di rumahnya, di
Komplek Sek-Neg di Cidodol (Jakarta Selatan), selalu meminta
orang lain bicara terlebih dulu dengan mengaku "dari Pak Isman,
Kosgoro."
Pernah juga, ada seseorang berambut gondrong, tiba-tiba
menghadang mobil yang dikendarai Danu dan istrinya di sekitar
Parung. Tanpa jelas sebab-sebabnya orang itu merenggut rambut
dan hendak mencekik leher perempuan yang malang itu. Untung di
jalan yang ramai itu, meski malam hari, laki-laki tak dikenal
tersebut tak mungkin berbuat lebih jauh.
Kejadian-kejadian tersebut, menurut Yanto, tentu ada
hubungannya dengan niat dan rencana Danu membunuh istrinya. Tapi
kesemuanya itu tentu masih berupa dugaan-dugaan. Apa yang
terjadi sesungguhnya kelak akan terbuka juga di pengadilan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini